Dengarlah Tangisanku Ibu
(sebuah skenario film buatan Putri Berrys,semoga skenario ini menjadi pembelajaran bagi kita semua)
SINOPSIS
Chika
anak dari pasangan paruh baya yang merupakan adik dari seorang kakak berumur 11
tahun lebih tua darinya, mereka hidup dalam kesederhanaan, ayah icha seorang
petani kecil, jadi tidak mampu untuk membeli hal-hal lebih yang dia inginkan,
ichapun tipe anak yang ekspresif, dia memiliki mimpi besar untuk menjadi orang
yang sukses, ingin menjadi kebanggaan orang tuanya dan ingin membahagiakan
orang tua yang dari kecil telah merawatnya. Kehidupan keluarga icha walau
sederhana mungkin cukup hangat, tapi berbeda terbalik dengan kehidupan
sekolahnya, sejak memasuki sekolah SD di salah satu SD Negeri di desanya icha
seperti anak yang tak punya teman yang benar-benar ingin berteman dengan dia,
dia selalu dicemo’oh dan dihina banyak teman-temanya bahkan gurunya memandang
sebelah mata dia. Pintar tapi tak dianggap begitulah icha, sampai suatu hari
ada salah satu teman icha bernama doni yang selalu mendukung semua impianya dan
citaa-citanya, ya impian anak kecil yang begitu indah dan lugu, masa-masa indah
saat menjadi anak-anak yang nanti tidak akan pernah terulang kedua kali, dan
hanya menjadi sebuah kenangan dan mungkin hanya akan dilupakan.
DENGARLAH TANGISANKU
IBU
Pada
tahun ajaran baru di SD N 1 bahagia tampak begitu ramai para calon siswa baru
dan wali murid mengantar anak-anaknya kesekolah, pemandangan itu nampak ganjil
ketika melihat sosok gadis kecil yang sedang berjalan menuju ruang kelas
sendiri, bebeda dengan teman-temanya yang didampingi orang tua mereka dia
Nampak sendiri dan hanya bisa duduk di bangku tepat meja guru mengajar.
(di dalam kelas)
Dita :
(melihat icha yang tengah duduk di bangku tepat depan meja guru dia Nampak iri
dan mulai merengek pada mamanya) “mamaaa,,aku mau duduk dibangku itu” (kata
dita sambil menunjuk tepat kearah icha, akhirnya ichapun mengalah dan duduk
kebangku paling belakang dimana tidak ada satu temanpun yang mau duduk
dengannya )
Guru : (tak
lama guru pun datang, beliau memulai menyuruh anak-anak maju satu persatu untuk
memperkenalkan diri) “anak-anak, selamat datang di SD N 1 bahagia, perkenalkan
saya bu arini saya yang mengajar kalian di kelas satu ini, ayo siapa yang mau
memperkenalkan diri sama ibu? Ayo anak-anak gentian maju ke depan ya” ( tak
lama setelah aba-aba dari bu arini anak-anak girang mereka antusias dengan
perkenalan diri itu)
Doni :
(melihat icha yang hanya terdiam di bangkunya tanpa bergerak sedikitpun, doni
mulai heran dan bertanya) “hay, nama kamu siapa? Aku doni..kenapa kamu tidak
ikut maju untuk memperkenalkan dirimu?”
Icha : “aku
icha, nanti saja aku maju kalau maju sekarang dimarahin orang lagi” (Nampak
jelas kalau icha trauma dengan kejadian tadi, diusir dari bangku ke bangku
karena dia tidak bersama dengan wali muridnya kesekolah, jadi dia tidak ada
yang membela, betapa sedih hatinya, dalam hati mengulang-ngulang kata “anday
ibu mau menemaniku”)
Doni :
(melihat icha melamun donipun mulai ingin tahu tentang apa yang tejadi pada
icha) “memang kamu tadi habis diapain?”
Icha : “tidak apa-apa kok” (tepisnya sambil
mengembangkan senyum paksaan)
Jam istirahatpun datang ditandai dengan bunyinya
bel. (Di taman sekolah)
Icha :
(melihat dita dan sari Nampak rukun dan bermain bersama ichapun ingin bergabung
dengan mereka, dia berlari dan menghampiri mereka) “boleh aku ikut main sama
kalian?”
Dita :
(melihat kedatangan icha dia Nampak begitu geram) “gak boleh, kamu yang tadi
ngambil kursi aku, lagian siapa yang mau main sama anak yang datang kesini aja
sendirian, gak punya orang tua ya kamu?”
Sari :
“dita jangan gitu, mungkin aja icha yatim piatu makanya tidak ditemenin orang
tuanya” (kata yang senada dengan ditapun dilontarkan dengan sari, Nampak sekali
teman-teman icha sangat tidak suka dengannya)
Icha : (merasa tidak terima icha mulai geram) “aku
masih punya orang tua, ibu gak nemenin aku kesini karena tadi ibu mau nemenin
bapak ke sawah, jadi kalian gak boleh ngomong begitu sama orang tuaku” air mata
icha tak hentinya menetes, dia berjalan pergi.
(di dalam kelas)
Icha : “ya Allah, aku bukan anak jahat, aku juga
nurut sama bapak dan ibu, tapi kenapa temen-temenku pada jahatin aku ya Allah?
Ya Allah, aku juga pengen pertama sekolah diantar sama ibu kayak anak-anak
lainya, ya Allah apa aku ini anak nakal?” (kata icha dengan deraian air mata sambil
memandang ke langit-langit kelasnya)
Pulang sekolahpun icha tak seperti teman-teman yang
lainya, dia berjalan sendirian menyusuri tepian desa dan jalan setapak yang
panjang, terlihat dari kejauhan teman-teman mereka yang pulan pergi kesekolah
diantar jemput orang tua atau supir pribadi, da nada juga yang naik ontel
(sepedah gowes). “ya Allah, kapan ya aku bisa kayak mereka” (keluh icha didalam
hatinya)
Dari kejauhan Nampak ibu icha sedang menjahit baju,
beliau Nampak terheran-heran melihat anaknya yang pulang sekolah langsung
nyelonong kekamar, padahal biasanya setiap icha pulang dari manapun selalu cium
tangan ibunya dulu, bergegas ibunya menghampiri icha.
(dikamar)
Ibu :
“kamu ada apa cha? Kok pulang sekolah langsung tiduran dikamar, gak biasanya
kamu kayak gini” (kata ibu sambil terus mengotak-atik baju jahitanya)
Icha : “bu,
tadi temen-temen sekolahku dianterin sama orang tuanya berangkat sekolah, Cuma
aku saja yang gak dianterin sama ibu..dan mereka pulang sekolah dijemput sama
orang tuanya dan ada yang naik sepedah bu” (kata icha sambil berlingan air
mata)
Ibu :
“walah cha…cha, kamu ya tahu sendiri kalau ibu dan bapak itu sibuk ngurusin
sawah, apa lagi ibu harus jahit baju juga, lagian kenapa orang tua mereka pada
nemenin anaknya sekolah, denger ya cha,,anak yang kayak gitu tuh,,anak-anak
yang tidak bisa mandiri, seharusnya kamu itu bersyukur, kamu bisa jadi lebih
mandiri dari mereka” (kata ibu icha sambil tetap mengotak-atik jahitanya)
Icha : “iya
bu..” (jawab icha singkat, mungkin dia sadar kalau ibunya tidak mengerti apa
yang diinginkanya, apa yang diinginkan anak-anak usianya)
Setelah fikiranya tenang, icha bergegas ganti baju
dan pergi keluar, Nampak anak kecil sebayanya sedang menunggu dirinya dibawah
pohon rindang tepat didepan rumahnya
(didepan rumah)
Dito :
(duduk dengan memainkan gundu ditanganya) “gimana sekolah pertamamu cha?” Tanya
ditto yang penasaran dengan sekolahan, mungkin icha lebih beruntung darinya,
karena ditto tidak sekolah.
Icha :
“begitu lah to” (kata icha yang merebut salah satu gundu ditangan ditto) ditto
nampaknya tahu pasti ada masalah, karena sebelum icha sekolah dia begitu
kegirangan, tapi ekspresi yang dihasilkan begitu berbeda.
Ditto : “ada
masalaha disekolahmu ya?” (kata ditto sambil memandang icha)
Icha: “tadi disekolahku, temen-temen ditemenin sama
orang tua mereka, dan ada temenku yang gak suka sama aku, dia ngambil tempat
dudukku, sampai aku duduk ditempat paling belakang dan gak ada temen yang mau
berteman sama aku,” (kata icha sambil bermain gundu di tanah yang begitu
gersang itu)
Ditto :
“kamu iri sama mereka? Seharusnya kamu bersyukur karena kamu bisa sekolah cha,
dan kamu harus tunjukin sama mereka kalau kamu bisa lebih mampu dari mereka,gak
seperti aku,,anak yatim yang gak bisa sekolah” (keluh ditto begitu sedih)
Icha :
(melihat temanya sedih icha juga ikut sedih, dan dia punya ide untuk membuat
ditto tertawa lagi) “to, ayok kita main disawah, kita bisa mandi dikali abis
main, gimana?”
Ditto :”wah
ide bagus, ayok berangkat” (kata ditto sambil mengusap air matanya) Nampak dua
sahabat cilik itu begitu bahagia, lari-larian disawah dan mandi disungai,
teriakan demi teriakan sekana menjadi bumbu penyedap kebersamaan itu.
Pagi yang cerah dengan kicauan burung, Nampak icha
tengah bersiap-siap kesekolah dengan rambut yang tengah dikepang ibunya
(dikamar)
Ibu :
(nampak heran melihat sebuah kaleng biscuit tergeletak diatas kamar anaknya)
“cha, itu kaleng buat apa? Kenapa ada diatas kamarmu? Kan kotor cha”
Icha :
(melirik arah yang dimaksud ibunya) “itu celenganku bu, aku mau nabungin uang
sakuku buat beli sepeda, biar kalau kesekolah gak jalan kaki lagi”
Ibu :
“udah jangan ketinggian angan-angannya, lagian uang saku segitu mana bisa buat
beli sepeda, berangkat sekolah sana..tanti kamu telat” icha langsung mencium
tangan ibunya dan berangkat kesekolah, dan ibupun hanya bisa menghela nafasnya.
Disekolah icha sangat terkejut, bangkunya
dicoret-coret dita dan sari, dengan geram dialangsung menjambak rambut mereka,
tak berapa lama merekapun menangis dan mengadukan hal itu pada gurunya (di
ruang guru)
Dita : “bu
guru, aku sama sari dijambak icha” (kata dita dengan tangisan tak
henti-hentinya dan dengan rambut yang acak-acakan)
Guru: “apa benar itu cha?” (kata bu guru dengan
tampang syok)
Icha :
(menundukkan kepala) “iya bu, tapi mereka mencoret-coret bangku saya bu”.
Sari :
“bohong bu, dia saja yang marah sama kami karena kemaren dia ngajak main kami
gak mau bu” (kata sari membela dita)
Guru :
(kelihatanya bu guru begitu hilang akal, mengapa anak cewek yang masih kelas 1
SD begitu arogan) “cha, gak boleh nakal kayak gitu, kamu tahu kan kalau itu gak
baik, nanti Allah akan membenci kamu,,ayo minta maaf sama sari dan dita..dan
jangan ulangi lagi hal seperti itu”
Icha : “aku
gak mauuu!!!! Aku gak salah! Mereka yang salah, dan Allah saying sama aku!!”
(teriak icha langsung berlari meninggalkan ruang guru)
(di dalam kelas)
Icha : “ya
Allah, aku hanya pengen sekolah biar aku pinter..kenapa teman-temanku jahat
sama aku ya Allah, bu guru juga jahat sama aku… aku gak nakal ya Allah,”
Doni : “dari
kemaren kamu nangis terus memangnya kamu kenapa?” (Tanya doni yang melihat icha
berlinangan air mata, setelah memeprhatikan bangku icha danipun kaget) “kenapa
sama bangkumu cha? Kok kotor penuh coretan seperti ini?” icha hanya terdiam
tanpa berkata apapun. “kalau kamu butuh temen, aku mau kok jadi temen mainmu..
ayok kita maen?” (kata doni mengulurkan tanganya)
Icha :
“don, Allah dan orang tua kita marah ya kalau kita mukul temen?”
Doni : “itu
sudah pasti cha, karena itu kan perbuatan jahat,,itu termasuk anak
nakal..kenapa kamu Tanya begitu? Memangnya kamu habis mukul temen kita?”
Icha : “gak
kok aku Cuma Tanya saja, oh iya aku perhatikan kamu gak pernah main seperti
anak-anak yang lain, kenapa?” (Tanya icha yang dari kemarin melihat doni hanya
berdiam diri melihat teman-temanya main gundu)
Doni : “itu
permainan anak-anak kampong, aku gak suka main seperti itu.. lagian setiap aku
mencoba main seperti anak-anak lainya pasti dimarahin sama mama dan papa,
katanya level kami berbeda dengan mereka” (jelas doni sambil memainkan
jari-jarinya)
Icha : “tau
gak, derajat orang dimata Allah itu sama, jadi gak boleh gitu,,aku tahu kok,
sebenarnya kamu iri kan sama temen-temen?”
Doni : “gak
juga..”
Icha :
“bagaimana kalau sekarang kita maen gundu? Berani gak? Aku jago lo” (kata icha
dengan senyuman lebar)
Doni : “ok
siapa takut” (kata doni menjawab tantangan icha)
Mereka berduapun akhirnya asyik main gundu, begitu
bahagia,,seakan tidak ada beban di hati icha maupun doni, beban yang selalu
disakiti teman-temanya dan beban menjadi boneka orang tua yang selalu diatur
oleh papa dan mamanya.
Senjapun tiba dirumah kecil dari keluarga icha,
Nampak bapak icha sedang menikmati secangkir kopi, kakaknya sedang nonton TV
dan ibunya sedang berkutat dengan jahitan-jahitanya (di ruang tamu)
Icha : “bu
bagaimana kalau aku berhenti sekolah saja?” (kata icha sambil menulis disebuah
buku) saat itu kakak, ibu, dan bapak ichapun sejenak berhenti dari kegiatan
mereka, mereka langsung memandangi wajah icha
Kakak : “kamu
kenapa mau berhenti sekolah? Bukankah sekolah tinggi itu cita-citamu dek? Apa
kamu mau kayak kakak yang nganggur dirumah gak bisa ngelanjutin sekolah?”
Bapak :
“memangnya apa yang membuatmu ingin berhenti sekolah? Apa karena gak punya
sepedah?” (kata bapak yang sudah tahu keluhan icha dari sang ibu)
Icha :
“bukan pak..” (kata icha menundukkan kepala)
Bapak : “bapak
sudah tahu dari ibumu nduk, kamu juga harus ngerti kondisi kita seperti apa,
jangan asal iri saja sama teman-teman, bapak janji bapak akan belikan kamu sepedah
kalau kamu bisa jadi juara umum di sekolahmu, bagaimana?” (tawar bapak sambil
meneguk kopi yang ada ditangannya)
Icha :
“bukan itu pak sebenarnya” (ibu langsung memotong kata-kata icha)
Ibu :
“sudahlah cha, nurut saja apa kata bapak,, lagian sekolah kan enak bisa nuntut
ilmu seperti apa yang kamu inginkan, katanya mau bahagiakan bapak dan ibu, “
Icha : “iya
bu” (jawab dia sambil meneruskan mengerjakan tugas) “kelihatanya mereka tidak ngerti apa yang aku maksud, bukan karena
sepedah pak, bu,,tapi karena temen-temenku yang selalu jahatin aku” (kata
icha dalam hati, namun dia hanya mampu menghela nafas panjangnya)
Pagipun telah tiba, icha berjalan menyusuri jalan
setapak, dilihatnya jalan raya yang begitu dipenuhi motor dan sepeda berlalu
lalang, dia ingin sekali melintasi jalan raya itu sambil mengayuh sepedah,
lagi-lagi dia menghela nafas, dia tahu itu tak mungkin baginya, dia meneruskan
langkah girangnya ke sekolah, sejenak dia berhenti, dia melihat jangkrik kecil,
buru-buru dia mengambil jangkrik kecil itu dan membawanya kesekolah, dengan
senyuman lebar dia berlari menuju sekolahnya.
(di dalam kelas)
Doni :
(melihat icha tengah asyik bermain dengan hewan kecilnya itu) “kamu sedang apa
cha?”
Icha : “nih
sedang main ama jangkrik” (jawab icha tanpa menoleh, dia terus bermain dengan
jangkrik-jangkrik kecilnya) “kamu mau ikut? Ini aku kasih satu”
Doni :
(Nampak bahagia dan menjawab) “boleh, mau mau…”
Mereka berdua bergegas keluar dari kelas dan asyik
dengan jangkrik-jangkrik mereka. (di taman sekolah)
Icha :
(melihat doni yang begitu senang) “kamu gak pernah main seperti ini ya?”
Doni : “iya
gak pernah, kalau akau dirumah pasti aku hanya disuruh main game sama papa dan
mama, mereka gak pernah ngijinin aku main keluar rumah apa lagi main mainan
kayak gini, kata mereka ini hanya buang-buang waktu dan permainan orang desa”
Icha :
“memangnya kamu gak orang desa? Orang kaya gak akan berarti apa-apa lo tanpa
petani-petani dibelakangnya, kalau butuh beras dan sayur kan petani yang nanam”
mendengar kata icha doni pun terdiam)
Doni : “kamu
benar sih, dan aku tahu kalau mama dan papa itu salah..aku juga sebenarnya gak
suka hidup seperti itu, masa kecilku seperti direnggut mereka, aku baru kelas 1
SD tapi mereka tidak pernah memikirkan betapa indahnya bermain dengan teman-teman
sebayaku”
Icha :
“kalau begitu, kamu mau gak kapan-kapan main kerumahku? Kita main ke sawah dan
ke kali, pasti kamu akan seneng banget, disana seru banget, aku juga punya
temen namanya ditto dia teman mainku kalau dirumah” (kata icha dengan wajah girangnya)
Doni :
(matanya langsung terbelalak mendengar kata icha tanpa ragu-ragu dia langsung
bilang) “iya, kalau begitu besok aku kerumahmu ya setelah pulang sekolah”
Icha : “
siip” (dengan senyum lebarnya, dia mulai bahagia, sekolah tak seperti yang dia rasakan
sebelumnya, dia sudah memiliki teman walaupun itu Cuma doni, dan dia mulai
besemangat buat belajar apa lagi bapaknua sudah bilangmau membelikanya sepedah
kalau nanti dia bisa jadi juara umum)
Nampak icha dan ditto sedang asyik bermain gundu di
depan rumah icha (di halaman ruman)
Icha : “to,
besok temen sekolahku mau main kesini, dia mau main dengan kita” (kata icha
yang mengagetkan ditto , icha Nampak begitu bahagia dengan teman barunya itu,
ditto pun ikut bahagia, itu artinya dia sudah tidak akan khawatir lagi sama
icha)
Ditto :
“benarkah itu cha? Wah asyik donk!! Kita jadi bisa main bertiga, aku gak sabar
menunggu kedatangan temanmu itu!!”
Icha : “iya
dong, dia anak kota to, dia gak pernah main seperti kita, karena orang tuanya
melarangnya bermain permainan yang rendahan”
Ditto :
“jadi maksudnya orang tuanya permainan kita ini rendahan? Mereka gak berfikir
apa kalau setiap anak-anak pasti haus akan bermain” (kata ditto mengehntikan
permainan gundunya)
Icha :
(melihat wajah ditto ) “makanya aku ajak kesini biar besok dia bisa merasakan
gimana jadi anak-anak yang sesungguhnya,,sama seperti kita” (kata icha dengan
senyum lebar, kata itupun disambut dengan senyuman lebar dari ditto )
Jangkrik tak hentinya bersahutan membuat nyanyian
merdu, cepat- cepat icha membuka jendela kamarnya dan dia ikut menyenandungkan
lagu jangkrik itu, seirama dia menikmati alunan music yang begitu merdu. Tak berapa lama dia memandangi langit yang
bertaburan bintang, dia memejamkan mata sekejap dan tersenyum.
Icha : “ya
Allah, terima kasih engkau sudah memberiku 2 teman yang sangat baik, setidaknya
aku gak merasa kesepian dan dijauhin di sekolah,, aku yakin ya Allah, diantara
bintang di langit itu, ada satu bintang buat aku,,bintang kebahagiaan, yang
akan memberikan kebahagiaan padaku,,” (kata icha sambil membaringkan tubuhnya,
dan diapun terlelap dengan memeluk sebuah buku kecil nan usang.
(dijalan raya)
Icha :
“baru kali ini aku lewat jalanan ini, wah ramai sekali..” (kata icha sambil
melihat seksama ke semua arah, dia melihat satu persatu orang-orang yang
berlalu lalang di jalanan, matanya
terbelalak ketika dia melihat sebuah took mungil, berlari dia menuju took
mungil itu, betapa girangnya ketika dia melihat sebuah penghapus pensil berbentuk
kue berwarna pink ) “waaaaah indahnyaaa….. bu, itu harganya berapa?” (Tanya
icha kepada ibu penjual di toko sambil menunjuk ke arah penghapus cantik)
ibu toko: “ oh itu harganya sepuluh ribu nak..”
mendengar harga yang diucapkan ibu pemilik toko itu
ichapun menunduk, dia mengambil uang di sakunya, didapati uang seribu rupiah,
itu lah uang saku tiap harinya, buru-buru dia memasukkan uang itu ke sakunya.
Icha : “bu,
nanti kalau uangku sudah cukup, aku mau beli penghapus itu,,tolong jangan
jualkan kepada siapa-siapa ya bu, simpankan satu untukku” ( kata icha dengan
iba, ibu pemilik toko yang iba kepada icha meng iyakannya, dan dia menyimpan
satu untuk diambil icha kalau uangnya sudah cukup)
(di dalam kelas)
Icha bersenandung merdu dengan rona wajah bahagianya
Doni :
“wah,,,kayaknya ada yang lagi bahagia nih..” (kata doni yang melihat icha
Nampak begitu bahagia)
Icha :
(tersenyum kecil) “iya, karena aku mau beli penghapus yang bagus banget, dan
kamu mau main kerumahku”
Doni :
“penghapus seperti apa itu? (Tanya doni yang mulai tertarik) ohya cha, kayaknya
ntar aku gak bisa main kerumahmu, mungkin 15 hari lagi, karena aku diajak mama
sama papa buat jenguk eyang yang lagi sakit parah, kamu gak apa-apa kan?”
Icha : “itu
penghapus bentuknya kayak kue don, bagus banget deh,,iya gak apa-apa, aku tahu
kok kalau eyangmu pasti sangat merindukanmu, apa lagi beliau lagi sakit, dan 15
hari kan kamu pasti kesana” (kata icha dengan sebongkah senyum)
Doni :
“terimakasih ya cha, kamu temen yang baik mau ngerti aku,,aku janji sehabis
pulang dari rumah eyang langsung main kerumahmu”
Icha :
“janji ya? (melingkarkan ke dua kelingking mereka), berarti kamu gak sekolah
dong 15 hari ini?” (Tanya icha agak lesu)
Doni : “iya
cha, tapi kamu gak usah takut,,kalau ada yang jailin kamu bilang saja sama aku,
nanti kalau aku sudah masuk sekolah lagi aku akan memberi mereka pelajaran”
(kata doni yang menenangkan icha, nampaknya dia tahu kalau dia tidak masuk
temanya itu akan khawatir karena takut dijailin teman-temanya lagi, karena
sejak icha berteman sama dia, icha jarang diganggu sama anak-anak)
Icha :
“iya” (dengan senyum manisnya)
Tak lama setelah bel masuk berbunyi, gurupun masuk
ke dalam ruang kelas
Guru :
“anak-anak, ibu mau mengingatkan kalau sebulan lagi akan ada lomba cedas cermat
antar murid, jadi kalian belajar yang tekun ya biar saat lomba nanti kalian
bisa memberikan yang tebaik buat orang tua kalian, dan menjadi siswa yang
tepandai di kelas ini”
Icha mulai berfikir, mungkin ini kesempatanya untuk
mendapatkan juara agar dia bisa mendapat hadiah dari bapaknya, senyuman
lebarpun berkembang di pipinya.
Sepuluh hari berlalu, ternyata benar icha tanpa ada
doni dia selalu dijailin sari dan dita, mereka tampaknya senang sekali melihat
icha menangis, bagi mereka icha adalah kotoran yang harus dihilangkan, dan gak
pantas buat sekolah ditempat dimana hanya orang kaya saja yang bersekolah
disana.
Janji icha tak diingkari, dia datang kembali untuk
membeli penghapus yang dia idam- idamkan, sepuluh hari uangnya kini telah cukup
untuk membeli penghapus cantik itu,
Icha : “bu,
penghapus yang kemaren apakah masih ada?” (Tanya icha kepada ibu pemilik toko,
betapa kagetnya sang ibu melihat icha datang lagi, dia sungguh tidak menyangka
anak sekecil itu bisa benar-benar tepat janji dan mampu mengumpulkan uang dari
sisa sakunya, dan itu berarti selama sepuluh hari dia bersekolah, dia sama
sekali tidak jajan demi mendapatkan penghapus itu, pemilik tokopun iba)
Ibu pemilik toko: “ini pengapusnya” (setelah
beberapa menit ibu itu mencari-cari penghapus yang telah dia simpan) “kamu
cukup memberiku uang lima ribu saja”
Icha :
(melihat perkataan pemilik toko, icha amat kaget) “kenapa begitu bu?”
Ibu pemilik toko: “iya, karena aku salut dengan
usahamu untuk mendapatkan penhapus ini, kamu anak kecil yang jujur dan tepat
janji ibu suka itu, pasti kamu sangat lapar kan selama sepuluh hari kamu
sekolah kamu gak jajan, ayo ikut ibu” (kata ibu pemilik toko sambil menggandeng
icha masuk kedalam rumahnya, disuruhnya icha duduk dan diambilkanya icha kue
juga minuman dingin)
Icha : “ini
semua untuk aku?” (Tanya icha seakan tak percaya)
Ibu pemilik toko: “iya, makanlah,,pasti kamu lapar
kan? Ibu lihat kamu jalan jauh, biar kamu punya tenaga buat pulang ke rumah”
(jawab ibu itu sambil mencium kening icha) ichapun tersenyum dengan melahap
kue-kue yang lezat itu “kasihan sekali
anak ini, anday dia seberuntung anak-anak yang lain, dia gak mungkin seperti
ini, bahkan untuk membeli sebuah penghapuspun dia harus tidak jajan selama
sepuluh hari, ya Allah.. kapan hamba punya anak seperti dia, anak yang cantik
dan baik hati..”
Sore hari icha baru tiba dirumah, ibunya Nampak
telah menanti didepan pintu dengan membawa sebatang kayu, icha menunduk dan
mendekat pada ibunya (didepan rumah)
Ibu :
“dari mana saja kamu baru pulang jam segini?” (kata ibu dengan alis yang
menyatu)
Icha : “aku
dari rumah ibu pemilik toko bu” (jawab icha gemetaran) tubuh mungil itupun
mulai dihantam dengan cambukan demi cambukan oleh ibunya, teriakan dan isak
tangis icha begitu terdengar sangat sedih “ampun buuu.. ampuuun”
Ibu :
(terus memberi cambukan pada icha) “dasar anak nakal, kelayapan kemana saja
kamu sampai jam segini baru pulang, kamu gak tahu kalau ibu mencarimu
kemana-mana..kamu gak tahu kalau dari tadi ibu menunggumu pulang dan
menghawatirkanmu!”
Icha :
“ampun buuu..ampuuun.. sakit buu….. maafkan aku” (kata icha sambil mencium kaki
ibunya) cambukanpun berhenti ibunya mengangkat icha untuk berdiri, dengan cepat
dia memeluk erat dan menciumi kening anaknya itu.
Ibu :
“ibu khawatir sama kamu nduk, kamu masuk sana..ibu sudah masakin buat kamu,
sehabis ganti baju langsung makan ya”
Icha :
(dengan tangisan yang masih ada, dia hanya bisa mengangguk lagsung masuk ke
dalam kamarnya, perih, ngilu dan sakit, semua rasa itu menyatu dalam badanya,
tai dia berusaha untuk diam, dia tahu ibunya melakukan itu karena ibunya sangat
menyayanginya, jadi dia menahan semua sakit itu)
(malam hari di kamar)
Ibu :
“sini tunjukan sama ibu mana yang sakit?” (kata ibu sambil membaringkan icha
dalam pangkuanya, hatinya begitu miris melihat luka dan memar yang ada di
sekujur tubuh anaknya itu, dan dia mengobatinya) “sakit ya?”
Icha : “iya
bu, sakit…” (kata icha sambil melihat ke wajah ibunya)
Ibu :
“maafin ibu ya nduk, gara-gara ibu ringan tangan kamu jadi begini”
Icha : “gak
apa-apa bu, maafin aku juga, gara-gara aku pulang telat ibu jadi kayak gtu, ibu
kan khawatir dan sayang sama aku, itu sebabnya ibu mukul aku”
(di dalam kelas)
Icha sangat bahagia dengan penghapus barunya itu,
dia memainkanya diatas meja denga pensil seperti bermain boneka-bonekakan yang
sedang memakan kue, sari dan dita tahu, dan kebetulan dita memiliki penghapus
yang sama persis seperti yang dipunya icha, yang kebetulan seminggu yang lalu
hilang saat dia pulang sekolah, mereka berfikir kalau penghapus itu punya dita,
Dita : “itu
katyaknya penghapusku sar” (menunjuk penghapus yang dibawa icha)
Sari :
“iya dit bener banget, kok bisa dibawa sama dia ya? Atau dia punya sama kayak
kamu”
Dita : “
jelas gak mungkin sar, penghapus itu kan harganya mahal, mana mampu dia beli
penghapus itu, pasti dia mencuri penghapusku” (segera dita menghampiri icha)
Dita :
(merebut penghapus yang ada ditangan icha) “ini kan penghapusku”
Icha :
“bukan dit, itu penghapusku,,aku baru membelinya kemarin” (kata icha berusaha
mengambil penghapusnya)
Sari :
“mana mungkin kamu mampu beli penghapus mahal, jelas-jelas ini punya dita,
dasar maling” (kata sari sambil mendorong icha sampai tersungkur dilantai,
kedua tangan icha sampai berdarah karena permukaan lantainya yang keras) tak
berapa lama guru datang
Guru :
“stop, ada apa ini?” (Tanya bu guru yang melihat icha dengan telapak tangan
penuh darah dan deraian air mata)
Dita :
“icha nih bu, dia nyuri penghapus aku”
Sari :
“iya tuh bu, kemaren penghapusnya dita hilang dan sekarang ada di tanganya”
Guru : “apa
benar itu cha?”
Icha :
“tidak bu, itu semua bohong,,,itu penghapus yang kemarin aku beli”
Sari :
“bohong bu, coba ibu fikir, masak dia mampu beli penghapus semahal ini”
Guru :
“icha, kamu jangan bohong sama ibu ya!, mencuri itu gak baik,,kemaren kamu
habis menjambak dita dan sari, sekarang kamu mencuri,, apa sih mau kamu? Kamu
mau jadi anak nakal iya? Atau sudah tidak mau sekolah disini?”
Icha : “bu,
aku gak mencuri !! aku beli penghapus itu dari toko di pinggir jalan, kalau
memang ibu tidak percaya, ibu bisa Tanya langsung,,ibu gak boleh fitnah bu,
bukankah ibu pernah bilang kalau fitnah itu dosa dan dibenci sama Allah! Ibu
hanya membela anak-anak yang kaya, tapi gak pernah membela anak miskin kayak
aku bu! Ibu gak adil!” (kata icha langsung merebut penghapus dari tangan dita
dan berlari keluar, sontak guru langsung keget dan memanggil icha tapi tak
dihiraukan)
(di taman sekolah)
Penghapus yang cantik itu kini berlumuran darah dari
kedua telapak tangan icha, tangan yang lembut dan mungil itu kini terasa sakit
dan penuh dengan darah, icha menangis semakin menjadi, merasa semua dinunia ini
tidak adil untuknya. Tak sengaja guru dari kelas dua tengah melintasinya, dan
melihat tangan icha yang luka, guru itupun menghampiri icha
Bu rahma :
“nak, kamu kenapa? Kenapa tanganu berdarah?”
Icha :
(hanya terdiam dan menangis semakin menjadi, dia seolah mengadu kepada bu rahma
tentang betapa menderitanya dia hari ini) dan ichapun dibawa ke ruang kesehatan
untuk diobati, kedua tangan mungil itupun dibersihkan dan diperban setelah
diberi obat merah.
Bu rahma :
“sakit ya?” (Tanya bu rahma yang iba melihat icha dan ichapun hanya mengangguk)
“wah, penghapusnya lucu sekali,,dapat dari mana ini? Sini ibu bersihkan biar
darah yang menempel di penghapus ini bisa hilang ya”
Icha :
“kemaren aku membelinya di toko pinggir jalan raya bu, aku membelinya dengan
menyisihkan uang sakuku selama sepuluh hari karena harga penghapus itu sepuluh
ribu, tapi setelah aku kesana, dikasih setengah harga sama pemilik toko,
katanya, beliau kasihan denganku”
Bu rahma :
“memangnya kamu kalau sekolah bawa uang jajan berapa nak?” (Tanya bu rahma
sambil membersihkan penghapus cantik itu)
Icha :
“seribu bu” (mendengar jawaban icha bu rahma terhentak dan memandangi wajah
icha, wajah gadis kecil yang terlihat begitu tertekan dan menderita, bu rahma
tahu betul kalau dimata icha penuh dengan amarah dan kesedihan yang mendalam)
Bu rahma :
“betapa beruntungnya orang tua yang memiliki anak sepertimu nak, kamu kelas
berapa? Kelas satu? Nama kamu siapa?”
Icha : “iya
bu, aku kelas satu, namaku icha,,kalau nama ibu peri sendiri siapa?”
Bu rahma :
“ibu peri? Hahahaha kamu bisa saja cha, nama ibu bu rahama”
Icha :
“iya, ibu peri,,karena ibu baik hati gak seperti yang lain”
Bu rahma :
(kaget) “yang lain siapa?”
Icha :
(tertunduk) “tidak siapa-siapa bu”
Bu rahma :”
ya sudah kalau icha gak mau cerita gak papa, tapi kok kamu di luar, kamu gak
masuk kelas?”
Icha :”
tidak bu, aku takut…”
Bu ramhma :”
takut sama siapa nak? Bu guru? Atau teman-teman?”
Icha :
(terdiam)…nampaknya bu rahma tahu sebab kenapa tangan icha berdarah dan sebab
ketakutanya masuk dalam kelas
Bu rahma :”
ya sudah, bagaimana kalau ibu yang mengantarkanmu masuk kelas? Dijamin gak ada
yang berani sama ibu, kata ichakan ibu ini ibu peri, jadi ibu bisa menyihir
mereka menjadi baik semua” (kata bu rahma menghibur icha, sampai akhirnya icha
mau masuk ke kelasnya lagi)
(didalam kelas)
Bu rahma :
“bu titip icha ya. Jangan sampai dia terluka lagi” (mendengar teguran dari bu
rahma Nampak bu arini tercengang, betapa
malunya dia mendapat teguran itu dari bu rahma)
Guru : “iya
bu, sini sayang..” (kata bu arini mengajak icha, tapi icha Nampak begitu
ketakutan) “maafin ibu soal yang tadi ya, ibu gak akan memarahimu lagi, yo
duduk sama teman-teman yang lain” (mendengar kata itu icha langsung berjalan
duduk di bangkunya, dia tersenyum mendapat lambaian hangat dari bu rahma)
Pulang sekolah icha langsung masuk didalam kamarnya,
gak biasanya dia gak mau main dengan ditto , alasanya adalah karena dia takut
orang tuanya melihat tangannya terluka, dia gak mau orang tuanya sedih
melihatnya terluka. “ya Allah, kenapa
temen-temen sekolahku begitu jahat sama aku, kenapa mereka selalu jahilin aku,
apa aku ini gak pantas buat di jadikan teman ya Allah? Kenapa bu guru juga
jahat sama aku, anday saja bu guruku itu bu guru peri bukan dia, pasti aku
sangat bahagia, ya Allah… cepat turunkanlah bintang yang paling terang itu
untukku, agar aku segera merasakan bahagia selamanya” (keluh icha dalam
hati)
(pagi hari di ruang makan)
Ibu :
“cha sudah belum, ayo sini sarapan” (sambil menyiapkan sarapan buat icha) “dari
kemaren kamu belum makan lo, dikamar terus,,apa kamu sakit?”
Icha : (tak
ingin ibunya tahu tentang tanganya yang luka) “tidak bu, aku langsung berangkat
sekolah ya, aku mau belajar puasa sunah bu”
Ibu :
(kaget) “tapi kamu kan masih kecil nduk, puasa jawib saja belum diwajibkan buat
kamu, cepetan sarapan!! Ada-ada saja kamu ini nduk nduk”
Icha :
(buru-buru lari tanpa cium tangan ibunya) “aku sudah telat bu, aku berangkat
sekolah dulu ya, nanti aku jajan disana saja..assalamu’alaikum”
Ibu :
(membuntuti anaknya) “ lho lho…cha, kamu beneran gak mau sarapan?”
Tanya itu pun tanpa balasan. “kenapa dia itu, masih
kecil kok susah diatur”
Icha menulusuri jalan raya untuk yang ke tiga
kalinya, entah mengapa dia ingin sekali
melewati jalanan raya itu, tak berapa lama dia berjalan dia melihat selebaran,
sebuah selebaran lomba lari yang berhadiah kurang lebih 300 juta, begitu girang
hatinya, “kalau aku ikutan lomba ini, dan
menang aku bisa berangkatin haji ibu dan bapak, mereka kan pengen sekali
berangkat haji..dan sisanya bisa buat beli sepedah dan bisa aku berikan buat
kakak” (batin icha dengan senyum lebarnya, buru-buru selebaran itu
dimasukkan ke dalam tas, dan dia berjalan kesekolah)
(di dalam kelas)
Doni :
(tampak sumringah melihat icha yang sedang melamun) “hay…kenapa melamun aja”
Icha :
(kaget) “eh kamu don, bikin kaget saja”
Doni :
(menaruh tas dan duduk) “kamu gak seneng aku sudah sekolah lagi? Kamu lagi
ngelamunin apa sih,? Kok seneng banget kayaknya”
Icha :
“liat deh ini” ( memperlihatkan selebaran yang tadi dia ambil dari jalan)
Doni :
(membaca) “apa?? Kamu mau ikutan?? Inikan jauh sekali rutenya cha..orang dewasa
saja belum tentu bisa melakukanya, ini mustahil walaupun peseeranya anak SD,
dan umur kamupun belum 10 tahun, ini kan buat 10 tahun ke atas cha”
Icha : “gak papa kok aku bisa melakukannya, lagian
aku butuh hadiahnya buat beli sepedah dan berangkatin haji orang tuaku”
Doni :
“tapikan..” (terhenti saat tangan icha membekap mulutnya)
Icha :
“udah, jangan bikin semangatku turun)
Doni :
(kaget melihat tangan icha di perban) “tangan kamu kenapa cha?”
Icha :
(melihat tanganya) “oh,,,ini karena kemaren aku didorong sama dita dan sari”
Doni :
“jahat banget mereka, mana mereka biar aku balas kelakuan nakalnya”
(membealakan mata mencari dita dan sari)
Icha :
(menarik doni duduk di bangkunya) “sudah gak usah kayak gitu don, lagian dia
ngelakuin itu karena salah faham, soalnya penghapus yang baru aku beli,
bentuknya sama kayak penghapusnya dia yang baru hilang, jadi dia mengira itu
penghapusnya”
Doni : “tapi
tanganmu sampai luka seperti ini cha”
Icha : “gak
papa, nanti pasti akan sembuh kok..” (tersenyum meyakinkan doni)
Doni membalasnya dengan senyuman.
Jam pulang sekolah icha berada di taman sendirian,
dia melihat dengan seksama kedua tanganya yang telah diperban, nampaknya dia
ingin melepas berban yang baru sehari menempel ditangan mungilnya itu, perlahan
dia membuka perbanya, Nampak luka ditangannya masih basah, tapi dia memaksa
untuk membukanya, “aduuuuh, sakiit” sesekali dia mengeluarkan keluhat seperti
itu. “kalau perban ini masih aku pakek,
ibu pasti akan tahu kalau tanganku lagi luka, lagian kata bapak, kalau kita
luka harus dikenakan angina biar cepat sembuh”
(di rumah)
Icha :
“assalamu’alaikuum ibuuu” (berlari dengan penuh bahagia, sambil mencium tangan
ibunya)
Ibu :
(kaget karena sikap anaknya berbeda sekali saat dia berangkat sekolah)
“wa’alaikumssalam, kamu gak makan dulu?”
Icha :
(ganti baju dikamar) “iya bu setelah tidur
siang ya” (menunggu tangannya agak kering, diapun tertidur sambil
membuka tanganya ke udara)
Ibu : “ya
sudah, tidurlah” (sambil memasang kancing baju jahitanya)
(malam di kamar)
Icha :
(melihat bintang di langit) “besok lomba larinya ya Allah, semoga aku bisa jadi
juara dan menangin uang itu, gak sabar nunggu besok,,tapi sepatuku sudah gak
bisa dipakek..hmm… gak apa-apa deh, pakek seadanya saja..semoga aku menang ya
Allah amin”
(keesokan harinya di lapangan tempat berkumpulnya
pendaftar lari)
Beratapa kagetnya icha kekita di dapati pesertanya
orang-orang dewasa berbeda dengan apa yang tertulis di selebaran itu “ini perlombaan yang mustahil cha, gak
mungkin anak-anak disurug berlari sejauh itu, makanya mereka berani memberi
hadiah banyak karena itu gak mungkin di menangkan oleh anak-anak, itu
perlombaan yang mustahil” (menghela nafas) nampaknya icha teringat
kata-kata doni, semangat yang menggebu itupun sirna.
Panitia :
(melihat icha yang Nampak lesu) “kamu kenapa dek? Mau ikutan lomba juga?”
Icha :
(menunduk) “iya, tapi gak jadi deh kayaknya”
Panitia :
(kaget) “kenapa dek?”
Icha :
“yang daftar kok gak sama yang disini,” (menunjukkan selebaran yang dibawanya)
“katanya anak-anak saja, kok sama orang dewasa ikut juga om”
Panitia :
(tersenyum) ‘iya dek, rencananya dirubah karena banyak yang protes, lomba ini
mustahil kalau anak-anak saja pesertanya, karena rute yang dilalui sangat
panjang, lagian kamu juga terlalu kecil untuk ikut lomba ini, apa kamu kuat?”
Icha : “om,
kalau orang dewasa boleh ikut berarti aku juga boleh ikut kan?” (tersenyum)
“aku yakin aku bisa”
Panitia :
(menunduk) “kalau adek jatuh atau pingsan gimana nanti?”
Icha :
(memegang tangan panitia) “aku janji om aku gak akan pingsan”
Kakak :
(mendatangi tempat itu yang melihat icha sedang berbincang dengan panitia)
“kamu mau ngapain cha? Kok ada di sini?”
Icha :
(kaget) “kakak!! Aku,,,,aku,,mau ikutan lomba lari kak” (menunduk)
Kakak : “apa
kamu mau ikutan lomba ini? Buat apa cha?”
Icha : “kan
kalau menang uangnya bisa dibuat beli sepedah dan berangkatin haji ibu dan
bapak kak”
Kakak : “tapi
kamu kan masih terlalu kecil buat lomba kayak gini cha”
Panitia : “ya
sudah gini saja, bagaimana kalau kalian berdua ikut...?” (tawar panitia)
Icha :
(melihat kaki kakaknya) “ tapi kan, kakak saya gak pakek sepatu om, nanti
bagaimana dia kuat berlari, kakinya pasti akan sakit”
Kakak : “boleh
om aku ikut?” (menunduk kea rah icha) “cha, kamu jangan khawatir, kakak kan
cowok, kakak pasti kuat, aku juga gak mau melihat kamu yang berjuang sendiri
demi keluarga kita, ini demi beliin kamu sepedah cha”
Akhirnya mereka mendaftarkan diri dan bersiap-siap
untuk mengikuti perlombaan
Lomba lari akhirnya dimulai, sekuat tenaga chika
berlari undtuk melawati semua lawan-lawanya dengan semangat menggebu icha terus
berlari sampai tak merasakan sepatu yang dia pakai telah rusak dan sedikit demi
sedikit lepas dari kaki mungilnya itu, kakaknya berlari begitu kencang, satu persatu lawanya dia
tinggalkan, dia tak memperdulikan kakinya mulai lecet dan berdarah tapi dia
hanya perduli dengan sepedah adiknya chika, semua rasa sakit benar-benar tidak
dirasakannya. Tiga puluh menit berlalu ichapun tak sanggup dengan perlombakan
itu, akhirnya dia terjatuh dan tersungkur. Semua penonton berteriak tidak tega
melihat icha yang terkapar ditengah jalan peserta lain hanya melihatnya dan
berlalu tanpa ada satupun yang mau menolong, mendengar suara jeritan penonton
kakak icha langsung berbalik, betapa
kaget dirinya ketika melihat icha tersungkur sendiri, adiknya yang kecil
itu kesakitan di sana tanpa ada satu orang yang menolong.
Kakak :
“ichaaaaa,,,,” (bolak balik melihat para peserta yang berlalu melewati adiknya)
“woooy punya hati gak kalian!! Ngelihat anak sekecil itu jatuh kalian gak ada
yang mau menolongnya!! Kalian benar-benar gak punya persaan!!” (berlari
menghampiri adiknya, dan menggendong adiknya untuk pulang kerumah)
(ditengah perjalanan)
Icha :
(siuman) “kakak”
Kakak :
(terhenti dan mendudukkan adiknya dipinggir jalan setapak) “kamu sudah siuman?
Kaki kamu berdarah cha!”
Icha :
(melihat kaki kakaknya) “kaki kakak juga berdarah, maafin aku ya kak gara-gara
aku kaki kakak jadi berdarah”
Kakak : “gak
apa-apa cha, sudah sepantasnya kakak bantuin kamu” (memeluk icha) “maafin kakak
ya, kakak gak bisa menangin lomba tadi..kakak gak bisa beliin sepedah buat
kamu”
Icha : “gak
apa-apa kak, dengan kakak mau ikut lomba itu demi aku, aku sudah sangat
senang..mungkin itu bukan rezeki yang Allah berikan untuk kita kak”
Kakak :
(menggendong adiknya lagi) “ ya sudah, ayo kita pulang, nanti kakak akan obati
luka dikakimu itu”
Icha : “iya
kak”
(malam hari di depan TV)
Ibu :
(menjahit sambil melihat anaknya tengah mengobati kakinya yang luka) “kenapa
dengan kakimu itu? Kenapa bisa sampai seperti itu? Kamu habis melakukan apa?”
Kakak : (terus
mengobati kakinya) “aku dan icha tadi pagi ikutan lomba lari yang hadiahnya
bisa buat beli sepedah icha dan berangkatin haji ibu dan bapak”
Bapak :
(tersedak) “apa? Jadi adekmu juga ikutan balap lari itu?”
Kakak : “iya
pak, bahkan icha jatuh ditengah jalan tanpa ada satu pesertapun yang mau
nolongin, mereka hanya membiarkan icha tergeletak ditengah jalan dan melihatnya
saja,”
Ibu :
“sekarang dimana adekmu?” (berdiri)
Kakak :
“dikamar bu, biarkan saja dia istirahat dulu, pasti badanya sakut-sakit
sekarang” (ibupun kembali duduk)
Bapak :
“bukankah kemaren bapak sudah janji mau belikan dia sepedah,,tapi kenapa masih
ngotot seperti itu dia”
Kakak : “dia
berfikir, untuk kita makan saja susah bahkan harus ngutang, terus dari mana
bapak bisa belikan dia sepedah, dia gak mau membuat susah ibu dan bapak”
Bapak :
(menghela nafas) “dia itu masih terlalu kecil untuk memikirkan hal-hal seperti
itu, seharusnya yang dia fikirkan itu bermain bukan hal yang biasa difikirkan
orang dewasa, masih enam tahun lo dia itu”
Ibu :
“sudahlah pak, baguskan jadi dia bisa mengerti keadaan kita, dan dia gak minta
atau pengen yang aneh-aneh”
Bapak : “tapi
kita kan orang tuanya bu, kita wajib bahagiakan dan memenuhi keinginannya, “
Ibu :
“iya ibu tahu pak, tapi kalau ekonominya kita kayak gini, apa yang bisa kita
perbuat” (menaruh pisang goreng dimeja)
Bapak :
“kasihan icha” (meneguk kopinya)
(pagi hari di meja makan)
Ibu :
(menata sarapan icha) “ibu denger dari kakak, kemaren kamu ikutan lomba lari
itu ya?”
Icha :
(terdiam)
Ibu :
(menarik kaki icha dan melepas sepatu yang sangat tidak layak pakai itu)
“sepatumu sudah rusak? Hm…pantaslah, ini sepatu dari kamu sekolah TK dulu, mana
kakimu, ibu ingin lihat”
Icha :
(tetap terdiam)
Ibu : “ya
Allah, kakimu sampai begini,,,pasti sakit sekali ini di buat jalan, kamu gak
usah sekolah dulu, nanti ibu ijinkan”
Icha :
“tapi bu..” (terputus)
Ibu :
“sudah gak usah tapi-tapian, sini ibu gendong ke kamar, besok baru kamu sekolah
lagi”
Seharian icha hanya dikamar dan tidur, sampai saat
dia membuka mata, didapatinya sebuah bungkusan di sampingnya, betapa bahagianya
dia saat membuka dan tahu kalau itu sepatu baru yang dibelikan ibunya untuknya,
bukan sepatu mahal, tapi berarti begitu dalam buat icha, karena setelah 3 tahu
bersekolah baru kali ini dia ganti sepatu,
Icha :
“cantik sekali sepatu ini, makasih ibu,,makasih ya Allah” (sambil memeluk erat
sepatu itu, ibu yang tahu tersenyum dari kejauhan)
(pagi hari di dalam kelas)
Doni : “cha,
kemaren kamu kenapa gak masuk sekolah?”
Icha :
(senyum lebar) “aku kemaren istirahat, karena gak enak badan”
Doni : “tapi
sekarang sudah gak papa kan?” (khawatir)
Icha : “gak
papa kok, tenang saja”
Doni :
(tersenyum) ‘jadi, nanti aku boleh dong main kerumahmu?”
Icha :
(kaget) “bo..boleh, kamu boleh kok main kerumahku, tapi rumahku jelek, gak papa
ya?”
Doni :
(menepuk bahu icha) “gak papa ko cha tenang saja, yang pentingkan hatimu gak
jelek” (sambil tersenyum, dan ichapun ikut tersenyum).
(ditaman sekolah saat jam istirahat)
Dita :
(melihat sepatu icha yang baru) “kayaknya ada yang sepatunya baru nih”
Sari : “ya
walaupun baru, tetep aja butut, namanya juga sepatu murahan”
Icha :
(mulai jengkel) “maksud kalian apa?, meskipun ini sepatu murah, tapi ini
pembelian ibu, ini spatu sangat berharga buatku!!”
Dita :
(memegangi erat tubuh icha) “sar, ambil sepatunya” (dengan cepat sari mengambil
salah satu sepatu milik icha)
Icha :
(mencoba melawan) “kembalikan sepatuku!!”
Dita :
(tertawa dengan sari dan membuang sepatu icha ke selokan sekolah yang kotor dan
penub dengan air) “rasain tuh!!”
Icha :
(menangis) “kalian jahat!!!, kalian pasti akan dapat balasanya!! Kalian akan di
benci Allah!” (bergegas icha menyeburkan diri ke tempat selokan yang sangat
kotor itu, dia terus mencari dimana sebelah sepatunya yang telah dibuang dita
dan sari)
Tak lama setelah bel masuk berbunyi akhirnya icha
menemukan sepatunya, dia langsung kekamar mandi untuk membersihkan sepatunya
itu.
(di dalam kelas)
Guru :
(melihat ketidak hadiran icha) “ada yang tahu icha kemana? Kok bel masuk dia
belum masuk kelas”
Dita : “ pasti lagi main bu diluar, kan icha anak
nakal”
Guru :
(memegangi janggutnya) “tapi tumben, sebelumnya dia gak kayak gini”
Sari :
“benar kata dita bu. Tadi saya lihat icha sedang main di taman”
Dita :
(berdiri) “ohya bu, saya mau minta ijin ke kamar mandi dulu ya” (melihat icha
menuju kamar mandi)
Sari :
“iya bu saya juga”
Guru : “ya
sudah, tapi jangan lama-lama ya”
(di kamar mandi)
Dita :
(membelakangi icha yang sedang membersihkan sepatunya)
Sari :
(mengusapkan ingusnya di baju icha) “nih, aku tambahin,, sudah kotor juga”
(tertawa)
Dita :
(mengambil selang dan memojokkan icha sampai tersungkur) “sekalian mandi sama
orangnya, orang sepatu kotor”
Icha :
(marah) “cukup!! Belum puas kalian menjailiku!!” (didorongnya dita dan sari
sampai terjatuh) “kalau sampai kalian macem-macem lagi, aku akan laporkan ke
kepala sekolah!”
Dita :
(geram, didorongnya icha dan menguncinya ke kamar mandi) “aku gak takut sama
kamu anak kampong!!”
Icha :
(menggedor-gedor pintu) “bukain-bukain pintunya!!” (teriakan itupun tanpa
balasan)
Icha terus menangis, dibasuhnya ingus yang sari
tempelkan pada bajunya, dia merasa tidak ada lagi yang bisa menolongnya.
(di dalam kelas)
Guru :
(Nampak panic) “icha kenapa sampai sekarang tidak datang”
Dita :
“kasih tahu orang tuanya saja bu tentang kelakuan anaknya, agar orang tuanya
bisa mendidik icha dengan baik, gak nakal”
Guru :
‘benar juga katamu”
(di kamar mandi icha masih menangis)
Bu rahma :
(mendengar suara tangisan yang sangat lirih) “ siapa di dalam?” (mengetok pintu
kamar mandi, melihat terkunci dari luat, pintu itupun dibuka, betapa syok wajah
bu rahma melihat icha sedang terduduk sambil menangis dengan tubuh yang basah
kuyub) “ ya Allah, icha..kamu gak kenapa- napa nak?” (menggendong icha ke ruang
kesehatan)
( di ruang kesehatan)
Bu rahma :
“kamu kenapa bisa begini?” (mendekap icha dengan handuk)
Icha :
“saya di jailin teman bu”
Bu rahma :
“ bilang sama ibu, siapa yang jailin kamu sampai kamu kayak gini? Ini sudah
tindakan pidana, mereka melakukan ini gak sekali dua kali, kemaren tangan kamu
luka pasti dijahilin mereka juga kan?”
Icha :
(memohon) “ ibu peri jangan bilang siapa-siapa, aku takut malah akan dijailin
lagi bu,, biarkan saja mereka begitu, aku gak apa-apa bu”
Bu rahma :
(menangis dan memeluk icha) “ ya Allah cha, kamu anak yang baik, ibu sampai gak
tega melihatmu seperti ini,,apa perlu setiap hari ibu datangin kelasmu biar
mereka takut dan gak berani jailin kamu sayang?”
Icha :
(tersenyum) “aku gak apa-apa bu peri, ibu peri gak usah repot-repot, dengan ibu
peri memelukku dan menyayangiku seperti ini, aku sudah seneng”
Bu rahma :
(mencium kening icha) “ ibu sayang sama kamu nak)
(di depan kelas)
Doni :
(mondar- mandir di menunggu icha) “icha kemana sih? Kok dia gak muncul saat
pelajaran dan saat pulang kayak gini! Katanya mau ngajak aku main kerumahnya!”
Nampak icha datang dengan pakaian yang masih basah
kuyub
Doni : (
melihat kedatangan icha) “icha…!! Kamu kemana saja, kenapa kamu tadi gak ikut
pelajaran terakhir?” (melihat baju icha yang basah) “kamu kenapa cha?”
Icha :
“aku,,aku gak apa-apa don, ayok katanya kamu mau kerumahku?” (mengambil tasnya
dan berjalan keluar)
Doni :
(membuntuti langkah icha) “beneran kamu gak papa? Tapi kamu basah kayak gitu?”
Icha :
(terhenti sambil tersenyum) “aku gak kenapa-napa doni.. ok!!” (kedua anak itu
berlarian dengan bahagianya melewati pematang sawah, perjalanan ke rumah icha memang
sangat jauh, tapi icha tidak membawa doni pulang, dia langsung mengajak doni
menemui ditto tanpa pulang terlebih dahulu)
Icha :
(berlari menhampiri ditto yang sudah ada di gubuk dekat sawah) “ ditto !!!”
Ditto :
(menoleh dengan senyuman yang mengembang) “cha, akhirnya kamu datang juga,
sudah lama aku disini”
Icha :
“maaf, tadi ada sedikit masalah..ohya kenalin, ditto ini doni dan don ini ditto
“ (ditto dan doni saling bersalaman dengan senyuman lebar, akhirnya mereka
mulai bermain sampai petang)
Icha :
“makasih ya ditto udah nemenin doni main”
Doni : ‘iya
ditto, berkat kamu dan icha aku jadi merasakan yang namanya bermain layaknya
anak- anak seusiaku, baru kali ini aku merasakan bahagia, begitu bahagia”
(tersenyum lebar)
Ditto :
(menepuk bahu doni) “iya don, dan jangan kapok-kapok ya main kesini lagi”
Doni :
“siip”
(didepan rumah, terlihat begitu sepi, ichapun masuk
setelah mengantar doni sampai di jemput supirnya)
Ibu :
“jadi begini ya kelakuanmu, masih kecil sudah berani bolos sekolah dan
kelayapan sampai sore seperti ini!” (ucapan selamat datang ibu membuat icha
kaget, icha hanya menunduk, dan ibupun memukulinya dengan keras, icha hanya
terdiam, dia tak lagi menjerit maupun menangis, kepalanya pusing dan tiba-tiba
tubuhnya lemas, sesaat diapun pingsan) “ichaa!!” (teriakan syok ibunya)
Sudah hampir dua jam icha tak sadarkan diri, bapak
ichapun marah dengan sikap ringan tangan istrinya.
Baak : “bu,
kamu tahu sendiri kan icha masih kecil dia masih 6 tahun, kenapa ibu pukuli
dia!! Ibu keterlaluan!”
Ibu : “ibu
mukulin dia pasti ada sebabnya pak, itu karena dia bolos sekolah,,gurunya tadi
kesini bilang sama ibu”
Bapak : “akan
tetapi tidak seperti ini cara mendidik maupun membuat jera icha bu!! Dia masih
terlalu kecil buat ibu pukul! Kalau terjadi apa-apa,, apa ibu mau!”
Ibu :
(menangis sambil memeluk icha yang tak kunjung bangun) “bangun nduk, bangun,,,maafin ibu nduk”
Kakak :
(memeriksa tubuh icha) “dia deman bu pak, dia harus diperiksa sama bidan,
takutnya terjadi apa-apa sama dia”
Bapak :
“tolong kamu panggilkan bidan buat adikmu, aku gak mau kalau adikmu sampai
kenapa-napa”
Kakak : “iya
pak” (keluar mencari bidan)
(di rumah doni)
Papa :
(mondar \-mandir dengan penuh emosi) “kemana saja kamu jam segini baru pulang?
Dan bajumu kusut sekali!”
Mama :
(memeluk erat doni) “sudah lah pa, mungkin doni habis dari rumah temenya,
jangan marahin,,kasihan kan dia masih anak-anak”
Papa :
“kalau dia main dirumah teman, teman yang mana sampai bajunya seperti itu?
Teman kampungnya itu!”
Pak sopir :
“tadi saya mengajak den doni jalan-jalan keliling sini saja pak, berhubung den
doni pengen keluar jadinya kotor begitu, saya yang salah pak” (menutupi
kesalahan majikan kecilnya, karena dia thu betul bagaimana persaan majikan
kecilnya itu)
Papa :
(memegang kepalanya) “yasudah,, ma,,,mandikan doni dan suruh dia buat
istirahat”
Mama : “iya
pa”
( di kamar icha )
Bu bidan :
(menghela nafas panjangnya) “bu, pak…saya tidak tahu apa yang sebenarnya
terjadi, tapi sakit yang dialami icha nampaknya bukan dari lahirnya saja, tapi
batinya juga, malah kelihatanya batinya lebih tertekan,, saya tidak tahu apa
yang membuat dia seperti ketakutan seperti ini, tapi..bapak dan ibu sebagai
orang tuanya seharusnya harus tahu dan mengerti apa saja yang membuat anak
bapak dan ibu nyaman ataupun tidak, saya khawatir kalau diterus-teruskan
seperti ini malah akan mengancam jiwanya bu, pak…” (berdiri) “icha itu masih
kecil, dia masih butuh perhatian dan kasih sayang,,jangan sampai masa kecilnya
terenggut ya pak bu,,” (menulis resep obat) “ini resep obatnya, nanti bisa
diambil di puskesmas ya, saya permisi dulu”
Ibu :
(mengikuti bidan keluar rumah) “terimakasih bu, sudah memberikan arahan dan
masukan kepada saya dan keluarga”
Bu bidan :
(tersenyum) “iya bu, sama-sama,,kalau begitu saya permisi pamit dulu bu”
Ibu :
“iya bu”
Sudah dua hari ini sakit icha tak kunjung sembuh,
wajahnya terlihat sangat pucat, ibu baru menyadari di kedua telapak tangan icha
terdapat bekas luka yang masih sangat begitu terlihat, menangis ibu icha
melihat betapa menderitanya anak mungilnya yang malang itu, sempat dia teringat
tentang permintaan icha untuk berhenti sekolah, tapi dia tak berfikir sejauh
ini dia harus menderita “ibu gak pernah tahu nduk, begitu menderitanya dirimu
disekolah itu,,,ibu janji sehabis semester ibu akan memindahkanmu kesekolah
lain walau harus menjual sawah satu-satunya yang bapak punya” gumam ibu sambil
mencium kedua tangan anaknya.
(di kantor)
Bu rahma :
(melirik bu arini) “memang bener ya, kalau wanita masih lajang rasa ke ibuan
dan tahu siapa yang nakal atau tidak itu belum muncul”
Guru :
(merasa disindir) “ apa maksud bu rahma bilang begitu? Apa bu rahma mau
menyindir saya?”
Bu rahma :
“bu, seharusnya anda jadi guru kelas satu, anda lebih bijak dan sabar dalam
mengajar, dan gak pilih kasih Cuma gara-gara salah satu murid ibu orang gak
punya, ibu tahu kan kalau tindakan kekerasan itu melanggar hokum, bahkan sampai
membuat kedua tangan muridnya berdarah..”
Guru : (naik
darah) “denger ya bu rahma, saya sama sekali tidak melakukan hal itu, murid
yang lain lah yang melakukan seperti itu pada icha!”
Bu rahma :
“memang anda tidak melakukanya, tapi anda tidak melerai ataupun menolongnya
kan? Ingat guru itu orang tua kedua dari murid-murid kita ketika mereka
disekolah bu, tolong jangan pernah bedakan mereka, dan saya tegaskan sekali
lagi ya bu, selain saya ngajar kelas 2, saya juga wakil kepala sekolah disini,
ini peringatan pertama buat anda, saya harap,,kejadian seperti kemaren tidak
menimpa kepada murid siapa saja” (pergi meninggalkan kantor)
Bu arini hanya bisa membisu dengan penuh kekesalan.
( di kamar icha)
Ibu :
(menyuapi icha) “kamu kan belum sehat benar nduk, gak usah dipaksain sekolah
dulu besok”
Icha :
(dengan makanan yang memenuhi mulutnya) “tapi sebentar lagi ada lomba cerdas
cermat di kelasku bu, kalau aku gak masuk nanti aku gak bisa jadi juara”
Ibu :
(tersenyum) “memang kamu bisa menangin lomba itu?”
Icha :
(optimis) “aku akan belajar dengan rajin bu, biar bisa menang, biar bisa buat
ibu dan bapak bangga sama aku” (tersenyum lebar)
Ibu : “ya
sudah, kalau itu keinginanmu..tapi disekolah jangan nakal, duduk dibangkumu
saja kalau memang gak ada yang dikerjain”
Icha : “iya
bu, makasih” (dengan senyuman manis)
(di sekolah)
Doni :
(Nampak berdiri di depan kelas)
Icha :
“kamu ngapain di sini don?”
Doni :
(girang) “icha..!!! akhirnya kamu masuk juga…kamu sudah sembuh?”
Icha :
(tersenyum) “iya dong aku sudah sembuh”
Doni : “aku
senang kamu bisa sekolah lagi”
Icha :
“kenapa? Kan temanmu disini banyak,,aku malah yang temanku Cuma kamu di kelas
ini”
Doni : “iya
temenku banyak, tapi yang tulus dan yang mau memberi tahu aku bagaimana rasanya
jadi anak-anak itu Cuma kamu, makasih ya”
Icha :
“sama-sama don”
Sepanjang pelajaran bu arini tak sedikitpun menegur
icha, ntah apa yang terjadi, ichapun mulai merasakan sikap dingin bu arini
Icha :
(menunduk) “don, kenapa bu guru gak mau melihat dan menyapaku ya? Padahal aku
kan baru masuk sekolah”
Doni :
“bukanya dia begitu sama kamu sudah dari dulu ya? Sudahlah cha biarin aja,
mungkin bu guru lagi ada masalah”
Icha :
(menghela nafas) “mungkin aja ya don”
Doni : “gitu
dong, lebih baik kamu focus lomba cerdas cermat biar kamu bisa menang, dan kamu
bisa menunjukan kepada bu guru kalau kamu itu pantas buat di perhatikan”
(memberi semangat)
Icha : “iya
don, makasih ya…kamu memberiku semangat” (tersenyum)
Doni :
“pasti dong,,!! Itu kan gunanya temen”
Habis pulang sekolah doni dan icha belajar bersama,
mereka Nampak tekun belajar kelompok agar sama-sama bisa menjadi juara saat
lomba cerdas cermat nanti.
(di dalam kelas)
Sari :
(melihat icha belajar) “sudah deh gak usah belajar, kamu gak akan menang,
lagian bu guru juga sudah benci sama kamu”
Dita : “iya
nih, udah dibenci semua teman dan guru dikelas, masih aja berani sekolah
disini”
Saat icha mau pergi ditabraknya icha sampai icha
terjatuh, merasa tidak terima icha langsung mendorong dita dan sari sampai
mereka terjatuh dan menangis, ichapun langsung berlari dan membolos saat jam
pelajaran terakhir
Dia berjalan menyusuri kota, melihat
kebebasan,menikmati hari ini tanpa beban, dia bertemu dengan ditto yang Nampak
asyik mengerjakan suatu pekerjaan.
(ditoko)
Icha :
(melihat ditto tengah bersih-bersih) “ditto kamu ngapain disini?”
Ditto :
(kaget) “icha,,!! Bagaimana kamu bisa disini?”
Icha :
(kebingungan) “aku,,,aku lagi jalan-jalan saja ditto, kamu ngpain disini?”
Dito :
(terhenti dari pekerjaannya dan duduk disebuag tempat duduk) “aku lagi kerja
cha, buat bantu ibu dan bapak, lumayanlah…”
Icha :
“boleh aku ikut? Hari ini saja”
Ditto :
(kaget) “buat apa cha kamu ikut? Kamu kan harus sekolah”
Icha : “aku
sudah pulang sekolah kok”
Ditto :
“tapi kan,,,,” (terputus)
Icha :
“sudahlah ditto , lagian aku butuh uang buat daftar lomba cerdas cermat, ibu
dan bapak lagi gak punya uang, aku gak mau membebani mereka”
Ditto :
“memang berapa yang kamu butuhin cha?”
Icha :
“sepuluh ribu to”
Ditto : “ya
sudah kalau begitu ayo bantuin aku buat nyuci piring, nanti uangnya dibagi dua”
Icha :
“beneran boleh?”
Ditto : “iya
cha, kamu kan lagi butuh uang”
Icha :
“terimakasih ditto “ mereka berduapun segera mencuci piring hingga siang hari.
(di jalan menuju rumah)
Ditto :
(Nampak sibuk menghitung uang yang didapatnya tadi) “ini buat kamu”
(mengulurkan uang 10.000 kepada icha)
Icha :
(mengambil uang itu) “tapi apa kamu gak kurang? Kenapa kamu kasih sebanyak ini
buat aku?”
ditto : “tenang
aja cha, tadi dapatnya lebih kok, jadi bisa dibagi dua..kamu pembawa rejeki ya
hehehe” (tertawa lebar)
icha :
“benarkah begitu? Wah syukurlah, jadi uang ini bisa aku buat daftar lomba
cerdas cermat besok dong, terimakasih ya ditto “
ditto :
(bingung sambil menggaruk kepala) “terimakasih buat apa cha?”
icha :
“kamu selalu mengajariku bagaimana menikmati dunia anak-anak yang hampir
direnggut sama teman-teman sekolahku”
ditto :
“kamu lagi ada masalah sama teman-teman sekolahmu ya? Kamu diapakan mereka sampai
begini? Biasanya kamu paling tegar cha”
icha :
(menunduk) “mereka jahat sama aku to, mereka selalu nyaikitin aku,,Cuma doni
yang baik sama aku,,apakah orang miskin gak boleh sekolah di sekolah favorit
ya?”
ditto :
“mereka jahat ya sama kamu cha? Udah gak usah difikirin cha,,mereka iri sama
kamu makanya merka begitu,, kamu harus tetep semangat biar mereka tahu siapa
kamu, ok!!”
icha :
“makasih ya to, kamu baik banget,,jangan cerita ke bapak dan ibu ya,, aku gak
mau mereka sedih kalau tahu masalah ini”
ditto :
“kita kan teman cha, harus saling membantu,,,siap! Aku gak akan cerita sama
orang tuamu, asal kamu juga bisa jaga diri ya”
icha :
“iya ditto , tenang saja “ (dengan senyum manisnya)
(di rumah icha nampak tekun belajar)
Ibu tampak sedang sibuk menjahit
Icha :
(menaruh tas di meja dekat ibunya) “bu, besok dikelas ada lomba cerdas cermat,
dan teman-temanku orang tuanya semua lihat, ibu mau kan kesana buat lihat
perlombaanya?”
Ibu :
(tetap dengan pekerjaannya) “oalah nduk..nduk, kamu kan tahu ibu ini sibuk
menjahit dan bantu bapak disawah, gak ada masalahkan kalau besok ibu gak
kesana, toh itu gak wajib juga,,”
Icha :
“tapi bu..” (terputus)
Ibu :
“sudahlah, ibu gak bisa kesana,,,kamu berangkat sendiri, biasanya juga kan
seperti itu,,”
Icha : “iya
bu” (Nampak lesu dan masuk kamar)
(malam hari di kamar)
Icha :
(membuka jendela dan melihat bintang-bintang) “ya Allah, sebenarnya besok aku
ingin sekali ibu datang kesekolah, kayak orang tua teman-temanku yang
mendampingi anaknya,,tapi gimana lagi “ (Nampak tertunduk lesu) “lagian besok
memakai baju bebas, aku gak punya baju bagus buat ke sekolah besok” (melamun)
“ya sudah pakek seadanya saja” (terdiam sebentar) “ya Allah, kapan bintang
kebahagiaan itu kau turunkan untukku..” (keluhnya dalam malam)
(pagi hari di kamar)
Nampak icha sedang memilih-milih baju
Icha :
(mengangkat 3 baju dan membandingkanya) “kok robek semua ya,, gak ada yang
masih layak dipakai” (lesu) dia mulai mengingat baju yang ibu jaitkan untuknya
1 tahun yang lalu, segera dia mencari baju itu “wah ketemu” (penuh kegirangan)
“tapii,, kok sobek juga ya” (yang melihat baju itu sobek sebesar jempol kaki
bapaknya) “gak apa-apalah, ini mending dari yang lain”
(di depan rumah)
Icha : “bu
aku berangkat dulu ya” (mencium tangan ibunya)
Ibu :
“iya nduk, hati-hati”
Icha :
“assalamu’alaikum”
Ibu :
“wa’alaikumssalam”
Icha begitu bersemangat berangkat sekolah pagi ini,
nyanyian-nyanyian kecil mengiringi langkahnya, dia ingin menjadi juara walaupun
itu mustahil dilakukanya, karena dia ingin membuat bangga kedua orang tuanya.
(di kelas)
Sari :
(melihat baju icha penuh penghinaan) “ih, bajunya jelek banget deh, bolong
lagi”
Icha :
“memangnya kenapa kalau bajuku gak sebagus bajumu? Kan kamu gak yang beli”
Dita :
“malu-maluin, ohya ibumu gak ada lagi ya?”
Sari :
“mungkin malu punya anak kayak kamu” (tertawa penuh kemenangan)
Icha :
“mungkin orang tua kalian yang malu, makanya mereka datang biar mereka bisa
ngawasin kalian biar gak malu-maluin”
Dita :
(merasa tersinggung langsung mendorong icha sampai dahi icha kena bangku sampai
berdarah, bu arinipun tak sengaja melihatnya) “rasakan!”
Guru :
(kaget, dan melerai) “apa-apaan ini kalian, nakal ya kalian!” (menolong icha)
Icha :
(marah) “sekarang bu guru lihat kan, siapa yang sebenernya salah, dan siapa
yang sebenarnya nakal,” (langsung berlari pergi)
(di belakang sekolah icha terus menangis)
Icha :
“ibu, anday ibu mau kesini..aku pasti seperti teman-teman yang lainnya bu,
bahagia karena ada ibu mereka yang selalu mendampingi, aku ingin seperti itu
bu, aku iri melihat mereka” (keluhnya dalam tangis)
(di tempat lomba)
Para siswa tampak bersemangat mengikuti seleksi dari
setiap guru yang menjadi panitia pada siswa kelas satu, kerana memang lomba
cerdas cermat ini hanya untuk kelas satu, dari 36 siwa diseleksi terpilih 20
besar siswa, dan setelah itu akan dipilih 10 besar siswa berbakat yang nantinya
akan diseleksi dengan lebih ketat untuk menentukan 3 besar yang akan mengikuti
lomba cerdas cermat dan memperebutkan juara 1.
Dita :
(melihat icha yang masih selamat dalam kualifikasi) “untung banget kamu bisa
masuk 10 besar, aku sampai gak percaya”
Sari :
“kalau pinter gak mungkin, kan otaknya gak pernah dikasih makanan 4 sehat 5
sempurna,,pasti ada apa-apanya”
Icha :
(cuek) “terserah kalian mau bilang apa” (berlalu meninggalkan keduanya)
Tak lama datang doni menyapa icha
Doni : “cha,
tadi bagus banget, pasti sari dan dita kesel kamu cuekin dan gak kepancing sama
mereka”
Icha : “iya
don, dan mereka juga marah karena gak bisa nyakitin aku” (penuh kegirangan)
Doni :
“setidaknya kamu bisa menghindari mereka aja sudah bagus cha, tetap semangat
buat jadi juara di cerdas cermat ini, aku yakin kamu pasti bisa”
Icha :
“tapi kamu kan juga ikut 10 besar, apa kamu gak mau menang?”
Doni : “soal
aku menang atau tidak gak masalah buatku, yang terpenting kamu bisa menang, kan
kamu pernah bilang, kalau kamu mau ikut lomba ini buat orang tuamu bangga, dan
sekarang mereka gak bisa kesini, setidaknya kamu bisa bawa pulang hadiah biar
orang tuamu tahu kalau kamu juara” (senyum memberi semangat)
Icha : “kamu
bener don, walaupun ibu dan bapak gak mau kesini dan gak pernah mau tau tentang
aku, setidaknya aku bisa buktikan sama mereka kalau aku juara, dan bisa buat
bangga mereka”
Akhirnya setelah mengikuti seleksi yang sangat
ketat, terpilihlah 3 siswa yang akan mengikuti lomba cerdas cermat
Guru :
(membacakan pengumuman) “dari hasil seleksi yang panjang, maka kami pilih 3
yang terbaik dari 10 besar yaitu doni araka putra, sari angelica, dan icha”
Begitu namanya tidak dipanggil ditapun mengamuk
Dita :
(berdiri dari posisi duduknya) “bu gimana sih, kok aku gak kepilih malah icha
yang kepilih, dia itu lebih pinter dari aku!!”
Guru :
“dita, pemilihan ini kan sesuai kemampuan kalian, dan kalau icha terpilih
berarti icha lebih baik dari kamu, kamu harus supportif ya”
Mama dita :
(ikut berdiri) “saya gak terima kalau anak saya harus kalah bersaing sama anak
kampungan kayak icha, apa jangan-jangan ibu ini pilih kasih ya?”
Merasa tersinggung, bu rahma akhirnya angkat bicara
Bu rahma : “mari bu ikut saya ke kantor, dan mamanya
sari juga, saya mau memberitahu kalian sesuatu tentang anak-anak anda”
Merekapun menuju kantor
Bu rahma :
“silahkan duduk”
mama sari :
(bingung) “memangnya ada apa bu sampai saya juga dipanggil, bukankah yang
proses itu mamanya dita?”
mama dita :
(tersinggung) “eh jeng, mentang-mentang anak kamu sudah terpilih jadi 3 terbaik
jadi kayak gini ya”
mama sari :
“lo bukanya benar kan jeng, kamu yang protes”
bu rahma :
(tersenyum) “sebenarnya tujuan saya ajak anda-anda ini kesini, bukan untuk
membicarakan masalah perlombaan tadi”
mama sari :
(makin tidak mengerti) “kalau bukan masalah itu terus masalah apa bu?”
bu rahma :
(menata duduknya) “jadi begini bu, melihat tingkah laku anak-anak selama
belajar disini saya sangat miris, entah itu sifat buruk yang jadi PR besar buat
kami para guru, atau memang sudah didikan dari kecil” (melirik mama dita) “dita
dan sari sangat arogan sekali, mereka selalu membedakan teman-temannya
berdasarkan status sosialnya, bahkan salah satu siswa disini ada yang jadi
bulan-bulanan mereka gara-gara mereka fikir siswa tersebut status sosialnya
lebih rendah dari mereka, apakah ada yang mau menjelaskan kepada saya mengapa
anak-anak itu sampai bersikap se agresif itu?” (melirik mama sari dan dita)
Nampak mama sari dan mama dita tercengang kaget
Mama sari :
“jujur ya bu, saya selaku mama dari sari kaget mendengar berita ini, karena
saya tidak pernah sekalipun membeda-bedakan atau mendidik anak saya untuk
menjauhi temanya yang status sosialnya dibawahnya, apa lagi sampai se agresif
itu”
Mama dita :
(terlihat lebih cuek) “lagian sampai diapain sih bu siswa itu kok sampai segini
hebohnya”
Bu rahma :
(terdiam dan mulai bisa menebak karakter dari kedua mama siswanya tersebut,
diapun menghela nafas) “ibu tahu apa yang anak-anak ibu lakukan dengan teman
sekelasnya? Mereka bukan hanya menghina atau mengejek lo bu, tapi mereka sudah
main kekerasan dan tak jarang mereka mendorong, bahkan sampai mengunci temannya
didalam kamar mandi, saya bisa saja melaporkan hal ini ke pihak yang berwajib
atau perlindungan anak lo bu”
Mama sari :
(Nampak sangat syok dengan kelakuan anaknya) “memangnya teman sari disekolah
siapa bu kok sampai ugal-ugalan seperti itu, setahu saya sari kalau dirumah
manis sekali sifatnya, ini gak mungkin sekali bu”
Mama dita :
“iya benar apa yang dikatakan mama sari, bu jangan fitnah anak kami ya, saya
bisa tuntut balik anda!” (dengan gaya sok kuasa)
Bu rahma :
(tersenyum menanggapi perkataan kedua orang tua murid itu) “kalau memang
mamanya dita tidak percaya, saya punya bukti-buktinya. Apa perlu saya tunjukkan
sekarang?”
Mendengar perkataan bu rahma, mama dita seakan
ketakutan.
Mama sari :
(menengahi) “sekarang begini saja, kalau memang anak kami salah, lakukan dan
didik sengan sebaik-baiknya bu, kami tidak masalah asal kelakuan anak kami bisa
menjadi lebih baik”
Mama dita :
“gak bisa begitu dong, memangnya anakku bersalah,,,saya gak merasa anak saya
punya salah ya bu”
Bu rahma :
“kelihatanya saya tahu orang tua mana yang mendidik anaknya seperti itu, jika
anda keberatan, anda bisa mencarikan sekolah yang lain buat anak ibu, kami
selaku guru tidak masalah, lebih baik keluar satu siswa yang bikin kerusuhan
dari pada siswa-siswa kami semakin ditindas”
Mendengar perkataan tegas dari bu rahma, mama dita
hanya bisa terdiam, karena sekolah ini adalah sekolah bergengsi dan terfavorit
yang ada di wilayahnya, jadi menurutnya lebih baik dia mengelah.
Mama sari :
“saya menikuti ibu guru saja selaku wakil kepala sekolah disini”
Bu rahma :
“terimakasih atas kepercayaan yang anda berikan bu, lagian murid yang ditindas
itu dapat beasiswa yang diberikan sekolah ini karena waktu dia TK kemampuanya
melebihi anak-anak, jadi tolong hargai keputusan guru-guru disini ya bu”
Mama sari :
“iya bu, kalau begitu kami pamit keluar dulu”
(di tempat perlombaan)
Perlombaan berjalan sangat ketat, setelah lama
beradu otak sampai sekor ketiganya sama,
Guru : “baik
lah berhubung nilai dari ketiganya sama, kami selaku tim panitia sudah
mempunyai sebuah tantangan tambahan, sebelumnya kami mau mengucapkan kebanggaan
kami terhadap murid didik kami yang begitu pandai, dan tantangan terakhir
adalah menghafal surat Al-ikhlas dengan baik”
Sontak ke tiga peserta itu langsung tercengang, doni
menekan tombol merah pertanda dia tidak bisa, tak berapa lama saripun mengikuti
langkah doni, semua tertuju pada icha yang nampaknya belum memencet tombol
merah itu, Nampak icha terdiam sesaat lalu dia mulai melantunkan surat
Al-ikhlas, betapa kagetnya semua yang ada disana, dia mampu menghafalkan dengan
benar dan dengan suara yang begitu indah, semua semakin tercengang dan
dihipnotisnya untuk beberapa saat.tepuk tanganpun mulai berhamburan dan sudah
dipastikan siapa pemenangnya,
Guru : setelah
melihat hasil seleksi maka pemenang lomba cerdas cermat tahun ini adalah ‘icha’
baik icha, silahkan maju ke depan”
Icha ragu untuk maju kepedan karena bajunya yang
bolong-bolong dia takut jadi bahan tertawaan nantinya.
Doni : “ayo
maju cha,,,semangat!!”
Icha :
“tapi don, bajuku bolong” (menunduk sedih)
Doni : “icha
yang dinilai bukan bolongnya bajumu tapi kepandaianmu, kamu harus bangga dong,
aku yankin kamu bisa”
Icha :
(tersnyum) “makasih ya don kamu sudah nguatin mentalku, yaudah aku maju dulu
kalau begitu”
Dengan segera icha maju kedepan untuk menerima
hadiah, dia Nampak melihat sisi samping bajunya yang bolong, tapi doni selalu
meyakinkan dia dengan senyuman lebar di bibirnya.
(pulang sekolah dirumah)
Icha :
(berlari dengan senyuman lebar) “ibuu aku menang bu, aku jadi juara lomba
cerdas cermat tingkat siswa kelas 1”
Ibu :
(mengutak-atik baju jahitanya tanpa ekspresi sedikitpun) “oh begitu, yaudah
makan sana”
Icha :
“tapi….” (kecewa dengan ibunya) “ya sudah aku mau ke rumah ditto saja bu”
Setelah berganti baju ichapun langsung menuju sawah
tempat ditto berada.
Ditto :
(kaget melihat icha berlari dengan penuh semangat) “kenapa tuh anak, seneng
banget kayaknya”
Icha :
(berteriak menghapiri ditto ) “ditto, aku lagi bahagia”
Ditto :
“kamu belum bilang saja sudah ketebak dari raut wajahmu yang bersinar ngalahin
sinar matahari” (ledek ditto sambil mencubit pipi icha)
Icha :
(tertawa kecil) “iya nih, aku jadi juara lomba cerdas cermatnya to,, makasih
ya, berkat bantuanmu mencari uang kemaren aku jadi bisa ikut lomba”
Ditto :
(terkejut) “benarkah” (senyuman yang merekah) “Alhamdulillah ya Allah,,harus
dirayakan nih,,,”
Icha :
“dirayakan gimana maksdunya to?”
Ditto :
(menarik tangan icha) “ayo ikut aku”
Mereka berduapun berlari menuju pasar dekat desa
mereka
Icha :
(penasaran) “kamu mau ngapain to bawa aku ke pasar?”
Ditto :
“sudah diam saja, kamu tunggu disini dulu ya, aku mau cariin sesuatu buatmu”
(berlari meninggalkan icha, sementara itu icha setia menunggu kedatangan ditto
)
Icha :
“sudah mencari-carinya?”
Ditto :
(tersenyum lebar dengan menyembunyikan sesuatu di tanganya) “sudah dong, kamu
pejamkan mata sebentar ya. Ada hadiah buat kamu”
Icha : “apa
to?”
Ditto :
“sudah, pejamkan mata saja”
Ichapun menurutinya, ditto memasang jepitan rambut
warna pink ke rambut panjang icha, icha begitu Nampak cantik dengan jepitan
rambut itu.
Icha :
(membuka mata) “waaah canti banget jepitan rambutnya to, baru kali ini aku
punya jepitan rambut sebagus ini”
Ditto :
“sebenarnya yang cantik bukan jepitan rambutnya, tapi orangnya” (menggoda)
Icha :
(menangis haru) “makasih banyak ya ditto, kamu baik banget, ibu saja gak peduli
tentang perlombaan ini, aku fikir ibu akan bangga kalau aku bisa menang lomba
ini, ternyata tidak sama sekali”
Ditto :
(menepuk bahu icha) “cha, gak usah sedih ya, mungkin ibumu lagi sibuk saja, dan
jangan pernah melalukan sesuatu dengan pamrih, ok!!”
Icha :
(tersenyum) “iya to, makasih banyak ya “
(malam hari dikamar)
Seperti biasa icha membuka jendelanya lebar-lebar
sambil menatap langit yang bertaburan bintang, tak lupa buku using itu selalu
dipegangnya dengan erat.
Icha :
(melihat bintang-bintang) “ya Allah, aku jadi juara lomba cerdas cermat, aku
seneng banget,,makasih ya ya Allah, engkau sudah memberi kebahagiaan hari ini,
tapi sebenarnya aku sedih ya Allah” (terhenti sambil meneteskan airmata)
“kenapa ibu kelihatanya gak seneng ya ya Allah aku menang, aku ingin
diperhatikan ibu seperti anak- anak lain ya Allah, aku juga ingin bercerita
sama ibu tentang apa yang aku alami disekolah selama tiga bulan ini, tentang
semua kesedihanku, tapi ibu kayaknya gak mau mengerti aku” (menggeleng-geleng
kepala) “ya Allah maafkan aku ya, aku sudah gak bersyukur sama engkau ya Allah”
(pagi hari di dalam kelas)
Doni : “hay
cha, lagi ngapain nih?”
Icha :
(tersnyum) “lagi baca buku nih,”
Doni : “ini
buat kamu” (mengulurkan sebuah bungkusan)
Icha : “apa
ini don?”
Doni :
“hadiah kecil buat temenku yang kemaren dengan hebat bisa jadi juara lomba
cerdas cermat” (tersenyum lebar)
Icha :
“makasih ya don” (menerima kado itu)
Doni : “kok
gak dibuka sih, buka dong”
Icha :
“beneran boleh dibuka?”
Doni :
“boleh dong cha, itukan sudah jadi milik kamu”
Icha : “ok
aku buka ya” (membuka bungkusan kado tersebut, icha Nampak bahagia setelah tahu
isi kado itu apa,) “baju!!,,bagus banget don, makasih ya” (terharu)
Doni : “kamu
kan kemaren kayak gelisah karena bajumu, jadi aku belikan yang baru ya, biar kamu
nyaman dengan baju yang kamu pakek, gak bolong lagi”
Icha :
“siap bos,”
Doni :
“dijaga tuh, jangan dirusak-rusakin ya” (tersenyum)
Icha :
“iya-iya gampang deh”
(ditaman sekolah)
Nampak sari dan dita sedang duduk santai di jam
istirahat
Sari :
“aku kemaren dimarahin mama dit, karena kita jailin icha”
Dita :
“bukan hanya kamu, aku juga sar, kayaknya icha sudah mulai ngelunjak deh, dasar
anak kampong”
Sari :
‘sudah ya jangan jailin dia lagi,,aku gak mau dapat masalah Cuma gara-gara
icha”
Dita :
“jadi apa kamu mau dijajah sama anak kampong?”
Sari :
‘tapi,,” (terhenti)
Dita :
“sudah deh sar, jangan jadi pecundang seperti ini,,”
Sari :
‘iya-iya aku ikut kamu saja”
Dita :
“gitu dong, kita harus singkirkan anak miskin itu”
(sepulang sekolah ditaman)
Bu rahma :
(setengah berlari menghampiri icha) “cha tunggu”
Icha :
(terhenti dan menoleh) “iya bu, ada apa?”
Bu rahma :
“ayo ikut ibu, jangan pulang dulu ya”
Icha : “iya
bu” mengikuti langkah bu rahma
Bu rahma :
“ibu bangga sama kamu, kamu ternyata punya didikan agama yang kuat juga ya cha”
Icha :
“kalau didesa, itu sudah biasa bu, karena guru ngajiku didesa selalu mengajari
hafalan setiap malamnya”
Bu rahma :
“wah hebat banget ya gurumu cha, bisa punya murid secantik dan sepandai kamu”
(mengelus pipi icha, ichapun tersenyum malu)
Bu rahma :
“ohya ibu punya hadiah buat kamu”
Icha :
“seharian ini aku kayak ulang tahun deh, dikasih hadiah terus”
Bu rahma :
“kan kamu hebat sayang” (mengambil bungkusan yang telah dia siapkan dimeja)
“ini buat kamu” (mengulurkan ke icha.)
Icha :
(menerima) “terimakasih banyak ya bu, ibu peri baik banget sama aku”
Bu rahma :
(memeluk icha) “sama-sama sayang, kamu harus kuat dan semangat buat jalanin
hari-harimu, tunjukan pada teman-teman yang gak suka sama kamu kalau kamu itu
bisa”
Icha : “iya
bu peri, makasih banyak ya, akan aku buktikan sama mereka kalau aku bisa dan
lebih baik dari mereka”
Bu rahma :
“anak pinter, gitu dong”
Icha :
“kalau begitu saya pamit pulang dulu ya bu peri, assalamu’alaikum”
Bu rahma :
“wa’alaikumssalam, hati-hati ya nak”
Icha : “iya
bu”
Ditengah perjalanan icha terhenti, dia tergelitik
untuk meihat isi kado yang diberikan bu rahma padanya.
(dipematang sawah)
Icha :
“kira-kira apa ya isinya” (sambil membuka bungkusan itu)
Betapa terkejutnya icha ketika melihat kalau kado
dari bu rahma adalah sepasang sepatu cantik, dia mengingat kembali saat dia
mengambil sepatu dari ibunya yang sari dan dita buang di selokan,
Icha : “bu
rahma pasti pengen sepatu ini bisa aku pakek gentian ama sepatu dari ibu, biar
gak dijailin sama sari dan dita” (dengan senyuman bahagianya) “makasih ya ibu
peri, ibu baik banget, makasih doni dan ditto kalian temen-temenku yang baik,
aku sayang sama kalian”
(di kamar)
Icha Nampak sedang asyik membongkar hadiah dari
teman-temanya dan gurunya itu, dia tengah asyik mencoba sambil bernyanyi-nyanyi
kecil, dari luar ibunya tergelitik untuk melihat anaknya karena merasa heran.
Ibu :
(membuka pintu) “sedang apa kamu cha?”
(ibu sangat terkejut melihat barang-barang mahal yang tengah dipakai
anaknya itu, icha hanya menoleh sambil tersenyum) “apa-apaan ini? Dari mana
kamu bisa mendapataan semua ini cha!”
Icha :
“temen dan guruku bu yang memberiku ini, kata mereka sebagai hadiah karena aku
kemaren sudah menang lomba cerdas cermat”
Ibu :
“kamu mau mempermainkan ibu? Iya ibu gak bisa belikan kamu baju mahal dan
sepatu mahal, iya kan? Itu yang ingin kamu tunjukan sama mereka” (menangis dan
berlalu pergi)
Icha :
(menangis) “bukan gitu bu, ibuuu”
(malam hari diruang tamu)
Sudah dari siang icha gak berani keluar kamar, dia
hanya bisa menangis dan merasa bersalah dikamarnya
Bapak :
(meminum kopi) “kamu ini kenapa sih bu, kok uring-uringan terus, apa masalah
dengan icha tadi?”
Ibu : “ya
kesel saja pak, dia kayak tidak menghargai aku sebagai ibunya”
Bapak : “ibu
ini salah lo,”
Ibu :
“kok bapak jadi nyalahin ibu, apa salah ibu pak!”
Bapak : “ya
jelas toh, lihat saja..icha itu menang lomba lo bu, tapi ibu gak ada
bangga-bangganya dan ngasih hadiah malah biasa saja, tapi giliran ada yang
ngasih hadiah, ibu malah marah-marah..coba ibu fikir bagaimana perasaan icha,
dia itu masih anak-anak lo bu, dia berjuang untuk menang itu biar kita bangga
bu, tapi sifat ibu kayak gitu, icha itu masih kecil bu, jangan kamu perlakukan
seperti itu”
Ibu : “oh
jadi itu semua salah ibu? Yang jadi orang tuanya bukan ibu saja pak, tapi bapak
juga, iya karena icha masih kecil makanya aku didik dia agar dia mandiri, biar
dia gak manja pak, bapak gak pernah ngerti perasaan ibu” (berlalu pergi)
Bapak :
(menghela nafas) “oalah buk,,buk,,sulit ngomong sama kamu itu”
Icha yang dari tadi menguping pembicaraan bapak dan
ibunya menangis menjadi, dia merasa bersalah karena gara-gara dia orang tuaya
bertengkar,.
( pagi hari di dalam kelas)
Nampak icha dan doni sedang asyik berbincang-bincang
mereka tertawa kecil, dita dan saripun datang.
Dita :
(melipat tangan ke dada) “oh jadi ini anak yang suka ngadu ama wakil kepala
sekolah”
Sari :
“iya nih, gak tahu malu banget…dasar anak tukang ngadu”
Doni :
(mulai emosi, berdiri) “maksud kamu itu apa? Siapa yang tukang ngadu? Kalau
emang guru ada yang negor kalian atau orang tua kalian itu karena kalian itu
memang sudah keterlaluan!”
Icha :
(menepuk bahu doni) “sudah lah don, gak usah kamu ladenin mereka, kalau kamu
ngeladenin mereka berarti kamu sama kayak mereka”
Doni : “bener
banget cha, ayok kita pergi dari sini”
Ditinggal doni dan icha sari dan ditapun langsung
merasa kesel.
(di taman sekolah)
Doni :
(senyum) “kamu bahagia kan?”
Icha :
“bahagia kenapa don?”
Doni : “ya
bahagia karena sari dan dita gak bisa jailin kamu”
Icha :
“maksudnya gara-gara kamu bela gitu?” (meledek doni)
Doni : “iya
dong, mereka itu takut sama aku cha”
Icha : “oh
ya??” (seolah gak percaya)
Doni :
(tertawa kecil sambil menggaruk kepala) “iya gitu pokoknya”
Mereka berduapun tertawa dengan riangnya.
Kelas satu mengadakan ulangan tengah semester,
setiap pekerjaan yang sudah selesai dikumpulkan dari belakang ke depan, dengan
cara tersebut anak-anak tidak akan ricuh menurut bu arini, tapi dita dan sari
memakai kesempatan itu untuk mencurangi icha, dia menukar kertas ulangan icha
dan menaruh kertas ulangan itu dilaci dan menggantinya dengan kertas ulangan
yang jawabanya semuanya ngawur, hal itu terulang sampai berkali-kali.
( di taman sekolah)
Dita :
(tertawa penub kemenangan) “biar tahu rasa tuh icha, emang enak ulanganya dapat
nilai merah terus, biar gak naik kelas dia”
Sari :
“bener banget dit, emang gampang apa musuhan sama kita,”
Dita : “ya
gak bisa lah, dia kan anak miskin, kitakan kaya” (dengan tertawa kemenanganya.
(di dalam kelas)
Guru :
(membawa lembaran ulangan tengah semester) “ini ibu bagikan hasil dari kerjaan
kalian,semua nilainya bikin ibu bangga tapi ada satu anak yang bikin ibu sangat
kecewa, ntah ibu bisa naikkan dia ke kelas dua pada ulangan akhir semester
nanti apa tidak kalau ulangan tengah semesternya saja hancur seperti ini”
Sari dan icha nampaknya sudah tahu siapa yang
dimaksud dari gurunya itu, merekapun tertawa kecil dengan penuh kemenangan.
Guru :
(setelah selesai membagi kertas ulangan) “icha, ayo ikut ibu ke kantor, kertas
ulanganmu masih ibu pegang, ibu mau bicara sama kamu”
Icha : “iya
bu,” (mengikuti gurunya ke kantor)
Guru :
(melempar hasil ulangan icha diatas meja) “saya sama sekali gak mengerti
tentang semua ini! Kemaren kamu lomba cerdas cermat menjadi juara dan semua
orang bangga sama kamu, tapi kenapa nilai ulanganmu merah semua? Apa kamu mau
mempermainkan ibu!”
Icha :
(gemetaran dan mengambil kertas-kertas ulanganya) “bu, tapi ini bukan kertas
ulangan saya”
Guru :
“bukan kertas ulangan kamu? Nama yang terpajang disitu nama siapa cha? Atau
kamu mau menuduh teman-temanmu lagi yang melakukan semua ini? Masih kecil sudah
pintar nuduh orang”
Icha :
“tapi ini memang bukan tulisan saya bu,”
Guru :
“masih kecil gak usah jadi tukang bohong, gak baik,, lebih baik kamu belajar
yang rajin biar saat ulangan akhir semester nanti ibu bisa naikin kamu”
(berlalu langsung pergi meninggalkan icha)
Icha kembali ke kelas dengan tangisan dan wajah
lusut, membuat sari dan dita begitu bahagia.
Doni : “kamu
kenapa cha?” (melihat icha menangis)
Icha :
(terdiam dan memberikan kertas-kertas ulanganya pada doni)
Doni :
(terkejut dengan nilai merah yang terpampang disemua kertas itu) “ini? Ini gak
mungkin cha,,masak nilainya merah semua”
Icha : “aku
gak tahu don kenapa bisa seperti itu, yang jelas aku yakin itu bukan kertas
ulanganku, karena itu bukan tulisanku”
Doni :
“terus bu arini percaya?”
Pertanyaan doni hanya dibalas dengan gelengan kepala
icha
(di ruang guru)
Guru :
“sekarang lihat bu, anak yang anda bangga-banggakan akhirnya sangat
mengecewakan”
Bu rahma :
(bingung) “apa maksud anda bu?”
Guru :
“siapa lagi kalau bukan icha, nilai ulangan tengah semesternya merah semua”
Bu rahma :
(terkejut) “itu gak mungkin bu, gak mungkin nilainya merah semua, pasti ada
alas an dibalik itu semua”
Guru : “saya
tahu kalau anda pasti akan selalu membela anak nakal itu,tapi buktinya sudah
ada bu”
Bu rahma :
“dimana bu hati seorang ibu, walaupun anda belum menjadi seorang ibu, masalah
sederhana ibu buat boomerang untuk menyerang icha, sebenarnya apa salah icha
sama anda? Oh jangan-jangan karena anda gak bisa bersifat adil untuk
murid-murid ibu ya,,”
Mendengar kata-kata bu rahma, bu arini langsung
pergi tanpa pamit.
(di taman sekolah) bu rahma melihat icha berjalan
pulang.
Bu rahma :
“icha!!!”
Icha ;
(menoleh) “ada apa bu peri?”
Bu rahma :
“kesini sebentar ya, ibu mau ngomong sama kamu”
Icha : “ada
apa bu?”
Bu rahma :
(tersenyum) “kata bu arini, ulangan tengah semestermu dapat merah semua ya?”
Icha :
(merunduk) “iya bu”
Bu rahma :
“kenapa bisa begitu sayang?”
Icha :
“saya juga gak tahu bu, aku yakin itu bukan tulisanku, tapi kata bu guru saya
gak boleh menuduh teman-teman”
Bu rahma :
“mana sini ibu lihat, sekalian lihat buku catatanmu, biar ibu samakan”
Icha : “ini
bu” (memberi tasnya ke bu rahma)
Bu rahma mulai meniliti tulisan yang ada didalam
kertas jawaban dengan tulisan-tulisan yang ada di buku tulisnya icha
Bu rahma :
“benar kamu cha, tulisan ini sama tulisan-tulisanmu gak sama, jelas berbeda
jauh”
Icha :
“tapi bu guru gak percaya sama aku ibu peri”
Bu rahma :
“yang jadi masalahnya adalah, dimana jawaban kamu yang asli, kalau jawaban kamu
yang asli ketemu, pasti masalah ini akan cepat selesai”
Icha :
“saya juga gak tahu bu,”
Bu rahma :
“ya sudah kamu gak usah sedih ya, ini kamu simpan dulu jangan sampai hilang,
dan kamu pulang dulu, jangan nangis lagi ya sayang”
Icha : “iya
bu, saya pulang dulu,,assalamu’alaikum”
Bu rahma :
“wa’alaikumssalam”
(di rumah)
Ibu :
“hasil ulangan kamu mana cha? Katanya mau dibagikan hari ini..”
Icha :
“itu,,ituu”
Ibu :
“itu apa? Mana tasmu, ditanya ita itu saja”
Icha :
(terdiam dan menyerahkan tasnya)
Ibunya namapak sedang membuka tas dan mencari
kertas-kertas ulangan, setelah didapati dan dibuka kertas-kertas ulangan itu,
betapa kagetnya sang ibu
Ibu : “ya
Allah cha!!! Kenapa nilaimu merah semua! Apa saja yang kamu kerjakan disekolah
sampai nilai-nilaimu hancur seperti ini!”
Icha : “itu
bukan kerjaanku bu”
Ibu :
(mulai naik darah diambilnya kemonceng di atas meja, dipukul icha sampai
kemonceng itu habis) “kamu itu hanya bisa bikin ibu malu, jadi suka bohong sama
ibu, dasar anak bodoh, kenapa nilai-nilaimu sampai seperti ini, susah-susah ibu
biayain kamu sekolah tapi hasilnya bikin ibu kecewa!!”
Icha :
“maafin aku bu”
Ibu :
“tidak ada kata maaf untuk anak senakal kamu!!”
Setelah puas memukul tubuh mungil icha, ibupun
meninggalkan icha sendiri
(di kamar)
Icha : “ya
Allah, aku gak nyangka kalau ibu semarah dan sekecewa itu sama aku, aku bukan anak yang baik ya Allah,,”
(malam hari di kamar)
Dari tadi siang icha tidak mau membuka pintu
kamarnya, dia takut dipukuli lagi oleh ibunya, rasa sakit dari memar-memar
ditubuhnya itu membuatnya kesakitan.
Icha : “ya Allah, kapan engkau memberiku bintang
kebahagiaan itu untukku?, kalau Allah gak mengijinkan bintang itu untuk turun,
biarkanlah aku saja ya Allah yang kesana buat bisa bersama dengan bintang
kebahagiaanku”
(pagi di ruang tamu)
Kakak :
(sarapan sambil melihat-lihat) “bu, icha dari semalam kok gak kelihatan, dia
dimana bu?”
Ibu :
“dikamar”
Bapak :
(mengetahui apa yang terjadi) “kamu apakan lagi dia bu?”
Ibu :
‘ibu pukul, memang kenapa pak?”
Mendengar kata ibu, kakak icha langsung menghentikan
makanya dan melihat keadaan adiknya.
Kakak :
“ichaaaa!!!!!”
Teriakan itu membuat kaget seisi rumah, ibu dan
bapakpun langsung menuju kamar icha.
Bapak : “ada apa
dengan icha?”
Kakak : ‘icha
pingsan pak, hidungnya mimisan”
Bapak : “ya
Allah icha, ayo kita bawa ke puskesmas sekarang,,bu, kalau terjadi sesuatu sama
icha, ibu gak akan bapak maafkan!”
Ibu :
“tapi pak,” (terduduk sambil menangisi perbuatanya)
(di puskesmas)
Icha terus mengeluarkan darah dari mulut dan dari
hidungnya, suhu badanya yang tinggi membuat bidan dipuskesmas itu Nampak panic.
Bidan : “pak
lebih baik icha dibawa ke rumah sakit saja ya, kondisi icha sangat
mengkhawatirkan, saya takut kalau tidak cepat pertolonganya akn sangat fatal,”
Bapak :
“terserah ibu saja, yang penting semua itu terbaik buat anak saya”
Perjalanan ke rumah sakit terasa lama, bapak icha
hanya membawa uang dua ratus ribu yang dia ambil dari celengan untuk membelikan
sepeda buat icha
Bapak : “ya Allah, semoga uang ini cukup untuk biaya
icha masuk rumah sakit, untuk uang buat besok aku bisa ngutang atau
menggadaikan sawah ya Allah, yang penting anak saya selamat” (kata bapak
dalam hati)
Bapak : “jadi gimana dok anak saya, tolong selamatkan
anak saya dok”
Dokter : “sabar
ya pak, kami sudah melakukan pertolongan pertama, soal biaya bapak silahkan
cari dulu, icha akan kami tangani walaupun bapak belum punya biayanya”
Bapak :
‘terimakasih dokter, saya sangat berhutang nyawa sama dokter, kalau begitu saya
pulang dulu untuk mencari biaya rumah sakit ini dok, kak, kamu tolong temenin
adikmua ya”
Kakak : “iya
pak, pasti”
( di rumah)
Ibu :
“bagaimana keadaan icha pak?”
Bapak :
(terhenti dari kesibukkannya mencarai sertifikat tanah) “ibu masih berani
bertanya seperti itu setelah ibu mukul icha sampai icha masuk UGD bu!,, ibu itu
bukan seperti ibu kandung, tapi seperti ibu tiri bagi icha, icha salah apa sama
ibu sampai ibu tega ringan tangan sama dia bu!!”
Ibu :
(menangis) “maafin ibu paaak, maksud ibu hanya memberi pelajaran buat dia, biar
dia jera”
Bapak : “ibu
bilang biar dia jera? Bapak sudah bilang berkali-kali kalau icha masih
anak-anak, dan liaht sendiri, akibat dari perbuatan ibu yang ingin icha jera
jadi icha koma”
Ibu :
“bapak mau apa?”
Bapak : “mau
jual rumah!!”
Bapak langsung pergi meninggalkan istrinya.
Ibu ichapun hanya bisa menangisi kesalahanya
( di rumah rentenir)
Rentenir :
(duduk dengan mengepulkan asap rokoknya) “ada apa bapak datang kesini, tumben
sekali”
Bapak :
“saya,,,mau menggadaikan sertifika sawah saya pak”
Rentenir :
(tersenyum) “itu sih bisa diatur pak, asal setuju dengan bunganya saja”
Bapak :
“berapa saja bunganya saya siap pak, asal saya dapat uang untuk biaya rumah
sakit anak saya”
Rentemir :
“memangnya bapak butuh berapa?”
Bapak :
“kurang lebih 10 juta pak”
Rentenir :
“iya, saya kasih uangnya tapi bunganya 50% ya”
Bapak : “iya
pak saya setuju”
“ya Allah, jika
memang ini jalan yang harus hamba tempuh demi kesembuhan putri hamba, hamba
rela, hamba bisa cari kerja lebih keras buat meunasi hutang ini” (kata ayah dalam hati)
(di rumah sakit, dibagian administrasi)
Bapak :
“suster, saya mau membayar biaya rumah sakit icha, ini uang yang saya punya,
tolong rawat anak saya sampai anak saya benar-benar sembuh sus”
Suster : “iya
pak, nanti saya akan menghitung biaya rumah sakit dan perawatan anak bapak
sampai beberapa hari kedepan se cukupnya uang ini ya pak”
Bapak : “iya
sus, terimakasih banyak ya sus,,”
Suster :”sama-sama
pak”
(di ruang ICU)
Nampak dari luar ibu dan kakak melihat icha yang
terbaring lemah didalam, dengan menggunakan alat bantu pernafasan, kakakpun tak
tega melihat adik kecilnya menderita seperti itu, akhirnya berlari pergi,
Bapak :
(melihat ibu tengah memandangi icha dari luar) “kenapa kamu kesini!”
Ibu : (terkejut)
“bapak”
Bapak :
“ngapain kamu kesini? Mau nyakitin icha lagi!”
Ibu :
“tidak pak, maafin ibu, ibu hanya ingin melihat keadaan icha,, biar
bagaimanapun icha anakku pak, ibu yang ngandung dia pak, ibu yang menyusui dia,
ibu juga sayang sama dia bukan bapak saja!”
Bapak :
(terdiam dan terduduk dikursi tunggu)
Sudah 3 hari icha terbaring koma dan selama itu pula
bapak, ibu dan kakak icha gak pernah pulang kerumah, bahkan mereka sama sekali
tidak makan, hanya minum air putih sebagai pengganjal perut mereka, mereka
terus berdo’a dan berharap semoga icha selamat dan bisa sembuh kembali.
Ditatapnya wajah mungil anaknya yang begitu lemah,
berlahan bapak mulai memperhatikan gerakan jadi kecil anaknya itu,
Bapak :
(berteriak) “dok, dokteeer!!! Icha siuman dook!!”
Sontak dokter dan suster langsung menuju ke ruang
ICU untuk memeriksa icha, setelah mereka keluar
Bapak :
(panic) “bagaimana keadaan icha dok?”
Dokter :
(tersenyum) “syukurlah, ini keajaiban, icha sadar dan dia baik-baik saja,
tinggal memulihkan tenaga dan luka luarnya saja”
Bapak : “lalu
soal icha keluar darah itu kenapa dok?”
Dokter :
“anak kecil mimisan itu biasa pak, mungkin karena demam yang dialaminya makanya
sampai dia mimisan seperti itu, semuanya baik-baik saja pak, dan saran saya,
icha masih kecil jangan pernah pukulin dia lagi, kekerasan gak akan bisa
mendidik malah akan mengancam nyawa icha”
Bapak :
(melirik ibu) “bisa denger bu, dan ini sudah peringatan kedua kalinya” (ibu
menunduk) “terimakasih dok, kami boleh masuk buat melihat icha?”
Dokter :
“silahkan pak,”
Mereka bertigapun akhirnya masuk ruangan dimana icha
telah dipindah dari ruang ICU
Kakak :
“icha…”
Icha :
“kakak…” (lirih)
Kakak :
(menangis) “kamu gak kenapa-napa kan? Mana yang sakit biar kakak pijitin”
Icha :
(menggelengkan kepala)
Bapak :
(menangis haru) “syukurlah nduk kamu baik-baik saja, bapak sangat khawatir sama
kamu”
Icha :
“aku baik-baik saja pak”
Icha melihat ibunya yang tengah berdiri membelakangi
ruanganya, ibunya Nampak tidak berani untuk masuk dan menyapa dirinya
Icha “
ibu…”
Ibu :
(menoleh)
Icha :
“kesini bu, ngapain ibu disana sendirian”
Ibu :
(berteriak dengan tangis yang begitu pecah) “ichaaaa…maafin ibu nduuuuk”
(memeluk icha)
Icha :
(menangis) “iya bu, icha juga minta maaf kalau icha salah, icha janji 3 bulan
ini icha akan belajar dengan giat biar icha bisa naik kelas dan beasiswa icha
biar gak dicabut bu, icha janji”
Ibu :
(mengelus rambut icha) “gak perlu nduk, yang penting kamu bahagia, lakukanlah
apa saja yang membuatmu bahagia, kamu gak perlu jadi yang terpandai, yang
terbaik, karena kamu sudah jadi anak perempuan ibu yang paling sempurna”
Bapak :
“begitu dong, kan enak kalau dilihat” (memeluk ibu dan kakak)
Kakak :
“aku seneng akhirnya ibu bisa menyesali perbuatanya, dan menyadari kalau
perbuatan ibu itu salah”
Ibu :
“iya kaka, ibu memang salah”
Bapak :
“ya sudah, yang penting sekarang kita seneng-seneng, kan icha sudah sembuh,
bu,,beli makan sana, kita kan belum sempat makan selama icha sakit, cha mau
makan apa? Biar dibelikan sama ibu, bilang saja cha apa saja pasti ibu belikan”
Icha :
(girang) “beneran pak?”
Bapak :
“iya nduk”
Icha :
“icha mau makan apel pak, apel merah,,sudah dari dulu aku pengen makan buah
itu”
Ibu :
“ya sudah, kalian tunggu disini ya, pesanannya segera ibu antar” (tersenyum)
Kakak :
“cepet ya buk”
Ibu :
“iya-iya”
Sudah dua hari icha di rawat dan luka-luka
ditubuhnya sudah mulai memudar, dan besokpun icha sudah boleh pulang dan bisa
menjalankan aktifitas seperti biasanya
(pagi, dikamar rumah sakit)
Ibu :
(membereskan baju-baju icha) “nanti kamu pulang kerumah istirahat saja nduk,
jangan main dulu, besok juga,, jangan sekolah dulu, habis besok kamu baru boleh
masuk sekolah lagi”
Icha :
“iya buk” (tersenyum)
Ibu :
“kamu sudah makan? Dan obatmu sudah kamu minum?”
Ihca :
“sudah buk tadi disuapin sama kakak, dan sudah minum obat”
Ibu :
“ya sudah, kamu istirahat dulu ya, nunggu dokter dan kakak datang nanti kita
baru bisa pulang”
Icha :
“iya buk” (ichapun berbaring dan tertidur)
Setibanya dirumah icha hanya berbaring
(di luar)
Ditto :
“bu, katanya icha sudah pulang ya? Boleh aku jenguk dia?”
Ibu :
“iya to sudah, iya boleh, tapi jangan lama-lama ya, icha mau istirahat soalnyam
biar cepet sembuh”
Ditto :
“iya bu, saya mau jenguk icha sebentar, setelah itu saya akan pulang”
Ibu :
“iya sudah, dia ada dikamar, kamu kesana saja ya”
Ditto :
“iya bu” (berjalan menuju kamar icha)
(Dikamar icha)
Ditto :
(membuka pintu) “icha…”
Icha :
(menoleh) “ditto “ (tersenyum)
Ditto :
“gimana kabar kamu cha? Sepi beberapa hari ini gak ada kamu cha,, nih aku
bawain buah kesukaanmu, ya walaupun Cuma sedikit, sih”
Icha :
(tersenyum) “baik to, hehehehe aku juga kesepian gak ada kamu,,waaah buah,
makasih banget ya to, tapi dari mana kamu dapat uang buat beli buah? Apa uang
buat ibu kamu kamu belikan buah ini?”
Ditto : “gak
lah cha, itu uang dari aku nyisihin sedikit demi sedikit dari kemaren, memang
aku sengajakan buat belikan kamu buah pas kamu pulang dari rumah sakit”
Icha :
“makasih banyak ya to, kamu baik banget sama aku, kamu teman terbaikku”
Ditto :
“itukan gunanya teman cha, selalu ada dalam keadaan susah maupu senang, dan aku akan selalu bahagia kalau
kamu bahagia”
Icha :
“terimakasih ya to”
Ditto : “ya
sudah, makan ya buahnya, nih aku kupasin” (mengupas jeruk yang dibawanya)
Ditto :
(menyuapi icha) “gimana cha? Manis?”
Icha :
(mengangguk) “iya to, manis banget.. makasih ya, aku pasti langsung sembuh deh
setelah makan ini”
Ditto : “wah
jeruknya kayak obat dong kalau gitu” (ketawa kecil)
Icha :
“iya, mujarab jeruknya” (merekapun tertawa sampai akhirnya ditto pulang, karena
ingat pesan ibu icha)
Ditto : “ya
sudah cha, aku harus pulang,, kamu kan perlu istirahat yang banyak biar cepet
sembuh dan cepet sekolah lagi,sebentar lagi kamu kan harus ualangan akhir
semester, aku harap kamu jadi juara umum cha”
Icha : “iya
ditto, selalu do’akan aku ya,, aku akan berusaha terus, kamu hati-hati ya”
Ditto : “iya
cha” (pergi dan menutup pintu kamar icha)
Seharian icha tidak sekalipun beranjak dari
kamarnya, dia selalu mengotak atik buku usangnya itu, dia menulis beberapa bait
kata dalam setiap keseharianya dibuku using itu.
Icha :
“buku ini sudah kayak sahabt sejatiku, dia selalu mendengarkan apapun keluh
kesahku, terimakasih bukuku” (gumamnya)
(pagi hari di rumah)
Ibu :
“kamu yakin bisa berangkat sekolah?”
Icha : “iya
bu, aku kan sudah sembuh”
Ibu : “ya
sudah, ibu bawakan bekal buat kamu ya dan obatnya juga, nanti minum di sekolah
biar kamu cepat sembuh dan gak telat minum obatnya”
Icha : “iya
bu” (segera ibu memasukkan nasi goreng yang dibungkus kertas minyak, minuman
dan obat di dalam tas icha)
Ibu :
“nasi goreng dan telor setengah mateng nih kesukaanmu”
Icha :
“makasih ya bu, ibu baik banget sama aku”
Ibu :
“sama-sama nduk, ya sudah berangkat sekolah sana, nanti kamu telat lo”
Icha : “aku
berangkat dulu ya bu, assalamu’alaikum”
Ibu :
“wa’alaikumssalam”
(di dalam kelas)
Doni : “kamu
sakit apa cha kok sampai seminggu gak masuk sekolah?”
Icha :
“demam biasa aja don..” (tersenyum)
Doni :
“untunglah, aku sangat khawatir sama kamu”
Icha :
“hehehehee, gak usah khawatir, aku gak papa kok, kan udah sembuh”
Doni :
(tersenyum) “kamu memang cewek yang kuat, aku salut sama kamu”
Icha :
“terimakasih”
(siang hari di taman sekolah)
Icha menyendiri duduk untuk memakan bekal makan
siangnya dan meminum obatnya, tapi dita dan sari datang menghampiri.
Dita :
“baru sekolah juga nih anak, kirain sudah gak masu sekolah lagi”
Icha berusaha diam dan tak meladeni ucapan dita, dia
mulai memakan nasi goreng buatan ibunya itu
Sari :
(menyenggol tangan icha sampai nasi gorengnya tumpah) “ups gak sengaja”
(tertawa lepas)
Dita :
(menginjak-injak nasi goreng icha dan obatnya) “nih sekalian biar anak miskin
ini gak bisa makan”
Tanpa mereka sadari bu airini tengah memperhatikan
mereka, segera bu arini menghampiri murid didiknya itu.
Guru : “cukup,
ada apa ini? Kenapa kalian memperlakukan icha seperti ini!!” (tanpa berbicara
apapun icha menangis dan langsung berlari menuju kelas)
Dita dan sari :
(kaget) “bu guru!!”
Guru : “jadi
selama ini begini sikap kalian? Kalian sudah ibu bela terus ya, tapi semakin
hari semakin ngelunjak saja”
Dita :
“tapi bu,”
Guru :
“kayaknya ibu sudah gak bisa toleransi, ayo ikut ibu kekantor, ibu mau memberi
surat untuk orang tua kalian”
(di ruang guru)
Guru : “ibu
masih gak percaya kalau kalian yang masih anak kecil bisa setega itu sama temen
kalian sendiri, maksud kalian itu apa melakukan hal itu sama icha?”
Dita :
“karena saya benci bu, masak orang miskin bisa sekolah ditempat yang bagus
seperti ini, seharusnya dia sekolah di SD yang biasa-biasa saja, gak pantas dia
sekolah disini”
Guru :”dita!!
Ibu benar-benar kecewa kamu bisa punya fikiran seperti itu, ibu gak pernah
mengajari kalian tentang hal-hal sepertin ibu, ibu mengajari kalian disekolah
bukan untuk hal seperti ini, tapi untuk mengharagi semua teman kalian dari golongan
apapun teman kaian itu”
Dita dan sari :
(menunduk)
Guru : “ini
surat buat orang tua kalian, sesampainya kalian dirumah nanti kasihkan surat
ini sama orang tua kalian, sekarang kembali ke kelas” (memberikan Seurat kepada
sari dan dita)
Dita dan sari pun keluar dari ruang guru dan
berjalan menuju kelas, wajah mereka tampak pucat setelah dimarahin bu arini,
karena ini baru kali pertama mereka melihat gurunya semarag itu pada mereka.
Sudah beberapa hari semenjak pemberian surat
panggilan orang tua itu diberikan tapi oragn tua sari dan dita tk kunjung
datang, bu arini begitu menunggu kedatangan mereka tapi setiap hari penantianya
out sia-sia.
(saat pulang sekolah, di dalam kelas)
Guru :
(mulai curiga) “aku curiga kalau surat yang aku berikan kepaada sari dan dita
tidak dikasihkan sama orang tua mereka,” (mulai mencari surat itu didalam
kelas) “mungkin di laci mereka” (mulai melihat laci sari dan dita, dia
menemukan tumpukan kertas, segera bu arini mengambilnya keluar) “kertas-kertas
apa ini?” (ditelitinya kertas itu satu persatu, kaget) “ini kan, kertas jawaban
ulangan tengah semesternya icha, jadi yang benar yang mana jawaban icha..”
(teringat tentang tugas yang baru saja dikumpulkan tadi) “iya aku cocokkan
dengan tulisanya icha, kalau ini benar berarti sari dan dita yang
mencuranginya” (berlari ke kantor)
(di kantor)
Setelah mencocokkan tugas icha dengan kertas ulangan
itu bu arini begitu terkejut
Guru : “ya
Allah, bener ini sama tulisanya, dan jawabanya hampir benar semua,,” (lemas
terduduk di sofa) “apa yang telah aku lihat selama ini Tuhan, hanya memandang
murid-muridku dengan status sosialnya saja, tanpa tahu siapa yang benar-benar
jujur dan yang tidak, apakah aku ini guru yang benar-benar guru Tuhan”
(meneteskan air mata)
(malam hari di kamar)
Icha Nampak merenung memandangi bintang-bintang
bertaburan.
Icha : “ya
Allah, aku masih bingung..”
Tak sengaja ibu mendengarnya (masuk dalam kamar)
Ibu :
“bingung kenapa nduk? Masih kecil kok sudah bingung”
Icha : “gak
ada apa-apa bu, Cuma ingin bercerita sama Allah”
Ibu :
“bercerita apa nduk? Kalau ibu boleh tahu?”
Icha : “ibu
lihat bintang dilangit yang paling terang itu”(menunjuk bintang yang dimaksud)
Ibu :
“iya nduk”
Icha : “itu
bintang kebahagiaanku bu, dulu hampir setiap malam aku berdo’a sama Allah untuk
menurunkan bintang kebahagiaan itu kepadaku, tapi gak pernah terkabul, tapi
sekaramg aku baru sadar bu, bukan bintang yang harus kesini, tapi aku yang
harus kesana untuk mendapatkan kebahagiaanku”
Ibu :
“maksudmu apa toh nduk, jangan ngomong yang aneh-aneh kamu ini…ini sudah malam,
kamu buruan tidur,biar besok bisa bangun pagi buat sekolah”
Icha : “iya
bu”
( pagi hari, didalam kelas)
Icha : “don
lihat deh,” (menunjukkan pensil barunya ke doni)
Doni : “wah
bagus banget cha,” (tersenyum lebar)
Icha :
“pasti bagus punyamu don, ini pensil dibelikan sama ibu buat aku,,aku seneng
deh, ibu sekarang baik sama aku don”
Doni :
“syukurlah cha, aku ikut seneng dengernya,,setiap orang itu pasti pernah punya
salah kok, termasuk ibu kita”
Icha :
“bener don, aku setuju sama kamu” (tersenyum lebar)
Dita :
“punya pensil kayak gitu aja dipamerin, dasar miskin”
Doni : “ta,
jangan mulai bikin jengkel orang dong!”
Sari :
“don, kamu kan pinter, kaya..kenapa kamu mau berteman sama dia?”
Doni : “dia
jauh lebih baik dari pada kalian”
Dita :
(merebut dan mematahkan pensil icha) “don, aku gak suka kamu temenan sama
dia!!”
Icha :
“kamu tau gak itu pensil berharga banget buat aku, dulu kalian membuang sepatu
yang dibelikan ibu ke selokan, sekarang kalian mematahkan pensil pemberian
ibu..kalian jahat” (mendorong kedua anak itu)
Doni :
“seharusnya kalian tahu diri jadi anak, kelakuan kalian lebih rendah dari anak
miskin, dan kamu ta, gak bisa ngelarang aku temenan sama siapa saja!!” (menarik
icha pergi)
Guru : “ada
apa ini?”
Siswa :
(terdiam)
Guru :
‘dita, sari,,ikut ibu ke kantor”
(di kantor)
Dita dan sari dikejutkan dengan kedatangan orang tua
mereka.
Dita dan sari :
“mama”
Tapi kedua mama mereka hanya terdiam membisu
Guru :
“sebenarnya sudah dari beberapa bulan yang lalu saya menitipkan surat itu ke
anak-anak ibu, tapi sampai kemaren belum ada kedatangan anda-anda ini, saya
bingung sebenarnya surat itu sampai apa tidak pada kalian?”
Mama sari :
“tidak ada surat yang dikasihkan sari untuk saya bu, jadi saya sama sekali
tidak tahu kalau ada hal seperti ini”
Guru :
“sudah saya tebak itu, dita, sari,,,kalian kemanakan surat dari bu guru?”
Dita hanya terdiam dan menunduk
Sari :
“sebenarnya mau saya kasihkan mama bu, tapi kata dita disuruh buang saja, jadi
surat itu kami buang”
Guru :
“bagaimana menurut anda kelakuan anak-anak anda ini? Saya rasa tanpa saya
menjelaskan anda-anda tentunya sudah tahu apa yang saya maksud”
Mama sari :
“maafkan saya bu, saya kurang memprhatikan sari,,perubahan sifatnya sangat
drastis, tidak seperti dulu yang pendiam dan penurut”
Guru :
(menghela nafas panjang) “begini saja bu, saya memberi anda- anda 2 pilihan
untuk anak-anak ibu,,yang pertama, tolong didik agar kebiasaan buruknya ini
berubah, karena mereka sudah menyembunyikan hasil ulangan tengah semester
temanya dan menggantinya dengan jawaban yang salah semua,,dan yang kedua,
pindahkan anak-anak ibu ke sekolah lain,,keputusan ini saya ambil berdasarkan
rapat dari kepala sekolah dan wakil kepala sekolah, apapun keputusan ibu-ibu
saya sangat berterima kasih untuk itu”
Mama sari :
(melirik mama dita yang dari tadi hanya terdiam tidak seperti biasanya) “kalau
begitu kami akan membicarakanya kepada papa mereka, dan soal keputusanya kami
akan memberi tahu ibu nanti”
Guru :
“kalau begitu terimakasih bu atas waktunya datang kesini”
Mama sari :
“iya bu, kalau begitu kami permisi dulu”
(di rumah icha)
Ibu :
(memberikan gorengan kepada bapak) “bagaimana pak dengan utang kita direntenir
itu?”
Bapak :
“syukurlah bu, berkat kerja keras kita dan dari hasil panen yang kita berikan
ke mereka, tinggal 5 juta hutang kita,,tapi bapak sedang menyisihkan uang bu”
Ibu : “iya lah pak, selain kerja dikebun, bapak dan
kakak kan kerja keras sekali dari pagi sampai ketemu pagi, ibu jga selain jahit
kan nyuci dan jual gorengan juga pak,,buat apa itu pak?”
Bapak :
“seperti janji bapak kan bu, bapak mau membelikan icha sepeda”
Ibu :
“kan belum tentu icha dapat juara umum pak”
Bapak :
“sebenarnya dapat juara umum itu buat semangat dia belajar saja bu, dapat juara
atau tidak bapak tetap akan membelikan sepedah buat dia, kasihan kan bu dia
berangkat pulang sekolah harus berjalan kaki sejauh itu”
Ibu :
“benar juga pak, ibu juga mau buatin dia baju pak, bajunya sudah bolong semua,
dia gak punya baju bagus pak,,”
Bapak : “wah
bagus sekali itu bu, sekali-kali buat icha seneng gak apa-apa dong,,,walaupun
kita miskin kan gak berarti kita gak bisa bahagiakan anak-anak kita”
Ibu :
“iya pak, benar sekali itu”
(ditaman sekolah)
Doni :
“seminggu lagi kita penerimaan rapor cha, gimana nih kamu pasti senang?”
Icha : “aku
takut don”
Doni :
“takut kenapa cha?”
Icha : “aku
takut gak bisa jadi juara umum dan ngecewain orang tuaku”
Doni :
“sudahlah cha, kamu harus optimis untuk jadi juara umum,,baru kali ini lo aku
lihat kamu gak punya semangat, mana icha yang dulu aku kenal”
Icha :
“don, makasih ya sudah mau berteman sama aku selama ini,,kamu satu-satunya anak
orang kaya yang mau berteman sama orang miskin kayak aku tanpa memandang kalau
akau orang miskin” (merunduk)
Doni :
“kayak mau pergi jauh aja kamu cha,justru aku yang beruntung bisa kenal kamu,
anak yang penuh semangat demi meraih mimpinya.,aku bangga punya teman kayak
kamu” (tersenyum lebar dan ichapun menangis)
Doni : “hey,
kamu kenapa kok jadi cengeng sekarang”
Icha : “aku
gak tahu”
Doni :
“bagaimana kalau nanti aku kerumahmu cha? Kangen nih sama ditto, pengen main
sama dia lagi”
Icha :
“benarkah don?”
Doni : “iya
dong, gimana?”
Icha : “iya
don, pasti ditto seneng banget kamu kesana,, dia juga sangat merindukanmu don”
Doni : “ya
sudah, setelah pulang sekolah nanti ya”
Icha :
(mengusap air matanya) “iya”
(pulang sekolah, di ladang)
Icha :
(melihat doni dan ditto tengah asyik makan gorengan dari ibunya) “wah kalian
rakus sekali makan gorenganya”
Doni :
“tentu saja cha, gorengan buatan ibumu enak sekali”
Ditto :
“ditambah gratis lagi, jarang-jarang kan dapat yang gratis” (mendengar
kata-kata ditto ketiga anak itupun tertawa lepas)
(di rumah doni)
Papa :
“dimana doni ma? Kenapa sampai sekarang belum pulanh?”
Mama :
“mungkin lagi main kerumah teman-temanya pa”
Papa : “coba
hubungi teman-temanya, dimana dia sekarang”
Mama : “iya
pa” (menghubungi semua teman doni)
Tak berapa lama mamapun memeberi tahu papa doni
karena dia mendapat informasi dari supir kalau doni berada di rumah icha,
dengan segera mereka berangkat ke rumah icha.
( sore, dirumah icha)
Ibu :
(menyuguhi minuman dan gorengan) “wah baru kamu lo don teman sekolah icha yang
main kerumahnya”
Doni :
(menggaruk kepala) “hehehe iya buk, saya betah dan senang sekali disini”
Ibu :
“bukanya malah enak dirumah lo don? Kan disana lebih mewah dari gubuk icha”
Doni :
“karena disini, aku merasa beneran jadi umur 6 tahun bu, bisa main sesuka hati
tanpa ada tekanan dari siapapun”
Ibu : “ya
sudah kalau begitu makan dan minum ini, seadanya ya,, soalnya ibu punyanya
hanya ini”
Doni : “iya
bu” (tersenyum lebar)
Ditto :
“langsung dihabiskan bu sama doni!!”
Icha :
“hahaha, kamu juga kan kayak gitu to, kalau ada gorengan buatan ibu pasti
langsung cepet abisnya”
Ibu :
“sudah-sudah jangan pada ledek-ledekan, kalau habis nanti ibu buatkan lagi ya”
Doni dan ditto :
“horeeee!!!”
Melihat tingkah teman-teman icha ibu icha hanya bisa
menggeleng kepala.
Terdengar suara gaduh dan gedoran dari luar rumah
Ibu :
“siapa itu, gak sopan sekali” (desisnya) “iya tunggu sebentar!!”
Kaget ketika melihat sepasang suami istri yang
Nampak begitu marah
Ibu :
“kalian ini siapa ya? Dan mau mencari siapa?”
Papa doni :
“saya mau mencari doni, dimana dia!!” (membentak)
Ibu :
“kamu disini tamu, jangan membentak-bentak tuan rumah seperti itu!! Gak punya
sopan”
Papa doni :
“saya datang kesini karena terpaksa ya, lagian siapa yang mau datang ditempat
kumuh seperti ini”
Doni, ditto dan ichapun keluar
Doni :
(kaget) “papa !! mama!!”
Papa doni :
“ternyata kamu disini ya, ngapain kamu kerumah tempat yang kumuh seperti ini!!”
Mama doni :
“papa,gak boleh kayak gitu ah,,maaf atas sikap suami saya ya buk”
Mendengar kata-kata papa doni, ibu icha langsung
tersungkur dengan mengelus dadanya, air mata itupun tak bisa ditahan lagi
Doni dan keluarganya langsung pulang dengan berjuta
kesedihan yang tergurat dihati mereka.
Icha :
“bu,,,,ibu gak apa-apa kan?” (menangis dan memeluk ibunya)
Ibu :
“sekarang kamu tahu kan nduk, perbedaan kita dengan orang-orang kaya itu, apa
kamu mau orang tuamu dilecehkan seperti ini oleh mereka?”
Icha :
(menggeleng kepala) “tidak buuuuu aku tidak mauuuu”
Ibu :
“kalau kamu tidak mau, tolong jauhin doni ya nduk,,karena orang tuanya gak bisa
menerima kalau kamu temenan sama doni”
Icha :
(terdiam sesaat) “iya buuu,, aku akan jauhin doni,,biar ibu dan bapak gak dihina
lagi sama mereka”
(malam hari dikamar)
Icha :
(memandangi langit) “ya Allah, apa hina orang miskin? Aku gak pernah berharap
dilahirkan dari keluarga miskin ya Allah, tapi aku lahir disini karena
takdirmu, dan aku bahagia mempunyai orang tua dan kakak yang begitu sayang sama
aku, jika aku hanya buat orang tuaku sedih,,maka ambilah aku ya Allah,,biarkan
aku terbang bersama bintang kebahagiaanku”
(pagi hari di dalam kelas)
Icha mencari-cari dimana doni tetapai disudut
manapun doni tak knjung ditemukan.
(dirumah doni)
Papa doni :
“Besok penerimaan rapor dan kamu akan pindah sekolah diluar negri, soal rapormu
mamamu yang akan mengurusnya, jadi kamu gak perlu pergi kesekolah”
Doni : “apa
sih maksud papa? Papa mau jauhkan aku sam icha gitu? Biar aku gak bisa berteman
sama icha? Pa!! papa sadar, aku ini anak papa dan mama, bukan boneka kalian,
dan aku ini masih kecil, hanya icha dan ditto yang bisa membuat aku bahagia
seperti anak umur 6 tahun pada umumnya, bermain apa yang seharusnya jadi
permainanku, dan aku bahagia dengan itu, baru kali ini pa, aku nemuin teman
sejatiku, dan jangan harap papa dan mama bisa misahin kami!!” (berlari keluar
dan masuk dalam mobil)
Papa doni :
“don!! Apa maksudmu itu!!”
Mama doni :
“apa yang dikatakan doni ada benarnya pa, tolong berikan kebebasan kepada dia,
jangan papa tekan lagi untuk ini dan itu, untuk menjadi anak yang sempurna
menurut papa, dia masih anak-anak pa, dia masih haus akan masa anak-anaknya dan
bermain bebas tanpa ada beban”
Papa doni :
“mama belain doni?”
Mama doni :
“mama gak belain pa, tapi coba apa renungin dan fikirkan, jangan hanya harta
yang hanya titipan Allah ini membuat papa sombong dan merendahkan orang-orang
yang tak seberuntung kita” (pergegas pergi menjauhi suaminya)
(di dalam mobil)
Supir : “den
memangnya ini kita mau kemana?”
Doni : “kita
kesekolah ya pak, tiba-tiba perasaanku gak enak, aku takut icha dijailin lagi
sama dita dan sari”
Supir : “iya
den”
Pulang sekolah memang lebih awal hari ini karena
besok penerimaan rapor jadi murid-murid dipulangkan awal, icha berjalan
menyusuri jalanan raya, ntah mengapa dia ingin ke toko tempat dia beli
penghapus dulu. Tidak sengaja dia melihat bapak dan ibunya naik mobil dan
membawa sepeda kecil, begitu bahagia icha,
Icha :
“ibuuuuu…bapaaaaak” (menjerit dan berlari menghampiri mobil itu, tapi mobil
yang ditumpangi ibu dan bapaknya melaju sangat cepat,)
Dia terus berlari sampai dia tidak memeperhatikan
jalanan, tiba-tiba ada mobil kecang berada tepat dibelakangnya, ichapun
menoleh, dia ingin menghindar tapi tidak bisa “ibuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu”
teriak icha bersamaan dengan rem mobil yang dipaksa berhenti, suasana seketika
itu begitu hening, semua orang yang berlalu lalang di jalan itu ternganga
esa :
“tolooooooooooooong!!!!”
Warga 1 :
“ya ampuuun, kasihan sekali anak kecil ini,,” (tak tega melihat darah yang
mengalir begitu banyak di tubuh icha,”
Warga 2 :
“kelihatanya anak ini sudah meninggal”
esa :
“tolong angkat anak ini ke mobil, saya harus bawa dia ke rumah sakit, semoga
masih ada keajaiban”
warga 3 :
“gimana mau ngangkat bu, kulitnya menyatu dengan aspal”
warga 1 :
“sebaiknya kita coba dulu, kasihan anak ini”
para wargapun mengangkat dan berusaha memisahkan
tubuh icha yang menempel di aspal, semua warga terenyuh melihat kejadian itu,
bahkan banyak yang tak tega melihat kondisi icha. Hampir wajahnya tidak
dikenali karena sudah tak berbentuk dan berumuran darah.
Doni :
(melihat reramaian) “pak, ini siapa yang kecelakaan?” (mencoba melihay
mendekat)
Begitu kaget doni ketika tas yang tergeletak dijalan
itu tas icha.
Doni :
“ichaaa!!!” (bergegas doni membongkar ta situ, untuk memastikan itu milik icha
apa tidak, setelah didapati penghapus kesayangan icha ada ditas itu, gemetar
tubuh doni mulai timbul)
Esa :
“kamu kenal anak ini nak?”
Doni : “iya
tante, dia temanku”
Esa :
“saya mau membawanya kerumah sakit, tolong beritahu keluarganya ya, mana tasnya
saya bawa juga”
Doni : “iya tan” (bergegas doni berlari tanpa
memperdulikan supirnya)
Doni berlari sekuat tenaga dengan linangan air mata,
berharap icha baik-baik saja
(dirumah)
Ibu :
“ichaa!!” (kaget dan melepas piring yang dipeganginya)
Bapak : “ada
apa bu?”
Ibu :
“pak, icha manggil ibu pak,,,”
Bapak : “mana
bu? Gak ada suara apa-apa bu”
Ibu : “ya
Allah paaaak, kenapa ibu gelisah seperti ini”
Bapak : “bu,
sudahlah,,,hari ini hari bahagia anak kita, kita sudah belikan dia sepeda dan
ibu udah jaitin dia baju, kalau dia pulang dia pasti akan senang bu, langsung
dicobain ini sepedahnya”
Ibu :
(tetap terdiam)
Terdengar suara ketokan pintu dari luar, dengan
cepat ibu membuka pintu itu, didapatinya doni dengan nafas terengah-engah dan
deraian air mata.
Doni :
“bu,,,bu,,, ichaa,,,”
Ibu :
“ada apa sama icha doon?” (mulai khawatir)
Doni : “icha
kecelakaan buu, icha ditabrak mobil!!”
Ibu :
“apa!!! Kamu jangan bohong doon” (mendengar ibu menangis, bapak icha langsung
keluar)
Doni : “iya buk, ayok bu pak ikut aku, aku antar
kerumah sakit sekarang”
Segera mereka bertiga meuju rumah sakit
Ibu :
“gimana kalau terjadi sesuatu sama icha pak?” (sambil berjalan menelusuri
lorong rumah sakit)
Bapak : “tenang bu, tenang”
Dilihatnya tas icha yang terduduk manis disebuah
deretan kursi, terlihat seorang wanita canti sedang menangis membaca sebuah
buku using disamping tas icha itu.
Ibu :
(histeris) “ini tas icha pak, ini tas icha,, dimana icha paaak dimana”
Esa :
(menoleh dengan deraian air mata) “ibu dan bapak orang tua icha?”
Ibu :
“iya, kami orang tua icha,, dimana icha? Bagaimana kondisi anak saya?”
Esa :
(terdiam berlahan dia berlutut di hadapan orang tua icha) “bu, pak,,,saya
esa,,saya minta maaf sebesar-besarnya bu, pak karena saya yang menabrak anak
kalian, dan saya juga yang menghilangkan nyawa anak kalian”
Mendengar kata-kata esa ibu langsung terbelalak
Ibu :
(membangunkan esa) “dimana anakku, sekarang dimana!!!!”
Esa :
“disitu bu..” (menunjuk ruang mayat)
Ibu dan bapak icha berlari masuk ruang tersebut, dan
doni hanya bisa menangis disudut ruang itu.
Ibu :
(melihat mayat kecil yang tertutup kain putih) “ichaaaaaa” (mendekat dan
membuka tutup itu, betapa syok ibu melihat kondisi icha yang tidak bisa
dikenali lagi, seluruh tubuh ibu langsung gemetaran dan pingsan)
Bapak : “bu
banguun buuuu,,,ya Allaaah ichaa anakku,,,kenapa kamu pergi ninggalin bapak dan
ibuu nduuuuuk, bahkan bapak sudah belikan kamu sepeda, dan ibu sudah jahitin
baju baru buat kamu nduuuuuuk” (tangis itupun memecah)
Esa :
(masuk) “paaaak maafin saya pak, saya gak sengaja melakukanya paaak, tolong
maafin sayaaaa”
Bapak :
“sudahlah, ini semua takdir yang diatas, lahir, rezeky, jodoh dan maut sudah
menjadi takdir yang diatas”
Esa :
“makasih paaak,,,,bu,,,bangun buu,,,,,” (mengelus kepala ibu icha)
Ibu :
(mulai terbangun) “icha,,ichaa,, anakku,, kenapa kamu tinggalin ibu nduuk,
bangun nduuk”
Esa :
“maafin saya bu, saya yang buat icha jadi begini”
Ibu :
“mungkin semua ini takdir Allah, meski aku memarahimu tetap kamu gak bisa
mengembalikan anakku kan?”
Esa :
“bu,,,,,,maaf bu,,”
Bapak : “ayo
bawa icha pulang bu, icha harus dimakamkan”
Ibu :
(hanya bisa mengangguk)
(di rumah)
Kakak :
(membawa tas) “pasti icha seneng deh, pulang sekolah dikamarnya udah ada tas
baru buat dia” (tersenyum sambil menaruh tas itu ke kamar icha) “rumah kok
sepi, ibu dimana ya? Sepedah baru sudah ada, seharusnya ibu dan bapak dirumah,
dan ibu udah masak buat syukuran nanti” (mencari orang rumah)
Terdengar mobil ambulance menuju rumah
Kakak :
“tumben ada mobil ambulance lewat sini, siapa yang sakit ya? Atau mau
melahirkan? Perasaan gak ada yang hamil tua” (meminum teh manis yang ada di
meja)
Kakak :
(kaget) “kenapa mobilnya berhenti disini” (melangkah kedepan untuk melihat)
Betapa kagetnya kakak saat melihat sesosok mayat
kecil diangkat keluar dari ambulance itu, tiba-tiba dadanya begitu sesak, dan
air mata tak berhenti menetes
Kakak : (melihat ibu dan bapak keluar dari mobil
dengan deraian air mata) “bu, pak,, siapa yang dibungkus kain kafan itu? Kakak
kenal? “
Ibu dan bapak hanya terdiam, ibu yang dipapah bapak
berjalan masuk rumah
Kakak : “bu,
pak!! Aku bertanya, siapa itu!!! Apa aku kenal!! Siapa dia bu paaak!!” (teriak
dengan tangis yang semakin menjadi)
Ibu :
(menangis menjadi) “adiiikmuuuuu,, itu adiiikmuuu,, icha meninggaaaal..”
Kakak :
(berlari menghampiri mayat itu) “chaaaa,,, ini bukan ichaa kaaan, adikku gak
mungkin meninggal, bahkan aku sudah belikan dia tas baru buat sekolah, aku
sudah berjanji padanya buat bantu dia untuk membahagiakan ibu bapak, ini bukan
icha kaaaaan”
Bapak :
“ikhlasin adikmu, biar dia tenang di sana..”
Kakak : “bapak
gak ngerti perasaanku, bapak mudah sekali bilang seperti itu, icha adikku
satu-satunya paaak, aku belum sempat bahagiakan dia paaak!!”
Bapak : “dia
juga anak perempuan satu-satunya kamuuuu kak, tolong jangan begini”
Kakak :
“ichaaaaaa, banguuuun chaaaa,, lihat bapak belikan kamu sepedah, buat kamu
sekolah cha,,,ibu sudah jahitkan kamu baju baru dan kakak sudah belikan kamu
tas, banguuun chaaaa banguuuuuuuuuuun!!!” (memeluk erat mayat adiknya)
Seluruh tetangga yang mendekat tak kuasa menahan
haru keluarga itu,
(disawah)
Doni berlari menghampiri ditto
Doni :
“ditoooo !!!!”
Ditto :
(menoleh dan tersenyum lebar) “ada apa don? Tumben kamu kesini”
Doni : “icha
dit, icha meninggal”
Ditto :
“kamu jangan bercanda deh don, bercandamu itu gak lucu!!”
Doni : “demi
Allah dit, aku bersumpah, tadi dia kecelakaan dan dia meninggal”
Ditto :
(tercengang, air matapun tak dapat dibendung) “ ichaa,, ichaa meninggal….”
(bergegas dia berlari menuju rumah icha)
Di rumah icha Nampak sudah berkumpul bu rahma,esa,
bu arini, kakak, bapak, ibu icha dan warga, semua menangis haru melihat
kepergian icha, doni dan ditto bergegas mendekat dan mengikuti prosesi
pemakaman.
(malam hari dirumah)
Suasana Nampak begitu hening, semua terdiam setelah
pengajian icha, tangisan itu masih mengalir dipipi-pipi mereka
(dikamar)
Ibu :
(membawa baju jahitanya dan ditaruh dikamar icha) “nduk,apa kamu gak kedinginan
disana? Apa kamu gak kesepian disana? Disana pasti dingin dan gelap sekali ya,,
sini ibu peluk naak,,” (memeluk baju jahitanya) “andai saat kamu bilang kalau
kamu mau pergi bersama bintang itu adalah isyarat kepergianmu, pasti ibu malam
itu akan bersamamu sampai pagi, ibu gak akan membiarkanmu kemana-mana dan
selalu mendekapmu, maafin ibu nduuk 6 tahun ini ibu gak bisa jadi orang tua
yang baik,gak bisa membahagiakan kamu”
(didepan rumah)
Bapak :
(mengelus sepedah yang baru saja dibeli) “anday saja kamu masih hidup nduk,
kamu pasti senang sekali melihat sepedah ini, pasti kamu sudah minta diajarin
kakakmu buat bisa naik sepedah ini, anday bapak tahu kalau kamu akan pergi
secepat ini, pasti sudah dari dulu bapak belikan kamu sepedah walaupun itu
ngutang tetangga, kenapa kamu gak bilang bapak kalau mau pergi nduuk,,
nduuuk,,bapak belum siaap kamu tinggal secepat ini”
(di ruang tamu)
Nampak kakak sedang melamun dan berderaian air mata,
disitu juga ada esa yang menemani. Tak berapa lama ibu dan bapakpun ikut berkumpul.
Esa :
“maaf pak, bu…saya ingin menyampaikan sesuatu”
Ibu :
“katakanlah”
Esa :
“saya tidak sengaja membaca buku harian icha yang kebetulan tadi berada
ditasnya, dan saya sangatterenyuh membaca buku hariannya, ini saya kembalikan
ke bapak dan ibu” (menyerahkan sebuah buku) “bu, pak…saya ingin memberangkatkan
haji kalian, saya harap kalian gak keberatan”
Ibu :
“apa maksudnya? Kamu mau nyogok kami dengan memberangkatkan haji kami setelah
kamu menabrak anak kami iya?”
Esa :
“bukan seperti itu bu, saya juga sudah melaporkan kasus ini kepolisi, jika saya
dihukum saya pasrah karena saya tahu kalau saya bersalah, tapi almh.icha sangat
menginginkan orang tuanya pergi haji, dan saya ingin mewujudkan mimpinya,
anggaplah ini permintaan terakhir icha kepada ibu dan bapak, dan anggap juga
icha yang memberangkatkan haji ibu dan bapak, saya mohon ibu dan bapak mau
menerimanya, karena kalau tidak saya sangat merasa bersalah bu, pak, karena
membuat mimpi icha hanya menjadi harapan palsu saja”
Bapak : “beri
kami waktu, kami akan memikirkannya lagi”
Esa :
“terimakasih banyak pak, dan buat kakaknya icha,,saya juga ingin kamu bekerja
dengan saya,,di buku harian icha juga tertulis kalau dia sangat sedih melihat
kakaknya bekerja keras demi membantu perekonomian keluarga, dan dengan uang
hasil kerjamu kamu juga bisa melanjutkan sekolah, biar kamu mendapat pendidikan
yang lebih baik”
Kakak : “aku
gak mau!!! Itu sama saja aku menukar nyawa adikku dengan kebahagiaanku
sendiri!!”
Esa :
(berlutut dihadapan kakak icha) “aku mohoon, terimalah,, bukan itu maksudku,
bahkan kalau kalian menginginkan aku dipenjara seumur hiduppun aku mau, tapi
toloong kalian mau ya, ini keinginan icha, apa kalian mau membuat dia kecewa
dan gak tenang dialam sana,? Karena orang tua dan kakaknya tidak merasa bahagia
setelah ditinggalnya,,icha ingin melihat kalian bahagia, bahkan dituliskan
dibuku harian itu kalau dia harus pergi akan dilakukannya asal kalian bahagia”
Ibu :
“benarkah begitu?”
Esa :
“kalau memang ibu gak percaya ibu bisa baca sendiri buku harian icha., ini
sudah malam, besok saya akan kesini lagi,, tolong pertimbangkan baik-baik
tawaran saya, assalamu’alaikum”
Bapak :
“wa’alaikumssalam”
Ibu :
“kak coba kamu baca buku ini, ibu penasaran sama isi hati adikmu”
Kakak : “iya
bu” (membuka buku itu)
“hari pertama
aku masuk sekolah, semua teman-temanku pergi ke sekolah hari ini diantar sama
ibu mereka, tapi aku berangkat sendiri, saat itu aku duduk duluan di depan,
tepat di bangku depan bu guru, tapi teman yang lain mengusirku sampai akhirnya
aku duduk dipojok paling belakang, bu..anday ibu nemenin aku sekolah, pasti
bangku yang aku duduki gak akan direbut oleh dia”
“temanku ada
yang sangat membenci aku, namanya sari dan dita, mereka mendorongku sampai aku
terjatuh dilantai, kedua tanganku berdarah, perih, sakit sekali, dan bu guru
gak mau ngebelain aku, bu guru malah ngebelain mereka, gara-gara aku beli
penghapus yang harganya mahal, padahal penghapus itu kan aku beli dari aku gak
jajan selama sepuluh hari sekolah, tapi untung ada ibu peri, bu guru kelas dua
yang baik hati, bu..aku ingin ibu tahu kalau aku sudah gak betah sekolah disana
bu, mereka jahat sama aku”
“aku minta sama
bapak dan ibu untuk berhenti sekolah, tapi bapak dan ibu marahin aku, aku ingin
mereka tahu betapa kejamnya teman-temanku, aku ingin berhenti sekolah bukannya
aku ingin berhenti belajar, tapi aku sudah gak kuat sama kejahatan
teman-temanku”
“ada perlombaan
lari dan hadiahnya banyak, pasti kalau aku menang aku bisa berangkatin haji
bapak dan ibu, bisa beli sepedah buat aku, dan bisa aku kasihkan kakak untuk
modal usaha, biar kakak gak kerja keras lagi”
“tadi habis
lomba lari sama kakak, dan aku pingsan,,maafkan aku kak karena aku hanya buat
susah kakak saja, aku kasihan sama kakak kakinya berdarah gara-gara berlari
sejauh itu tanpa alas kaki, aku sayang sama kakak, semua ini demi ibu dan
bapak, aku sayang kalian”
“aku dibelikan
sepatu sama ibu, tapi sepatuku dibuang sama sari dan dita ke selokan, mereka
bilang ini sepatu murahan, mereka gak tahu betapa berharganya sepatu ini
buatku, tapi mereka selalu menjahiliku, aku dikasih ingus, disiram air bahkan
dikunci didalam kamar mandi sekolah, untung ada ibu peri yang menolongku,
pulang sekolah aku gak langsung pulang, aku main sama doni karena dia ingin
main ke desaku, dan aku juga takut ibu tahu kalau bajuku basah semua, pulang
dari rumah aku dimarahin dan dipukulin sama ibu sampai aku pingsan,
bu…sebenarnya aku ingin cerita semua yang aku alami disekolah, agar ibu tahu
dan gak mukulin aku lagi, anday ibu tahu perasaanku bu,, hatiku selalu menangis,
apa ibu mendengar tangisanku ini?”
“kenapa ya bu guru gak pernah sedikitpun percaya sama
aku, jawaban ulangan tengah semester itu bukan punyaku, tulisanya beda ama
tulisanku, tapi bu guru marah sekali sama aku, setibanya dirumah, aku dipukuli
ibu ,,padahal aku ingin mengadu sama ibu tentang semua ini, berharap ibu
mengerti dan membelaku, kalau seperti ini aku gak akan dapat sepedah dari
bapak”
“aku selalu
memandang bintang langit yang paling terang, aku yakin itu adalah bintang
kebahagiaan tuhan yang Allah berikan untukku, aku selalu berharap bintang
kebahagiaan itu turun dan membuatku bahagia, sampai akhirnya aku sadar kalau
bukan bintang itu yang turun, tapi aku yang harus kesana untuk bersama bintang
kebahagiaanku, ya Allah,,aku ingin melihat ibu, bapak naik haji dan melihat
kakak bisa meneruskan sekolah lagi, semoga do’aku ini negka kabulkan ya
Allah..amin”
Bapak :
(meraih buku daro tangan kakak) “tulisanya sangat jelek, tapi makna dari
kata-katanya begitu dalam”
Ibu :
“aku bukan ibu yang baik buat anak-anakku” (tangisnya memecah)
Kakak : “bukan
gak baik buk, tapi gak peka denagn perasaan anak-anakmu” (pergi meninggalkan
ibu dan bapak)
Bapak : “sudah
lah bu, jangan nangis lagi..semua sudah terjadi dan gak akan bisa kembali
seperti dulu, icha sudah pergi sekarang anak kita tinggal 1, dan bapak harap
ibu gak sia-siakan lagi”
Ibu :
“anday dulu aku lebih peka pak, pasti icha gak akan semenderita itu, pasti dia
bisa menangis dan mengadu tentang beban-bebanya dipelukanya, aku bisa
melindungi dan membelanya..tap apa pak? Aku malah memukuli dan memarahinya,
sekarang dia sudah tiada pak, ibu,,ibu sangat menyesal pak”
Bapak :
“sudahlah bu, ikhlaskan dia, biar dia tenang disana, jangan ibu sesali dan
tangisi lagi ya?..ibu harus bisa buat dia senang, kita harus bahagia demi dia
bu, lagian juga besok ibu akan ke sekolah mengambil rapornya kan, jadi ibu
tidur sekarang ya”
(pagi hari di sekolah)
Guru :
(melihat ibu icha yang Nampak begitu murung) “bu saya ikut berbela sungkawa
atas kepergian icha ya, dan saya juga mau minta maaf atas seikap kurang adil
saya terhadap almh. Waktu masih hidup,,bu,,icha mendapatkan juara umum dan ini
rapornya, sebagai gurunya saya sangat bangga sama dia bu, sampai akhir
hayatnya”
Ibu :
“iya biarlah yang lalu jadi kenangan, dan terimakasih ini merupakan hadiah
terindah untuk icha, karena dia berhasil menjadi juara umum, berhasil
membanggakan orang tuanya, kalau begitu saya pamit pulang dulu”
Guru : “iya
bu” (bersalaman)
( di ruang kepala sekolah)
Nampak tengah ada bu rahma dan kepala sekolah sedang
berbincang-bincang serius
Guru :
(mengetok pintu dan masuk ruangan) “permisi,,boleh saya masuk?”
Bu rahma :
“silahkan bu,,”
Kepala sekolah :
“ada tujuan apa ibu kesini?”
Guru :
(tertunduk sebentar) “saya,,saya mau mengundurkan diri pak, bu”
Kepala sekolah dan bu rahma : (terkejut)
Bu rahma :
“kenapa ibu mau keluar? Apakah salah satu dari kami pernah melakukan salah sama
ibu atau gimana?”
Guru : “bu
rahma, ternyata benar kata ibu,,saya belum pantas dikatakan sebagai GURU, dulu
saat pertama kali saya menjadi seorang guru, saya begitu meremehkan pekerjaan
guru, fikirku guru hanya mengajar, setelah itu pulang, tapi ternyata guru gak
semudah yang saya bayangkan, seorang
guru adalah orang tua kedua dari murid-murid kita, harus bisa bersikap adil
terhadap murid-murid kita, bisa mengajari sopan santun, menghargai sesame
temanya dan menyayangi mereka, tapi semua itu gak pernah saya lakukan, saya
terlalu mengabaikan semuanya, dan menganggap orang-orang kaya yang membuat saya
segan dan hormat pada mereka, padahal itu pemikiran yang sangat keliru, saya
gak pantas untuk menjadi seorang guru, guru adalah pekerjaan yang sangat mulia,
dan saya gak ingin membuat citra para guru lain tercemar gara-gara saya,”
Bu rahma :
(tersenyum) “apa Cuma segitu saja mental anda? Seorang gurupun juga harus tahan
mental, mau belajar dari kesalahan dan menerima masukan dari semua orang, jika
anda mendapatkan ujian begini saja anda sudah menyerah, malah makin membuat
nama guru semakin diremehkan, kita seorang guru, kita ini panutan murid-murid
kita, kalau kita tidak bisa menjadi panutan, bagaimana mungkin kita berharap
murid-murid kita akan melakukan hal yang kita harapkan”
Kepala sekolah :
“kata bu rahma itu benar sekali bu, kalau memang ibu mengaku salah, tunjukkan
kalau ibu bisa berubah dan belajar dari kesalahan itu, jangan malah seperti
ini, surat pengunduran diri ibu tidak bisa saya terima, karena saya harap ibu
bisa belajar dari kesalahan ibu, bukankah guru terbaik adalah pengalaman”
Guru :
(meneteskan air mata) “terimakasih pak, bu,, sudah memberi saya kesempatan kedua, saya janji kalau saya akan berusaha
menjadi seorang guru yang baik, guru yang bisa jadi panutan murid-murid saya”
Bu rahma :
“selamat berjuang ya bu” (tersenyum)
( di rumah doni)
Melihat doni selalu melamun beberapa hari ini
membuat papa dan mama doni sadar, nampaknya icha yang bisa membuat anak semata
wayangnya tersenyum, tapi Tuhan berkehendak lain, icha telah pergi meninggalkan
doni.
Papa : “apa
yang bisa papa perbuat agar kamu tersenyum seperti dulu lagi nak?”
Doni :
“sekarang papa puas kan, melihat doni kehilangan sahabat doni untuk
selama-lamanya, bukankah papa menginginkan ini?”
Papa : “papa
gak pernah menginginkan kamu semenderita ini nak, anday saja papa tahu dari
dulu kalau icha sumber semangat dan yang bisa membuatmu bahagia, papa pasti gak
akan melarang kalian berteman”
Doni :
“semuanya sudah terlambat pa”
Mama : “gak
ada yg terlambat untuk melakukan kebaikan nak, ohya bukankah kamu punya 1 teman
lagi namanya ditto?,,apakah dia teman kamu sekolah juga?”
Doni :
“ dia gak seberuntung doni ma, yang bisa sekolah “
Mama : “jadi
dia gak sekolah nak?”
Doni : “iya”
Mama :
“bagaimana kalau dia sekarang sekolah bareng sama kamu? Pasti kamu akan
senangkan?”
Doni : “dia
gak punya biasa buat sekolah ma!”
Mama : (memeluk
anaknya) “mama dan papa yang akan membiayai pendidikan ditto sayang, jadi ditto
gak udah khawatir soal biaya sekolah, sekarang kamu mau bilang sama ditto
tentang kabar bahagia ini?”
Doni :
“beneran ma?” (terbelalak)
Mama : “iya
sayang, asal kamu bisa tersenyum lagi, mama dan papa akan melakukan apapun
utnuk itu, mama dan papa juga sangat bersalah sama icha, yang dulu pernah mama
dan mama marahin, kasihan dia, harus pergi diusia semuda itu”
Doni :
“mungkin Tuhan mengambil icha karena Tuhan tahu icha gak bahagia di dunia, dan
mungkin dengan icha diambil, dia akan lebih bahagia disana, aku sangat
menyayangi icha, dia temanku yang sangat baik, gadis kecil yang begitu kuat dan
tabah dalam setiap ujian hidupnya” (mengusap air mata) “aku mau ke rumah ditto
dulu ma pa, mau ngasih tau dia, dan mau menjenguk icha dimakam”
Mama :
“berangkatlah nak, hati-hati ya”
Doni :
“pasti ma”
(di sawah)
Doni :
(berlarian) “ditoooo!!!”
Ditto :
(menoleh) “ada apa don?”
Doni : “aku
ingin memberi tahumu, kalau kamu bisa sekolah “
Ditto :
“maksudnya?”
Doni : “iya,
jadi gini, mama dan papa mau membiayaimu buat sekolah, jadi kamu bisa sekolah
tanpa memikir biayanya”
Ditto :
(kaget) “benarkah itu don?”
Doni :
“beneran to” (tersnyum lebar)
Ditto :
(berlarian mengelilingi sawah) “horeeeee,,,horeeeee,,,aku bisa sekolah”
Doni : “ayok
kita beritahu icha, icha pasti senang mendengar ini”
Ditto : “iya
don, aku cari bunga dulu ya buat dia”
Doni : “aku
ikut”
(di makam)
Doni :
(mengelus nisan icha) “cha, aku kangen sama kamu, kamu sekarang sedang apa
disana?ohya cha, aku punya kabar bagus, pasti kamu seneng deh dengernya”
Ditto : “iya
cha, kamu pasti akan bahagia mendengar berita ini”
Doni :
“ditto akan disekolahkan sama mama dan papa cha, jadi sekarang dia bisa
ngelanjutin sekolah lagi,,”
Ditto :
“cha, kalau kamu beneran ada disini kamu pasti akan tersenyum lebar dan bahagia
sekali, aku kangen sama kamu cha, anday aku bisa meminta, aku ingin kamu hidup
lagi cha, sulit hidup kalau gak ada kamu”
Doni :
(menepuk bahu ditto) “kami janji cha, setiap minggu kami akan datang kesini,
dan kami akan cerita banyak tentang sekolah dan tentang lainya, biar kamu gak
kesepian, kami sayang sama kamu cha”
Ditto : “ya
sudah dulu ya cha, besok kami kesini lagi, soalnya sudah sore, takutnya doni
nanti dicari sama orang tuanya”
Doni :
“sampai jumpa cha”
Merekapun pergi menjauh, meninggalkan makam itu
sunyi
(di rumah icha)
Di teras rumah namapak ibu sedang memandangi langit
yang penuh dengan bintang.
Bapak : “kamu
lagi ngapain buk? Kok menatap langit begitu?”
Ibu :
“bapak tahu bintang yang paling terang itu?” (menunjuk sebuah bintang) “itu
icha pak, ibu kangen sama dia, dan ibu melihat dia dari sini”
Bapak :
“maksudnya apa buk?”
Ibu :
“dulu icha pernah bilang sama ibu, kalau bintang yang pling terang itu adalah
bintang kebahagiaannya, dan dia bilang kalau dia akan kesana agar dia bersama
dengan bintang kebahagiaannya, aku yakin pak disana ada icha yang sedang
tersenyum melihat kita”
Bapak :
(melihat langit) “nduk, kami bangga sama kamu, kamu bisa jadi juara umum dan
anak perempuan yang begitu mulia hatinya”
Ibu :
“ibu sayang sama kamu nduuuk, kamu bahagiakan disana”
Bapak : “buk,
apa gak sebaiknya kita terima tawaran dari esa? “
Ibu :
(menunduk)
Bapak : “jika
keinginan icha seperti itu, apa salahnya bu untuk mengabulkan permintaan
terakhir anak kita, biar dia bisa tenang dan bahagia disana”
Ibu :
“mungkin bapak benar, baiklah kita terima tawaran esa untuk pergi haji dan
kakak biar bisa melanjutkan kerja lagi pak”
Bapak : “nduk,
semua keinginanmu akan bapak dan ibu turuti nduk, do’akan kami disini nduk”
Ibu :
(menantap langit) “kami sayang kamu nduk”
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar