Rabu, 30 Januari 2013

Dengarlah Tangisanku Ibu

Dengarlah Tangisanku Ibu

(sebuah skenario film buatan Putri Berrys,semoga skenario ini menjadi pembelajaran bagi kita semua)


SINOPSIS

            Chika anak dari pasangan paruh baya yang merupakan adik dari seorang kakak berumur 11 tahun lebih tua darinya, mereka hidup dalam kesederhanaan, ayah icha seorang petani kecil, jadi tidak mampu untuk membeli hal-hal lebih yang dia inginkan, ichapun tipe anak yang ekspresif, dia memiliki mimpi besar untuk menjadi orang yang sukses, ingin menjadi kebanggaan orang tuanya dan ingin membahagiakan orang tua yang dari kecil telah merawatnya. Kehidupan keluarga icha walau sederhana mungkin cukup hangat, tapi berbeda terbalik dengan kehidupan sekolahnya, sejak memasuki sekolah SD di salah satu SD Negeri di desanya icha seperti anak yang tak punya teman yang benar-benar ingin berteman dengan dia, dia selalu dicemo’oh dan dihina banyak teman-temanya bahkan gurunya memandang sebelah mata dia. Pintar tapi tak dianggap begitulah icha, sampai suatu hari ada salah satu teman icha bernama doni yang selalu mendukung semua impianya dan citaa-citanya, ya impian anak kecil yang begitu indah dan lugu, masa-masa indah saat menjadi anak-anak yang nanti tidak akan pernah terulang kedua kali, dan hanya menjadi sebuah kenangan dan mungkin hanya akan dilupakan.

DENGARLAH TANGISANKU IBU

            Pada tahun ajaran baru di SD N 1 bahagia tampak begitu ramai para calon siswa baru dan wali murid mengantar anak-anaknya kesekolah, pemandangan itu nampak ganjil ketika melihat sosok gadis kecil yang sedang berjalan menuju ruang kelas sendiri, bebeda dengan teman-temanya yang didampingi orang tua mereka dia Nampak sendiri dan hanya bisa duduk di bangku tepat meja guru mengajar.
(di dalam kelas)
Dita     : (melihat icha yang tengah duduk di bangku tepat depan meja guru dia Nampak iri dan mulai merengek pada mamanya) “mamaaa,,aku mau duduk dibangku itu” (kata dita sambil menunjuk tepat kearah icha, akhirnya ichapun mengalah dan duduk kebangku paling belakang dimana tidak ada satu temanpun yang mau duduk dengannya )
Guru    : (tak lama guru pun datang, beliau memulai menyuruh anak-anak maju satu persatu untuk memperkenalkan diri) “anak-anak, selamat datang di SD N 1 bahagia, perkenalkan saya bu arini saya yang mengajar kalian di kelas satu ini, ayo siapa yang mau memperkenalkan diri sama ibu? Ayo anak-anak gentian maju ke depan ya” ( tak lama setelah aba-aba dari bu arini anak-anak girang mereka antusias dengan perkenalan diri itu)
Doni    : (melihat icha yang hanya terdiam di bangkunya tanpa bergerak sedikitpun, doni mulai heran dan bertanya) “hay, nama kamu siapa? Aku doni..kenapa kamu tidak ikut maju untuk memperkenalkan dirimu?”
Icha     : “aku icha, nanti saja aku maju kalau maju sekarang dimarahin orang lagi” (Nampak jelas kalau icha trauma dengan kejadian tadi, diusir dari bangku ke bangku karena dia tidak bersama dengan wali muridnya kesekolah, jadi dia tidak ada yang membela, betapa sedih hatinya, dalam hati mengulang-ngulang kata “anday ibu mau menemaniku”)
Doni    : (melihat icha melamun donipun mulai ingin tahu tentang apa yang tejadi pada icha) “memang kamu tadi habis diapain?”
Icha : “tidak apa-apa kok” (tepisnya sambil mengembangkan senyum paksaan)
Jam istirahatpun datang ditandai dengan bunyinya bel. (Di taman sekolah)
Icha     : (melihat dita dan sari Nampak rukun dan bermain bersama ichapun ingin bergabung dengan mereka, dia berlari dan menghampiri mereka) “boleh aku ikut main sama kalian?”
Dita     : (melihat kedatangan icha dia Nampak begitu geram) “gak boleh, kamu yang tadi ngambil kursi aku, lagian siapa yang mau main sama anak yang datang kesini aja sendirian, gak punya orang tua ya kamu?”
Sari      : “dita jangan gitu, mungkin aja icha yatim piatu makanya tidak ditemenin orang tuanya” (kata yang senada dengan ditapun dilontarkan dengan sari, Nampak sekali teman-teman icha sangat tidak suka dengannya)
Icha : (merasa tidak terima icha mulai geram) “aku masih punya orang tua, ibu gak nemenin aku kesini karena tadi ibu mau nemenin bapak ke sawah, jadi kalian gak boleh ngomong begitu sama orang tuaku” air mata icha tak hentinya menetes, dia berjalan pergi.
(di dalam kelas)
Icha : “ya Allah, aku bukan anak jahat, aku juga nurut sama bapak dan ibu, tapi kenapa temen-temenku pada jahatin aku ya Allah? Ya Allah, aku juga pengen pertama sekolah diantar sama ibu kayak anak-anak lainya, ya Allah apa aku ini anak nakal?” (kata icha dengan deraian air mata sambil memandang ke langit-langit kelasnya)
Pulang sekolahpun icha tak seperti teman-teman yang lainya, dia berjalan sendirian menyusuri tepian desa dan jalan setapak yang panjang, terlihat dari kejauhan teman-teman mereka yang pulan pergi kesekolah diantar jemput orang tua atau supir pribadi, da nada juga yang naik ontel (sepedah gowes). “ya Allah, kapan ya aku bisa kayak mereka” (keluh icha didalam hatinya)
Dari kejauhan Nampak ibu icha sedang menjahit baju, beliau Nampak terheran-heran melihat anaknya yang pulang sekolah langsung nyelonong kekamar, padahal biasanya setiap icha pulang dari manapun selalu cium tangan ibunya dulu, bergegas ibunya menghampiri icha.
(dikamar)
Ibu       : “kamu ada apa cha? Kok pulang sekolah langsung tiduran dikamar, gak biasanya kamu kayak gini” (kata ibu sambil terus mengotak-atik baju jahitanya)
Icha     : “bu, tadi temen-temen sekolahku dianterin sama orang tuanya berangkat sekolah, Cuma aku saja yang gak dianterin sama ibu..dan mereka pulang sekolah dijemput sama orang tuanya dan ada yang naik sepedah bu” (kata icha sambil berlingan air mata)
Ibu       : “walah cha…cha, kamu ya tahu sendiri kalau ibu dan bapak itu sibuk ngurusin sawah, apa lagi ibu harus jahit baju juga, lagian kenapa orang tua mereka pada nemenin anaknya sekolah, denger ya cha,,anak yang kayak gitu tuh,,anak-anak yang tidak bisa mandiri, seharusnya kamu itu bersyukur, kamu bisa jadi lebih mandiri dari mereka” (kata ibu icha sambil tetap mengotak-atik jahitanya)
Icha     : “iya bu..” (jawab icha singkat, mungkin dia sadar kalau ibunya tidak mengerti apa yang diinginkanya, apa yang diinginkan anak-anak usianya)
Setelah fikiranya tenang, icha bergegas ganti baju dan pergi keluar, Nampak anak kecil sebayanya sedang menunggu dirinya dibawah pohon rindang tepat didepan rumahnya
(didepan rumah)
Dito     : (duduk dengan memainkan gundu ditanganya) “gimana sekolah pertamamu cha?” Tanya ditto yang penasaran dengan sekolahan, mungkin icha lebih beruntung darinya, karena ditto tidak sekolah.
Icha     : “begitu lah to” (kata icha yang merebut salah satu gundu ditangan ditto) ditto nampaknya tahu pasti ada masalah, karena sebelum icha sekolah dia begitu kegirangan, tapi ekspresi yang dihasilkan begitu berbeda.
Ditto    : “ada masalaha disekolahmu ya?” (kata ditto sambil memandang icha)
Icha: “tadi disekolahku, temen-temen ditemenin sama orang tua mereka, dan ada temenku yang gak suka sama aku, dia ngambil tempat dudukku, sampai aku duduk ditempat paling belakang dan gak ada temen yang mau berteman sama aku,” (kata icha sambil bermain gundu di tanah yang begitu gersang itu)
Ditto    : “kamu iri sama mereka? Seharusnya kamu bersyukur karena kamu bisa sekolah cha, dan kamu harus tunjukin sama mereka kalau kamu bisa lebih mampu dari mereka,gak seperti aku,,anak yatim yang gak bisa sekolah” (keluh ditto begitu sedih)
Icha     : (melihat temanya sedih icha juga ikut sedih, dan dia punya ide untuk membuat ditto tertawa lagi) “to, ayok kita main disawah, kita bisa mandi dikali abis main, gimana?”
Ditto    :”wah ide bagus, ayok berangkat” (kata ditto sambil mengusap air matanya) Nampak dua sahabat cilik itu begitu bahagia, lari-larian disawah dan mandi disungai, teriakan demi teriakan sekana menjadi bumbu penyedap kebersamaan itu.
Pagi yang cerah dengan kicauan burung, Nampak icha tengah bersiap-siap kesekolah dengan rambut yang tengah dikepang ibunya (dikamar)
Ibu       : (nampak heran melihat sebuah kaleng biscuit tergeletak diatas kamar anaknya) “cha, itu kaleng buat apa? Kenapa ada diatas kamarmu? Kan kotor cha”
Icha     : (melirik arah yang dimaksud ibunya) “itu celenganku bu, aku mau nabungin uang sakuku buat beli sepeda, biar kalau kesekolah gak jalan kaki lagi”
Ibu       : “udah jangan ketinggian angan-angannya, lagian uang saku segitu mana bisa buat beli sepeda, berangkat sekolah sana..tanti kamu telat” icha langsung mencium tangan ibunya dan berangkat kesekolah, dan ibupun hanya bisa menghela nafasnya.
Disekolah icha sangat terkejut, bangkunya dicoret-coret dita dan sari, dengan geram dialangsung menjambak rambut mereka, tak berapa lama merekapun menangis dan mengadukan hal itu pada gurunya (di ruang guru)
Dita     : “bu guru, aku sama sari dijambak icha” (kata dita dengan tangisan tak henti-hentinya dan dengan rambut yang acak-acakan)
Guru: “apa benar itu cha?” (kata bu guru dengan tampang syok)
Icha     : (menundukkan kepala) “iya bu, tapi mereka mencoret-coret bangku saya bu”.
Sari      : “bohong bu, dia saja yang marah sama kami karena kemaren dia ngajak main kami gak mau bu” (kata sari membela dita)
Guru    : (kelihatanya bu guru begitu hilang akal, mengapa anak cewek yang masih kelas 1 SD begitu arogan) “cha, gak boleh nakal kayak gitu, kamu tahu kan kalau itu gak baik, nanti Allah akan membenci kamu,,ayo minta maaf sama sari dan dita..dan jangan ulangi lagi hal seperti itu”
Icha     : “aku gak mauuu!!!! Aku gak salah! Mereka yang salah, dan Allah saying sama aku!!” (teriak icha langsung berlari meninggalkan ruang guru)
(di dalam kelas)
Icha     : “ya Allah, aku hanya pengen sekolah biar aku pinter..kenapa teman-temanku jahat sama aku ya Allah, bu guru juga jahat sama aku… aku gak nakal ya Allah,”
Doni    : “dari kemaren kamu nangis terus memangnya kamu kenapa?” (Tanya doni yang melihat icha berlinangan air mata, setelah memeprhatikan bangku icha danipun kaget) “kenapa sama bangkumu cha? Kok kotor penuh coretan seperti ini?” icha hanya terdiam tanpa berkata apapun. “kalau kamu butuh temen, aku mau kok jadi temen mainmu.. ayok kita maen?” (kata doni mengulurkan tanganya)
Icha     : “don, Allah dan orang tua kita marah ya kalau kita mukul temen?”
Doni    : “itu sudah pasti cha, karena itu kan perbuatan jahat,,itu termasuk anak nakal..kenapa kamu Tanya begitu? Memangnya kamu habis mukul temen kita?”
Icha     : “gak kok aku Cuma Tanya saja, oh iya aku perhatikan kamu gak pernah main seperti anak-anak yang lain, kenapa?” (Tanya icha yang dari kemarin melihat doni hanya berdiam diri melihat teman-temanya main gundu)
Doni    : “itu permainan anak-anak kampong, aku gak suka main seperti itu.. lagian setiap aku mencoba main seperti anak-anak lainya pasti dimarahin sama mama dan papa, katanya level kami berbeda dengan mereka” (jelas doni sambil memainkan jari-jarinya)
Icha     : “tau gak, derajat orang dimata Allah itu sama, jadi gak boleh gitu,,aku tahu kok, sebenarnya kamu iri kan sama temen-temen?”
Doni    : “gak juga..”
Icha     : “bagaimana kalau sekarang kita maen gundu? Berani gak? Aku jago lo” (kata icha dengan senyuman lebar)
Doni    : “ok siapa takut” (kata doni menjawab tantangan icha)
Mereka berduapun akhirnya asyik main gundu, begitu bahagia,,seakan tidak ada beban di hati icha maupun doni, beban yang selalu disakiti teman-temanya dan beban menjadi boneka orang tua yang selalu diatur oleh papa dan mamanya.
Senjapun tiba dirumah kecil dari keluarga icha, Nampak bapak icha sedang menikmati secangkir kopi, kakaknya sedang nonton TV dan ibunya sedang berkutat dengan jahitan-jahitanya  (di ruang tamu)
Icha     : “bu bagaimana kalau aku berhenti sekolah saja?” (kata icha sambil menulis disebuah buku) saat itu kakak, ibu, dan bapak ichapun sejenak berhenti dari kegiatan mereka, mereka langsung memandangi wajah icha
Kakak  : “kamu kenapa mau berhenti sekolah? Bukankah sekolah tinggi itu cita-citamu dek? Apa kamu mau kayak kakak yang nganggur dirumah gak bisa ngelanjutin sekolah?”
Bapak  : “memangnya apa yang membuatmu ingin berhenti sekolah? Apa karena gak punya sepedah?” (kata bapak yang sudah tahu keluhan icha dari sang ibu)
Icha     : “bukan pak..” (kata icha menundukkan kepala)
Bapak  : “bapak sudah tahu dari ibumu nduk, kamu juga harus ngerti kondisi kita seperti apa, jangan asal iri saja sama teman-teman, bapak janji bapak akan belikan kamu sepedah kalau kamu bisa jadi juara umum di sekolahmu, bagaimana?” (tawar bapak sambil meneguk kopi yang ada ditangannya)
Icha     : “bukan itu pak sebenarnya” (ibu langsung memotong kata-kata icha)
Ibu       : “sudahlah cha, nurut saja apa kata bapak,, lagian sekolah kan enak bisa nuntut ilmu seperti apa yang kamu inginkan, katanya mau bahagiakan bapak dan ibu, “
Icha     : “iya bu” (jawab dia sambil meneruskan mengerjakan tugas) “kelihatanya mereka tidak ngerti apa yang aku maksud, bukan karena sepedah pak, bu,,tapi karena temen-temenku yang selalu jahatin aku” (kata icha dalam hati, namun dia hanya mampu menghela nafas panjangnya)
Pagipun telah tiba, icha berjalan menyusuri jalan setapak, dilihatnya jalan raya yang begitu dipenuhi motor dan sepeda berlalu lalang, dia ingin sekali melintasi jalan raya itu sambil mengayuh sepedah, lagi-lagi dia menghela nafas, dia tahu itu tak mungkin baginya, dia meneruskan langkah girangnya ke sekolah, sejenak dia berhenti, dia melihat jangkrik kecil, buru-buru dia mengambil jangkrik kecil itu dan membawanya kesekolah, dengan senyuman lebar dia berlari menuju sekolahnya.
(di dalam kelas)
Doni    : (melihat icha tengah asyik bermain dengan hewan kecilnya itu) “kamu sedang apa cha?”
Icha     : “nih sedang main ama jangkrik” (jawab icha tanpa menoleh, dia terus bermain dengan jangkrik-jangkrik kecilnya) “kamu mau ikut? Ini aku kasih satu”
Doni    : (Nampak bahagia dan menjawab) “boleh, mau mau…”
Mereka berdua bergegas keluar dari kelas dan asyik dengan jangkrik-jangkrik mereka. (di taman sekolah)
Icha     : (melihat doni yang begitu senang) “kamu gak pernah main seperti ini ya?”
Doni    : “iya gak pernah, kalau akau dirumah pasti aku hanya disuruh main game sama papa dan mama, mereka gak pernah ngijinin aku main keluar rumah apa lagi main mainan kayak gini, kata mereka ini hanya buang-buang waktu dan permainan orang desa”
Icha     : “memangnya kamu gak orang desa? Orang kaya gak akan berarti apa-apa lo tanpa petani-petani dibelakangnya, kalau butuh beras dan sayur kan petani yang nanam” mendengar kata icha doni pun terdiam)
Doni    : “kamu benar sih, dan aku tahu kalau mama dan papa itu salah..aku juga sebenarnya gak suka hidup seperti itu, masa kecilku seperti direnggut mereka, aku baru kelas 1 SD tapi mereka tidak pernah memikirkan betapa indahnya bermain dengan teman-teman sebayaku”
Icha     : “kalau begitu, kamu mau gak kapan-kapan main kerumahku? Kita main ke sawah dan ke kali, pasti kamu akan seneng banget, disana seru banget, aku juga punya temen namanya ditto dia teman mainku kalau dirumah” (kata icha dengan wajah girangnya)
Doni    : (matanya langsung terbelalak mendengar kata icha tanpa ragu-ragu dia langsung bilang) “iya, kalau begitu besok aku kerumahmu ya setelah pulang sekolah”
Icha     : “ siip” (dengan senyum lebarnya, dia mulai bahagia, sekolah tak seperti yang dia rasakan sebelumnya, dia sudah memiliki teman walaupun itu Cuma doni, dan dia mulai besemangat buat belajar apa lagi bapaknua sudah bilangmau membelikanya sepedah kalau nanti dia bisa jadi juara umum)

Nampak icha dan ditto sedang asyik bermain gundu di depan rumah icha (di halaman ruman)
Icha     : “to, besok temen sekolahku mau main kesini, dia mau main dengan kita” (kata icha yang mengagetkan ditto , icha Nampak begitu bahagia dengan teman barunya itu, ditto pun ikut bahagia, itu artinya dia sudah tidak akan khawatir lagi sama icha)
Ditto    : “benarkah itu cha? Wah asyik donk!! Kita jadi bisa main bertiga, aku gak sabar menunggu kedatangan temanmu itu!!”
Icha     : “iya dong, dia anak kota to, dia gak pernah main seperti kita, karena orang tuanya melarangnya bermain permainan yang rendahan”
Ditto    : “jadi maksudnya orang tuanya permainan kita ini rendahan? Mereka gak berfikir apa kalau setiap anak-anak pasti haus akan bermain” (kata ditto mengehntikan permainan gundunya)
Icha     : (melihat wajah ditto ) “makanya aku ajak kesini biar besok dia bisa merasakan gimana jadi anak-anak yang sesungguhnya,,sama seperti kita” (kata icha dengan senyum lebar, kata itupun disambut dengan senyuman lebar dari ditto )
Jangkrik tak hentinya bersahutan membuat nyanyian merdu, cepat- cepat icha membuka jendela kamarnya dan dia ikut menyenandungkan lagu jangkrik itu, seirama dia menikmati alunan music yang begitu merdu.  Tak berapa lama dia memandangi langit yang bertaburan bintang, dia memejamkan mata sekejap dan tersenyum.
Icha     : “ya Allah, terima kasih engkau sudah memberiku 2 teman yang sangat baik, setidaknya aku gak merasa kesepian dan dijauhin di sekolah,, aku yakin ya Allah, diantara bintang di langit itu, ada satu bintang buat aku,,bintang kebahagiaan, yang akan memberikan kebahagiaan padaku,,” (kata icha sambil membaringkan tubuhnya, dan diapun terlelap dengan memeluk sebuah buku kecil nan usang.
(dijalan raya)
Icha     : “baru kali ini aku lewat jalanan ini, wah ramai sekali..” (kata icha sambil melihat seksama ke semua arah, dia melihat satu persatu orang-orang yang berlalu lalang di jalanan,  matanya terbelalak ketika dia melihat sebuah took mungil, berlari dia menuju took mungil itu, betapa girangnya ketika dia melihat sebuah penghapus pensil berbentuk kue berwarna pink ) “waaaaah indahnyaaa….. bu, itu harganya berapa?” (Tanya icha kepada ibu penjual di toko sambil menunjuk ke arah penghapus cantik)
ibu toko: “ oh itu harganya sepuluh ribu nak..”
mendengar harga yang diucapkan ibu pemilik toko itu ichapun menunduk, dia mengambil uang di sakunya, didapati uang seribu rupiah, itu lah uang saku tiap harinya, buru-buru dia memasukkan uang itu ke sakunya.
Icha     : “bu, nanti kalau uangku sudah cukup, aku mau beli penghapus itu,,tolong jangan jualkan kepada siapa-siapa ya bu, simpankan satu untukku” ( kata icha dengan iba, ibu pemilik toko yang iba kepada icha meng iyakannya, dan dia menyimpan satu untuk diambil icha kalau uangnya sudah cukup)
(di dalam kelas)
Icha bersenandung merdu dengan rona wajah bahagianya
Doni    : “wah,,,kayaknya ada yang lagi bahagia nih..” (kata doni yang melihat icha Nampak begitu bahagia)
Icha     : (tersenyum kecil) “iya, karena aku mau beli penghapus yang bagus banget, dan kamu mau main kerumahku”
Doni    : “penghapus seperti apa itu? (Tanya doni yang mulai tertarik) ohya cha, kayaknya ntar aku gak bisa main kerumahmu, mungkin 15 hari lagi, karena aku diajak mama sama papa buat jenguk eyang yang lagi sakit parah, kamu gak apa-apa kan?”
Icha     : “itu penghapus bentuknya kayak kue don, bagus banget deh,,iya gak apa-apa, aku tahu kok kalau eyangmu pasti sangat merindukanmu, apa lagi beliau lagi sakit, dan 15 hari kan kamu pasti kesana” (kata icha dengan sebongkah senyum)
Doni    : “terimakasih ya cha, kamu temen yang baik mau ngerti aku,,aku janji sehabis pulang dari rumah eyang langsung main kerumahmu”
Icha     : “janji ya? (melingkarkan ke dua kelingking mereka), berarti kamu gak sekolah dong 15 hari ini?” (Tanya icha agak lesu)
Doni    : “iya cha, tapi kamu gak usah takut,,kalau ada yang jailin kamu bilang saja sama aku, nanti kalau aku sudah masuk sekolah lagi aku akan memberi mereka pelajaran” (kata doni yang menenangkan icha, nampaknya dia tahu kalau dia tidak masuk temanya itu akan khawatir karena takut dijailin teman-temanya lagi, karena sejak icha berteman sama dia, icha jarang diganggu sama anak-anak)
Icha     : “iya” (dengan senyum manisnya)
Tak lama setelah bel masuk berbunyi, gurupun masuk ke dalam ruang kelas
Guru    : “anak-anak, ibu mau mengingatkan kalau sebulan lagi akan ada lomba cedas cermat antar murid, jadi kalian belajar yang tekun ya biar saat lomba nanti kalian bisa memberikan yang tebaik buat orang tua kalian, dan menjadi siswa yang tepandai di kelas ini”
Icha mulai berfikir, mungkin ini kesempatanya untuk mendapatkan juara agar dia bisa mendapat hadiah dari bapaknya, senyuman lebarpun berkembang di pipinya.
Sepuluh hari berlalu, ternyata benar icha tanpa ada doni dia selalu dijailin sari dan dita, mereka tampaknya senang sekali melihat icha menangis, bagi mereka icha adalah kotoran yang harus dihilangkan, dan gak pantas buat sekolah ditempat dimana hanya orang kaya saja yang bersekolah disana.
Janji icha tak diingkari, dia datang kembali untuk membeli penghapus yang dia idam- idamkan, sepuluh hari uangnya kini telah cukup untuk membeli penghapus cantik itu,
Icha     : “bu, penghapus yang kemaren apakah masih ada?” (Tanya icha kepada ibu pemilik toko, betapa kagetnya sang ibu melihat icha datang lagi, dia sungguh tidak menyangka anak sekecil itu bisa benar-benar tepat janji dan mampu mengumpulkan uang dari sisa sakunya, dan itu berarti selama sepuluh hari dia bersekolah, dia sama sekali tidak jajan demi mendapatkan penghapus itu, pemilik tokopun iba)
Ibu pemilik toko: “ini pengapusnya” (setelah beberapa menit ibu itu mencari-cari penghapus yang telah dia simpan) “kamu cukup memberiku uang lima ribu saja”
Icha     : (melihat perkataan pemilik toko, icha amat kaget) “kenapa begitu bu?”
Ibu pemilik toko: “iya, karena aku salut dengan usahamu untuk mendapatkan penhapus ini, kamu anak kecil yang jujur dan tepat janji ibu suka itu, pasti kamu sangat lapar kan selama sepuluh hari kamu sekolah kamu gak jajan, ayo ikut ibu” (kata ibu pemilik toko sambil menggandeng icha masuk kedalam rumahnya, disuruhnya icha duduk dan diambilkanya icha kue juga minuman dingin)
Icha     : “ini semua untuk aku?” (Tanya icha seakan tak percaya)
Ibu pemilik toko: “iya, makanlah,,pasti kamu lapar kan? Ibu lihat kamu jalan jauh, biar kamu punya tenaga buat pulang ke rumah” (jawab ibu itu sambil mencium kening icha) ichapun tersenyum dengan melahap kue-kue yang lezat itu “kasihan sekali anak ini, anday dia seberuntung anak-anak yang lain, dia gak mungkin seperti ini, bahkan untuk membeli sebuah penghapuspun dia harus tidak jajan selama sepuluh hari, ya Allah.. kapan hamba punya anak seperti dia, anak yang cantik dan baik hati..”
Sore hari icha baru tiba dirumah, ibunya Nampak telah menanti didepan pintu dengan membawa sebatang kayu, icha menunduk dan mendekat pada ibunya (didepan rumah)
Ibu       : “dari mana saja kamu baru pulang jam segini?” (kata ibu dengan alis yang menyatu)
Icha     : “aku dari rumah ibu pemilik toko bu” (jawab icha gemetaran) tubuh mungil itupun mulai dihantam dengan cambukan demi cambukan oleh ibunya, teriakan dan isak tangis icha begitu terdengar sangat sedih “ampun buuu.. ampuuun”
Ibu       : (terus memberi cambukan pada icha) “dasar anak nakal, kelayapan kemana saja kamu sampai jam segini baru pulang, kamu gak tahu kalau ibu mencarimu kemana-mana..kamu gak tahu kalau dari tadi ibu menunggumu pulang dan menghawatirkanmu!”
Icha     : “ampun buuu..ampuuun.. sakit buu….. maafkan aku” (kata icha sambil mencium kaki ibunya) cambukanpun berhenti ibunya mengangkat icha untuk berdiri, dengan cepat dia memeluk erat dan menciumi kening anaknya itu.
Ibu       : “ibu khawatir sama kamu nduk, kamu masuk sana..ibu sudah masakin buat kamu, sehabis ganti baju langsung makan ya”
Icha     : (dengan tangisan yang masih ada, dia hanya bisa mengangguk lagsung masuk ke dalam kamarnya, perih, ngilu dan sakit, semua rasa itu menyatu dalam badanya, tai dia berusaha untuk diam, dia tahu ibunya melakukan itu karena ibunya sangat menyayanginya, jadi dia menahan semua sakit itu)
(malam hari di kamar)
Ibu       : “sini tunjukan sama ibu mana yang sakit?” (kata ibu sambil membaringkan icha dalam pangkuanya, hatinya begitu miris melihat luka dan memar yang ada di sekujur tubuh anaknya itu, dan dia mengobatinya) “sakit ya?”
Icha     : “iya bu, sakit…” (kata icha sambil melihat ke wajah ibunya)
Ibu       : “maafin ibu ya nduk, gara-gara ibu ringan tangan kamu jadi begini”
Icha     : “gak apa-apa bu, maafin aku juga, gara-gara aku pulang telat ibu jadi kayak gtu, ibu kan khawatir dan sayang sama aku, itu sebabnya ibu mukul aku”
(di dalam kelas)
Icha sangat bahagia dengan penghapus barunya itu, dia memainkanya diatas meja denga pensil seperti bermain boneka-bonekakan yang sedang memakan kue, sari dan dita tahu, dan kebetulan dita memiliki penghapus yang sama persis seperti yang dipunya icha, yang kebetulan seminggu yang lalu hilang saat dia pulang sekolah, mereka berfikir kalau penghapus itu punya dita,
Dita     : “itu katyaknya penghapusku sar” (menunjuk penghapus yang dibawa icha)
Sari      : “iya dit bener banget, kok bisa dibawa sama dia ya? Atau dia punya sama kayak kamu”
Dita     : “ jelas gak mungkin sar, penghapus itu kan harganya mahal, mana mampu dia beli penghapus itu, pasti dia mencuri penghapusku” (segera dita menghampiri icha)
Dita     : (merebut penghapus yang ada ditangan icha) “ini kan penghapusku”
Icha     : “bukan dit, itu penghapusku,,aku baru membelinya kemarin” (kata icha berusaha mengambil penghapusnya)
Sari      : “mana mungkin kamu mampu beli penghapus mahal, jelas-jelas ini punya dita, dasar maling” (kata sari sambil mendorong icha sampai tersungkur dilantai, kedua tangan icha sampai berdarah karena permukaan lantainya yang keras) tak berapa lama guru datang
Guru    : “stop, ada apa ini?” (Tanya bu guru yang melihat icha dengan telapak tangan penuh darah dan deraian air mata)
Dita     : “icha nih bu, dia nyuri penghapus aku”
Sari      : “iya tuh bu, kemaren penghapusnya dita hilang dan sekarang ada di tanganya”
Guru    : “apa benar itu cha?”
Icha     : “tidak bu, itu semua bohong,,,itu penghapus yang kemarin aku beli”
Sari      : “bohong bu, coba ibu fikir, masak dia mampu beli penghapus semahal ini”
Guru    : “icha, kamu jangan bohong sama ibu ya!, mencuri itu gak baik,,kemaren kamu habis menjambak dita dan sari, sekarang kamu mencuri,, apa sih mau kamu? Kamu mau jadi anak nakal iya? Atau sudah tidak mau sekolah disini?”
Icha     : “bu, aku gak mencuri !! aku beli penghapus itu dari toko di pinggir jalan, kalau memang ibu tidak percaya, ibu bisa Tanya langsung,,ibu gak boleh fitnah bu, bukankah ibu pernah bilang kalau fitnah itu dosa dan dibenci sama Allah! Ibu hanya membela anak-anak yang kaya, tapi gak pernah membela anak miskin kayak aku bu! Ibu gak adil!” (kata icha langsung merebut penghapus dari tangan dita dan berlari keluar, sontak guru langsung keget dan memanggil icha tapi tak dihiraukan)
(di taman sekolah)
Penghapus yang cantik itu kini berlumuran darah dari kedua telapak tangan icha, tangan yang lembut dan mungil itu kini terasa sakit dan penuh dengan darah, icha menangis semakin menjadi, merasa semua dinunia ini tidak adil untuknya. Tak sengaja guru dari kelas dua tengah melintasinya, dan melihat tangan icha yang luka, guru itupun menghampiri icha
Bu rahma         : “nak, kamu kenapa? Kenapa tanganu berdarah?”
Icha     : (hanya terdiam dan menangis semakin menjadi, dia seolah mengadu kepada bu rahma tentang betapa menderitanya dia hari ini) dan ichapun dibawa ke ruang kesehatan untuk diobati, kedua tangan mungil itupun dibersihkan dan diperban setelah diberi obat merah.
Bu rahma         : “sakit ya?” (Tanya bu rahma yang iba melihat icha dan ichapun hanya mengangguk) “wah, penghapusnya lucu sekali,,dapat dari mana ini? Sini ibu bersihkan biar darah yang menempel di penghapus ini bisa hilang ya”
Icha     : “kemaren aku membelinya di toko pinggir jalan raya bu, aku membelinya dengan menyisihkan uang sakuku selama sepuluh hari karena harga penghapus itu sepuluh ribu, tapi setelah aku kesana, dikasih setengah harga sama pemilik toko, katanya, beliau kasihan denganku”
Bu rahma         : “memangnya kamu kalau sekolah bawa uang jajan berapa nak?” (Tanya bu rahma sambil membersihkan penghapus cantik itu)
Icha     : “seribu bu” (mendengar jawaban icha bu rahma terhentak dan memandangi wajah icha, wajah gadis kecil yang terlihat begitu tertekan dan menderita, bu rahma tahu betul kalau dimata icha penuh dengan amarah dan kesedihan yang mendalam)
Bu rahma         : “betapa beruntungnya orang tua yang memiliki anak sepertimu nak, kamu kelas berapa? Kelas satu? Nama kamu siapa?”
Icha     : “iya bu, aku kelas satu, namaku icha,,kalau nama ibu peri sendiri siapa?”
Bu rahma         : “ibu peri? Hahahaha kamu bisa saja cha, nama ibu bu rahama”
Icha     : “iya, ibu peri,,karena ibu baik hati gak seperti yang lain”
Bu rahma         : (kaget) “yang lain siapa?”
Icha     : (tertunduk) “tidak siapa-siapa bu”
Bu rahma         :” ya sudah kalau icha gak mau cerita gak papa, tapi kok kamu di luar, kamu gak masuk kelas?”
Icha     :” tidak bu, aku takut…”
Bu ramhma      :” takut sama siapa nak? Bu guru? Atau teman-teman?”
Icha     : (terdiam)…nampaknya bu rahma tahu sebab kenapa tangan icha berdarah dan sebab ketakutanya masuk dalam kelas
Bu rahma         :” ya sudah, bagaimana kalau ibu yang mengantarkanmu masuk kelas? Dijamin gak ada yang berani sama ibu, kata ichakan ibu ini ibu peri, jadi ibu bisa menyihir mereka menjadi baik semua” (kata bu rahma menghibur icha, sampai akhirnya icha mau masuk ke kelasnya lagi)
(didalam kelas)
Bu rahma         : “bu titip icha ya. Jangan sampai dia terluka lagi” (mendengar teguran dari bu rahma Nampak  bu arini tercengang, betapa malunya dia mendapat teguran itu dari bu rahma)
Guru    : “iya bu, sini sayang..” (kata bu arini mengajak icha, tapi icha Nampak begitu ketakutan) “maafin ibu soal yang tadi ya, ibu gak akan memarahimu lagi, yo duduk sama teman-teman yang lain” (mendengar kata itu icha langsung berjalan duduk di bangkunya, dia tersenyum mendapat lambaian hangat dari bu rahma)
Pulang sekolah icha langsung masuk didalam kamarnya, gak biasanya dia gak mau main dengan ditto , alasanya adalah karena dia takut orang tuanya melihat tangannya terluka, dia gak mau orang tuanya sedih melihatnya terluka. “ya Allah, kenapa temen-temen sekolahku begitu jahat sama aku, kenapa mereka selalu jahilin aku, apa aku ini gak pantas buat di jadikan teman ya Allah? Kenapa bu guru juga jahat sama aku, anday saja bu guruku itu bu guru peri bukan dia, pasti aku sangat bahagia, ya Allah… cepat turunkanlah bintang yang paling terang itu untukku, agar aku segera merasakan bahagia selamanya” (keluh icha dalam hati)
(pagi hari di ruang makan)
Ibu       : “cha sudah belum, ayo sini sarapan” (sambil menyiapkan sarapan buat icha) “dari kemaren kamu belum makan lo, dikamar terus,,apa kamu sakit?”
Icha     : (tak ingin ibunya tahu tentang tanganya yang luka) “tidak bu, aku langsung berangkat sekolah ya, aku mau belajar puasa sunah bu”
Ibu       : (kaget) “tapi kamu kan masih kecil nduk, puasa jawib saja belum diwajibkan buat kamu, cepetan sarapan!! Ada-ada saja kamu ini nduk nduk”
Icha     : (buru-buru lari tanpa cium tangan ibunya) “aku sudah telat bu, aku berangkat sekolah dulu ya, nanti aku jajan disana saja..assalamu’alaikum”
Ibu       : (membuntuti anaknya) “ lho lho…cha, kamu beneran gak mau sarapan?”
Tanya itu pun tanpa balasan. “kenapa dia itu, masih kecil kok susah diatur”
Icha menulusuri jalan raya untuk yang ke tiga kalinya, entah mengapa  dia ingin sekali melewati jalanan raya itu, tak berapa lama dia berjalan dia melihat selebaran, sebuah selebaran lomba lari yang berhadiah kurang lebih 300 juta, begitu girang hatinya, “kalau aku ikutan lomba ini, dan menang aku bisa berangkatin haji ibu dan bapak, mereka kan pengen sekali berangkat haji..dan sisanya bisa buat beli sepedah dan bisa aku berikan buat kakak” (batin icha dengan senyum lebarnya, buru-buru selebaran itu dimasukkan ke dalam tas, dan dia berjalan kesekolah)
(di dalam kelas)
Doni    : (tampak sumringah melihat icha yang sedang melamun) “hay…kenapa melamun aja”
Icha     : (kaget) “eh kamu don, bikin kaget saja”
Doni    : (menaruh tas dan duduk) “kamu gak seneng aku sudah sekolah lagi? Kamu lagi ngelamunin apa sih,? Kok seneng banget kayaknya”
Icha     : “liat deh ini” ( memperlihatkan selebaran yang tadi dia ambil dari jalan)
Doni    : (membaca) “apa?? Kamu mau ikutan?? Inikan jauh sekali rutenya cha..orang dewasa saja belum tentu bisa melakukanya, ini mustahil walaupun peseeranya anak SD, dan umur kamupun belum 10 tahun, ini kan buat 10 tahun ke atas cha”
Icha     :  “gak papa kok aku bisa melakukannya, lagian aku butuh hadiahnya buat beli sepedah dan berangkatin haji orang tuaku”
Doni    : “tapikan..” (terhenti saat tangan icha membekap mulutnya)
Icha     : “udah, jangan bikin semangatku turun)
Doni    : (kaget melihat tangan icha di perban) “tangan kamu kenapa cha?”
Icha     : (melihat tanganya) “oh,,,ini karena kemaren aku didorong sama dita dan sari”
Doni    : “jahat banget mereka, mana mereka biar aku balas kelakuan nakalnya” (membealakan mata mencari dita dan sari)
Icha     : (menarik doni duduk di bangkunya) “sudah gak usah kayak gitu don, lagian dia ngelakuin itu karena salah faham, soalnya penghapus yang baru aku beli, bentuknya sama kayak penghapusnya dia yang baru hilang, jadi dia mengira itu penghapusnya”
Doni    : “tapi tanganmu sampai luka seperti ini cha”
Icha     : “gak papa, nanti pasti akan sembuh kok..” (tersenyum meyakinkan doni)
Doni membalasnya dengan senyuman.
Jam pulang sekolah icha berada di taman sendirian, dia melihat dengan seksama kedua tanganya yang telah diperban, nampaknya dia ingin melepas berban yang baru sehari menempel ditangan mungilnya itu, perlahan dia membuka perbanya, Nampak luka ditangannya masih basah, tapi dia memaksa untuk membukanya, “aduuuuh, sakiit” sesekali dia mengeluarkan keluhat seperti itu. “kalau perban ini masih aku pakek, ibu pasti akan tahu kalau tanganku lagi luka, lagian kata bapak, kalau kita luka harus dikenakan angina biar cepat sembuh”
(di rumah)
Icha     : “assalamu’alaikuum ibuuu” (berlari dengan penuh bahagia, sambil mencium tangan ibunya)
Ibu       : (kaget karena sikap anaknya berbeda sekali saat dia berangkat sekolah) “wa’alaikumssalam, kamu gak makan dulu?”
Icha     : (ganti baju dikamar) “iya bu setelah tidur  siang ya” (menunggu tangannya agak kering, diapun tertidur sambil membuka tanganya ke udara)
Ibu       : “ya sudah, tidurlah” (sambil memasang kancing baju jahitanya)
(malam di kamar)
Icha     : (melihat bintang di langit) “besok lomba larinya ya Allah, semoga aku bisa jadi juara dan menangin uang itu, gak sabar nunggu besok,,tapi sepatuku sudah gak bisa dipakek..hmm… gak apa-apa deh, pakek seadanya saja..semoga aku menang ya Allah amin”
(keesokan harinya di lapangan tempat berkumpulnya pendaftar lari)
Beratapa kagetnya icha kekita di dapati pesertanya orang-orang dewasa berbeda dengan apa yang tertulis di selebaran itu “ini perlombaan yang mustahil cha, gak mungkin anak-anak disurug berlari sejauh itu, makanya mereka berani memberi hadiah banyak karena itu gak mungkin di menangkan oleh anak-anak, itu perlombaan yang mustahil” (menghela nafas) nampaknya icha teringat kata-kata doni, semangat yang menggebu itupun sirna.
Panitia : (melihat icha yang Nampak lesu) “kamu kenapa dek? Mau ikutan lomba juga?”
Icha     : (menunduk) “iya, tapi gak jadi deh kayaknya”
Panitia : (kaget) “kenapa dek?”
Icha     : “yang daftar kok gak sama yang disini,” (menunjukkan selebaran yang dibawanya) “katanya anak-anak saja, kok sama orang dewasa ikut juga om”
Panitia : (tersenyum) ‘iya dek, rencananya dirubah karena banyak yang protes, lomba ini mustahil kalau anak-anak saja pesertanya, karena rute yang dilalui sangat panjang, lagian kamu juga terlalu kecil untuk ikut lomba ini, apa kamu kuat?”
Icha     : “om, kalau orang dewasa boleh ikut berarti aku juga boleh ikut kan?” (tersenyum) “aku yakin aku bisa”
Panitia : (menunduk) “kalau adek jatuh atau pingsan gimana nanti?”
Icha     : (memegang tangan panitia) “aku janji om aku gak akan pingsan”
Kakak  : (mendatangi tempat itu yang melihat icha sedang berbincang dengan panitia) “kamu mau ngapain cha? Kok ada di sini?”
Icha     : (kaget) “kakak!! Aku,,,,aku,,mau ikutan lomba lari kak” (menunduk)
Kakak  : “apa kamu mau ikutan lomba ini? Buat apa cha?”
Icha     : “kan kalau menang uangnya bisa dibuat beli sepedah dan berangkatin haji ibu dan bapak kak”
Kakak  : “tapi kamu kan masih terlalu kecil buat lomba kayak gini cha”
Panitia : “ya sudah gini saja, bagaimana kalau kalian berdua ikut...?” (tawar panitia)
Icha     : (melihat kaki kakaknya) “ tapi kan, kakak saya gak pakek sepatu om, nanti bagaimana dia kuat berlari, kakinya pasti akan sakit”
Kakak  : “boleh om aku ikut?” (menunduk kea rah icha) “cha, kamu jangan khawatir, kakak kan cowok, kakak pasti kuat, aku juga gak mau melihat kamu yang berjuang sendiri demi keluarga kita, ini demi beliin kamu sepedah cha”
Akhirnya mereka mendaftarkan diri dan bersiap-siap untuk mengikuti perlombaan
Lomba lari akhirnya dimulai, sekuat tenaga chika berlari undtuk melawati semua lawan-lawanya dengan semangat menggebu icha terus berlari sampai tak merasakan sepatu yang dia pakai telah rusak dan sedikit demi sedikit lepas dari kaki mungilnya itu, kakaknya berlari  begitu kencang, satu persatu lawanya dia tinggalkan, dia tak memperdulikan kakinya mulai lecet dan berdarah tapi dia hanya perduli dengan sepedah adiknya chika, semua rasa sakit benar-benar tidak dirasakannya. Tiga puluh menit berlalu ichapun tak sanggup dengan perlombakan itu, akhirnya dia terjatuh dan tersungkur. Semua penonton berteriak tidak tega melihat icha yang terkapar ditengah jalan peserta lain hanya melihatnya dan berlalu tanpa ada satupun yang mau menolong, mendengar suara jeritan penonton kakak icha langsung berbalik, betapa  kaget dirinya ketika melihat icha tersungkur sendiri, adiknya yang kecil itu kesakitan di sana tanpa ada satu orang yang menolong.
Kakak  : “ichaaaaa,,,,” (bolak balik melihat para peserta yang berlalu melewati adiknya) “woooy punya hati gak kalian!! Ngelihat anak sekecil itu jatuh kalian gak ada yang mau menolongnya!! Kalian benar-benar gak punya persaan!!” (berlari menghampiri adiknya, dan menggendong adiknya untuk pulang kerumah)
(ditengah perjalanan)
Icha     : (siuman) “kakak”
Kakak  : (terhenti dan mendudukkan adiknya dipinggir jalan setapak) “kamu sudah siuman? Kaki kamu berdarah cha!”
Icha     : (melihat kaki kakaknya) “kaki kakak juga berdarah, maafin aku ya kak gara-gara aku kaki kakak jadi berdarah”
Kakak  : “gak apa-apa cha, sudah sepantasnya kakak bantuin kamu” (memeluk icha) “maafin kakak ya, kakak gak bisa menangin lomba tadi..kakak gak bisa beliin sepedah buat kamu”
Icha     : “gak apa-apa kak, dengan kakak mau ikut lomba itu demi aku, aku sudah sangat senang..mungkin itu bukan rezeki yang Allah berikan untuk kita kak”
Kakak  : (menggendong adiknya lagi) “ ya sudah, ayo kita pulang, nanti kakak akan obati luka dikakimu itu”
Icha     : “iya kak”
(malam hari di depan TV)
Ibu       : (menjahit sambil melihat anaknya tengah mengobati kakinya yang luka) “kenapa dengan kakimu itu? Kenapa bisa sampai seperti itu? Kamu habis melakukan apa?”
Kakak  : (terus mengobati kakinya) “aku dan icha tadi pagi ikutan lomba lari yang hadiahnya bisa buat beli sepedah icha dan berangkatin haji ibu dan bapak”
Bapak  : (tersedak) “apa? Jadi adekmu juga ikutan balap lari itu?”
Kakak  : “iya pak, bahkan icha jatuh ditengah jalan tanpa ada satu pesertapun yang mau nolongin, mereka hanya membiarkan icha tergeletak ditengah jalan dan melihatnya saja,”
Ibu       : “sekarang dimana adekmu?” (berdiri)
Kakak  : “dikamar bu, biarkan saja dia istirahat dulu, pasti badanya sakut-sakit sekarang” (ibupun kembali duduk)
Bapak  : “bukankah kemaren bapak sudah janji mau belikan dia sepedah,,tapi kenapa masih ngotot seperti itu dia”
Kakak  : “dia berfikir, untuk kita makan saja susah bahkan harus ngutang, terus dari mana bapak bisa belikan dia sepedah, dia gak mau membuat susah ibu dan bapak”
Bapak  : (menghela nafas) “dia itu masih terlalu kecil untuk memikirkan hal-hal seperti itu, seharusnya yang dia fikirkan itu bermain bukan hal yang biasa difikirkan orang dewasa, masih enam tahun lo dia itu”
Ibu       : “sudahlah pak, baguskan jadi dia bisa mengerti keadaan kita, dan dia gak minta atau pengen yang aneh-aneh”
Bapak  : “tapi kita kan orang tuanya bu, kita wajib bahagiakan dan memenuhi keinginannya, “
Ibu       : “iya ibu tahu pak, tapi kalau ekonominya kita kayak gini, apa yang bisa kita perbuat” (menaruh pisang goreng dimeja)
Bapak  : “kasihan icha” (meneguk kopinya)
(pagi hari di meja makan)
Ibu       : (menata sarapan icha) “ibu denger dari kakak, kemaren kamu ikutan lomba lari itu ya?”
Icha     : (terdiam)
Ibu       : (menarik kaki icha dan melepas sepatu yang sangat tidak layak pakai itu) “sepatumu sudah rusak? Hm…pantaslah, ini sepatu dari kamu sekolah TK dulu, mana kakimu, ibu ingin lihat”
Icha     : (tetap terdiam)
Ibu       : “ya Allah, kakimu sampai begini,,,pasti sakit sekali ini di buat jalan, kamu gak usah sekolah dulu, nanti ibu ijinkan”
Icha     : “tapi bu..” (terputus)
Ibu       : “sudah gak usah tapi-tapian, sini ibu gendong ke kamar, besok baru kamu sekolah lagi”
Seharian icha hanya dikamar dan tidur, sampai saat dia membuka mata, didapatinya sebuah bungkusan di sampingnya, betapa bahagianya dia saat membuka dan tahu kalau itu sepatu baru yang dibelikan ibunya untuknya, bukan sepatu mahal, tapi berarti begitu dalam buat icha, karena setelah 3 tahu bersekolah baru kali ini dia ganti sepatu,
Icha     : “cantik sekali sepatu ini, makasih ibu,,makasih ya Allah” (sambil memeluk erat sepatu itu, ibu yang tahu tersenyum dari kejauhan)
(pagi hari di dalam kelas)
Doni    : “cha, kemaren kamu kenapa gak masuk sekolah?”
Icha     : (senyum lebar) “aku kemaren istirahat, karena gak enak badan”
Doni    : “tapi sekarang sudah gak papa kan?” (khawatir)
Icha     : “gak papa kok, tenang saja”
Doni    : (tersenyum) ‘jadi, nanti aku boleh dong main kerumahmu?”
Icha     : (kaget) “bo..boleh, kamu boleh kok main kerumahku, tapi rumahku jelek, gak papa ya?”
Doni    : (menepuk bahu icha) “gak papa ko cha tenang saja, yang pentingkan hatimu gak jelek” (sambil tersenyum, dan ichapun ikut tersenyum).
(ditaman sekolah saat jam istirahat)
Dita     : (melihat sepatu icha yang baru) “kayaknya ada yang sepatunya baru nih”
Sari      : “ya walaupun baru, tetep aja butut, namanya juga sepatu murahan”
Icha     : (mulai jengkel) “maksud kalian apa?, meskipun ini sepatu murah, tapi ini pembelian ibu, ini spatu sangat berharga buatku!!”
Dita     : (memegangi erat tubuh icha) “sar, ambil sepatunya” (dengan cepat sari mengambil salah satu sepatu milik icha)
Icha     : (mencoba melawan) “kembalikan sepatuku!!”
Dita     : (tertawa dengan sari dan membuang sepatu icha ke selokan sekolah yang kotor dan penub dengan air) “rasain tuh!!”
Icha     : (menangis) “kalian jahat!!!, kalian pasti akan dapat balasanya!! Kalian akan di benci Allah!” (bergegas icha menyeburkan diri ke tempat selokan yang sangat kotor itu, dia terus mencari dimana sebelah sepatunya yang telah dibuang dita dan sari)
Tak lama setelah bel masuk berbunyi akhirnya icha menemukan sepatunya, dia langsung kekamar mandi untuk membersihkan sepatunya itu.
(di dalam kelas)
Guru    : (melihat ketidak hadiran icha) “ada yang tahu icha kemana? Kok bel masuk dia belum masuk kelas”
Dita     :  “ pasti lagi main bu diluar, kan icha anak nakal”
Guru    : (memegangi janggutnya) “tapi tumben, sebelumnya dia gak kayak gini”
Sari      : “benar kata dita bu. Tadi saya lihat icha sedang main di taman”
Dita     : (berdiri) “ohya bu, saya mau minta ijin ke kamar mandi dulu ya” (melihat icha menuju kamar mandi)
Sari      : “iya bu saya juga”
Guru    : “ya sudah, tapi jangan lama-lama ya”
(di kamar mandi)
Dita     : (membelakangi icha yang sedang membersihkan sepatunya)
Sari      : (mengusapkan ingusnya di baju icha) “nih, aku tambahin,, sudah kotor juga” (tertawa)
Dita     : (mengambil selang dan memojokkan icha sampai tersungkur) “sekalian mandi sama orangnya, orang sepatu kotor”
Icha     : (marah) “cukup!! Belum puas kalian menjailiku!!” (didorongnya dita dan sari sampai terjatuh) “kalau sampai kalian macem-macem lagi, aku akan laporkan ke kepala sekolah!”
Dita     : (geram, didorongnya icha dan menguncinya ke kamar mandi) “aku gak takut sama kamu anak kampong!!”
Icha     : (menggedor-gedor pintu) “bukain-bukain pintunya!!” (teriakan itupun tanpa balasan)
Icha terus menangis, dibasuhnya ingus yang sari tempelkan pada bajunya, dia merasa tidak ada lagi yang bisa menolongnya.
(di dalam kelas)
Guru    : (Nampak panic) “icha kenapa sampai sekarang tidak datang”
Dita     : “kasih tahu orang tuanya saja bu tentang kelakuan anaknya, agar orang tuanya bisa mendidik icha dengan baik, gak nakal”
Guru    : ‘benar juga katamu”
(di kamar mandi icha masih menangis)
Bu rahma         : (mendengar suara tangisan yang sangat lirih) “ siapa di dalam?” (mengetok pintu kamar mandi, melihat terkunci dari luat, pintu itupun dibuka, betapa syok wajah bu rahma melihat icha sedang terduduk sambil menangis dengan tubuh yang basah kuyub) “ ya Allah, icha..kamu gak kenapa- napa nak?” (menggendong icha ke ruang kesehatan)
( di ruang kesehatan)
Bu rahma         : “kamu kenapa bisa begini?” (mendekap icha dengan handuk)
Icha     : “saya di jailin teman bu”
Bu rahma         : “ bilang sama ibu, siapa yang jailin kamu sampai kamu kayak gini? Ini sudah tindakan pidana, mereka melakukan ini gak sekali dua kali, kemaren tangan kamu luka pasti dijahilin mereka juga kan?”
Icha     : (memohon) “ ibu peri jangan bilang siapa-siapa, aku takut malah akan dijailin lagi bu,, biarkan saja mereka begitu, aku gak apa-apa bu”
Bu rahma         : (menangis dan memeluk icha) “ ya Allah cha, kamu anak yang baik, ibu sampai gak tega melihatmu seperti ini,,apa perlu setiap hari ibu datangin kelasmu biar mereka takut dan gak berani jailin kamu sayang?”
Icha     : (tersenyum) “aku gak apa-apa bu peri, ibu peri gak usah repot-repot, dengan ibu peri memelukku dan menyayangiku seperti ini, aku sudah seneng”
Bu rahma         : (mencium kening icha) “ ibu sayang sama kamu nak)
(di depan kelas)
Doni    : (mondar- mandir di menunggu icha) “icha kemana sih? Kok dia gak muncul saat pelajaran dan saat pulang kayak gini! Katanya mau ngajak aku main kerumahnya!”
Nampak icha datang dengan pakaian yang masih basah kuyub
Doni    : ( melihat kedatangan icha) “icha…!! Kamu kemana saja, kenapa kamu tadi gak ikut pelajaran terakhir?” (melihat baju icha yang basah) “kamu kenapa cha?”
Icha     : “aku,,aku gak apa-apa don, ayok katanya kamu mau kerumahku?” (mengambil tasnya dan berjalan keluar)
Doni    : (membuntuti langkah icha) “beneran kamu gak papa? Tapi kamu basah kayak gitu?”
Icha     : (terhenti sambil tersenyum) “aku gak kenapa-napa doni.. ok!!” (kedua anak itu berlarian dengan bahagianya melewati pematang sawah, perjalanan ke rumah icha memang sangat jauh, tapi icha tidak membawa doni pulang, dia langsung mengajak doni menemui ditto tanpa pulang terlebih dahulu)
Icha     : (berlari menhampiri ditto yang sudah ada di gubuk dekat sawah) “ ditto !!!”
Ditto    : (menoleh dengan senyuman yang mengembang) “cha, akhirnya kamu datang juga, sudah lama aku disini”
Icha     : “maaf, tadi ada sedikit masalah..ohya kenalin, ditto ini doni dan don ini ditto “ (ditto dan doni saling bersalaman dengan senyuman lebar, akhirnya mereka mulai bermain sampai petang)
Icha     : “makasih ya ditto udah nemenin doni main”
Doni    : ‘iya ditto, berkat kamu dan icha aku jadi merasakan yang namanya bermain layaknya anak- anak seusiaku, baru kali ini aku merasakan bahagia, begitu bahagia” (tersenyum lebar)
Ditto    : (menepuk bahu doni) “iya don, dan jangan kapok-kapok ya main kesini lagi”
Doni    : “siip”
(didepan rumah, terlihat begitu sepi, ichapun masuk setelah mengantar doni sampai di jemput supirnya)
Ibu       : “jadi begini ya kelakuanmu, masih kecil sudah berani bolos sekolah dan kelayapan sampai sore seperti ini!” (ucapan selamat datang ibu membuat icha kaget, icha hanya menunduk, dan ibupun memukulinya dengan keras, icha hanya terdiam, dia tak lagi menjerit maupun menangis, kepalanya pusing dan tiba-tiba tubuhnya lemas, sesaat diapun pingsan) “ichaa!!” (teriakan syok ibunya)
Sudah hampir dua jam icha tak sadarkan diri, bapak ichapun marah dengan sikap ringan tangan istrinya.
Baak    : “bu, kamu tahu sendiri kan icha masih kecil dia masih 6 tahun, kenapa ibu pukuli dia!! Ibu keterlaluan!”
Ibu       : “ibu mukulin dia pasti ada sebabnya pak, itu karena dia bolos sekolah,,gurunya tadi kesini bilang sama ibu”
Bapak  : “akan tetapi tidak seperti ini cara mendidik maupun membuat jera icha bu!! Dia masih terlalu kecil buat ibu pukul! Kalau terjadi apa-apa,, apa ibu mau!”
Ibu       : (menangis sambil memeluk icha yang tak kunjung bangun)  “bangun nduk, bangun,,,maafin ibu nduk”
Kakak  : (memeriksa tubuh icha) “dia deman bu pak, dia harus diperiksa sama bidan, takutnya terjadi apa-apa sama dia”
Bapak  : “tolong kamu panggilkan bidan buat adikmu, aku gak mau kalau adikmu sampai kenapa-napa”
Kakak  : “iya pak” (keluar mencari bidan)
(di rumah doni)
Papa    : (mondar \-mandir dengan penuh emosi) “kemana saja kamu jam segini baru pulang? Dan bajumu kusut sekali!”
Mama  : (memeluk erat doni) “sudah lah pa, mungkin doni habis dari rumah temenya, jangan marahin,,kasihan kan dia masih anak-anak”
Papa    : “kalau dia main dirumah teman, teman yang mana sampai bajunya seperti itu? Teman kampungnya itu!”
Pak sopir         : “tadi saya mengajak den doni jalan-jalan keliling sini saja pak, berhubung den doni pengen keluar jadinya kotor begitu, saya yang salah pak” (menutupi kesalahan majikan kecilnya, karena dia thu betul bagaimana persaan majikan kecilnya itu)
Papa    : (memegang kepalanya) “yasudah,, ma,,,mandikan doni dan suruh dia buat istirahat”
Mama  : “iya pa”
( di kamar icha )
Bu bidan         : (menghela nafas panjangnya) “bu, pak…saya tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi sakit yang dialami icha nampaknya bukan dari lahirnya saja, tapi batinya juga, malah kelihatanya batinya lebih tertekan,, saya tidak tahu apa yang membuat dia seperti ketakutan seperti ini, tapi..bapak dan ibu sebagai orang tuanya seharusnya harus tahu dan mengerti apa saja yang membuat anak bapak dan ibu nyaman ataupun tidak, saya khawatir kalau diterus-teruskan seperti ini malah akan mengancam jiwanya bu, pak…” (berdiri) “icha itu masih kecil, dia masih butuh perhatian dan kasih sayang,,jangan sampai masa kecilnya terenggut ya pak bu,,” (menulis resep obat) “ini resep obatnya, nanti bisa diambil di puskesmas ya, saya permisi dulu”
Ibu       : (mengikuti bidan keluar rumah) “terimakasih bu, sudah memberikan arahan dan masukan kepada saya dan keluarga”
Bu bidan         : (tersenyum) “iya bu, sama-sama,,kalau begitu saya permisi pamit dulu bu”
Ibu       : “iya bu”
Sudah dua hari ini sakit icha tak kunjung sembuh, wajahnya terlihat sangat pucat, ibu baru menyadari di kedua telapak tangan icha terdapat bekas luka yang masih sangat begitu terlihat, menangis ibu icha melihat betapa menderitanya anak mungilnya yang malang itu, sempat dia teringat tentang permintaan icha untuk berhenti sekolah, tapi dia tak berfikir sejauh ini dia harus menderita “ibu gak pernah tahu nduk, begitu menderitanya dirimu disekolah itu,,,ibu janji sehabis semester ibu akan memindahkanmu kesekolah lain walau harus menjual sawah satu-satunya yang bapak punya” gumam ibu sambil mencium kedua tangan anaknya.
(di kantor)
Bu rahma         : (melirik bu arini) “memang bener ya, kalau wanita masih lajang rasa ke ibuan dan tahu siapa yang nakal atau tidak itu belum muncul”
Guru    : (merasa disindir) “ apa maksud bu rahma bilang begitu? Apa bu rahma mau menyindir saya?”
Bu rahma         : “bu, seharusnya anda jadi guru kelas satu, anda lebih bijak dan sabar dalam mengajar, dan gak pilih kasih Cuma gara-gara salah satu murid ibu orang gak punya, ibu tahu kan kalau tindakan kekerasan itu melanggar hokum, bahkan sampai membuat kedua tangan muridnya berdarah..”
Guru    : (naik darah) “denger ya bu rahma, saya sama sekali tidak melakukan hal itu, murid yang lain lah yang melakukan seperti itu pada icha!”
Bu rahma         : “memang anda tidak melakukanya, tapi anda tidak melerai ataupun menolongnya kan? Ingat guru itu orang tua kedua dari murid-murid kita ketika mereka disekolah bu, tolong jangan pernah bedakan mereka, dan saya tegaskan sekali lagi ya bu, selain saya ngajar kelas 2, saya juga wakil kepala sekolah disini, ini peringatan pertama buat anda, saya harap,,kejadian seperti kemaren tidak menimpa kepada murid siapa saja” (pergi meninggalkan kantor)
Bu arini hanya bisa membisu dengan penuh kekesalan.
( di kamar icha)
Ibu       : (menyuapi icha) “kamu kan belum sehat benar nduk, gak usah dipaksain sekolah dulu besok”
Icha     : (dengan makanan yang memenuhi mulutnya) “tapi sebentar lagi ada lomba cerdas cermat di kelasku bu, kalau aku gak masuk nanti aku gak bisa jadi juara”
Ibu       : (tersenyum) “memang kamu bisa menangin lomba itu?”
Icha     : (optimis) “aku akan belajar dengan rajin bu, biar bisa menang, biar bisa buat ibu dan bapak bangga sama aku” (tersenyum lebar)
Ibu       : “ya sudah, kalau itu keinginanmu..tapi disekolah jangan nakal, duduk dibangkumu saja kalau memang gak ada yang dikerjain”
Icha     : “iya bu, makasih” (dengan senyuman manis)
(di sekolah)
Doni    : (Nampak berdiri di depan kelas)
Icha     : “kamu ngapain di sini don?”
Doni    : (girang) “icha..!!! akhirnya kamu masuk juga…kamu sudah sembuh?”
Icha     : (tersenyum) “iya dong aku sudah sembuh”
Doni    : “aku senang kamu bisa sekolah lagi”
Icha     : “kenapa? Kan temanmu disini banyak,,aku malah yang temanku Cuma kamu di kelas ini”
Doni    : “iya temenku banyak, tapi yang tulus dan yang mau memberi tahu aku bagaimana rasanya jadi anak-anak itu Cuma kamu, makasih ya”
Icha     : “sama-sama don”
Sepanjang pelajaran bu arini tak sedikitpun menegur icha, ntah apa yang terjadi, ichapun mulai merasakan sikap dingin bu arini
Icha     : (menunduk) “don, kenapa bu guru gak mau melihat dan menyapaku ya? Padahal aku kan baru masuk sekolah”
Doni    : “bukanya dia begitu sama kamu sudah dari dulu ya? Sudahlah cha biarin aja, mungkin bu guru lagi ada masalah”
Icha     : (menghela nafas) “mungkin aja ya don”
Doni    : “gitu dong, lebih baik kamu focus lomba cerdas cermat biar kamu bisa menang, dan kamu bisa menunjukan kepada bu guru kalau kamu itu pantas buat di perhatikan” (memberi semangat)
Icha     : “iya don, makasih ya…kamu memberiku semangat” (tersenyum)
Doni    : “pasti dong,,!! Itu kan gunanya temen”
Habis pulang sekolah doni dan icha belajar bersama, mereka Nampak tekun belajar kelompok agar sama-sama bisa menjadi juara saat lomba cerdas cermat nanti.
(di dalam kelas)
Sari      : (melihat icha belajar) “sudah deh gak usah belajar, kamu gak akan menang, lagian bu guru juga sudah benci sama kamu”
Dita     : “iya nih, udah dibenci semua teman dan guru dikelas, masih aja berani sekolah disini”
Saat icha mau pergi ditabraknya icha sampai icha terjatuh, merasa tidak terima icha langsung mendorong dita dan sari sampai mereka terjatuh dan menangis, ichapun langsung berlari dan membolos saat jam pelajaran terakhir
Dia berjalan menyusuri kota, melihat kebebasan,menikmati hari ini tanpa beban, dia bertemu dengan ditto yang Nampak asyik mengerjakan suatu pekerjaan.
(ditoko)
Icha     : (melihat ditto tengah bersih-bersih) “ditto kamu ngapain disini?”
Ditto    : (kaget) “icha,,!! Bagaimana kamu bisa disini?”
Icha     : (kebingungan) “aku,,,aku lagi jalan-jalan saja ditto, kamu ngpain disini?”
Dito     : (terhenti dari pekerjaannya dan duduk disebuag tempat duduk) “aku lagi kerja cha, buat bantu ibu dan bapak, lumayanlah…”
Icha     : “boleh aku ikut? Hari ini saja”
Ditto    : (kaget) “buat apa cha kamu ikut? Kamu kan harus sekolah”
Icha     : “aku sudah pulang sekolah kok”
Ditto    : “tapi kan,,,,” (terputus)
Icha     : “sudahlah ditto , lagian aku butuh uang buat daftar lomba cerdas cermat, ibu dan bapak lagi gak punya uang, aku gak mau membebani mereka”
Ditto    : “memang berapa yang kamu butuhin cha?”
Icha     : “sepuluh ribu to”
Ditto    : “ya sudah kalau begitu ayo bantuin aku buat nyuci piring, nanti uangnya dibagi dua”
Icha     : “beneran boleh?”
Ditto    : “iya cha, kamu kan lagi butuh uang”
Icha     : “terimakasih ditto “ mereka berduapun segera mencuci piring hingga siang hari.
(di jalan menuju rumah)
Ditto    : (Nampak sibuk menghitung uang yang didapatnya tadi) “ini buat kamu” (mengulurkan uang 10.000 kepada icha)
Icha     : (mengambil uang itu) “tapi apa kamu gak kurang? Kenapa kamu kasih sebanyak ini buat aku?”
ditto    : “tenang aja cha, tadi dapatnya lebih kok, jadi bisa dibagi dua..kamu pembawa rejeki ya hehehe” (tertawa lebar)
icha      : “benarkah begitu? Wah syukurlah, jadi uang ini bisa aku buat daftar lomba cerdas cermat besok dong, terimakasih ya ditto “
ditto    : (bingung sambil menggaruk kepala) “terimakasih buat apa cha?”
icha      : “kamu selalu mengajariku bagaimana menikmati dunia anak-anak yang hampir direnggut sama teman-teman sekolahku”
ditto    : “kamu lagi ada masalah sama teman-teman sekolahmu ya? Kamu diapakan mereka sampai begini? Biasanya kamu paling tegar cha”
icha      : (menunduk) “mereka jahat sama aku to, mereka selalu nyaikitin aku,,Cuma doni yang baik sama aku,,apakah orang miskin gak boleh sekolah di sekolah favorit ya?”
ditto    : “mereka jahat ya sama kamu cha? Udah gak usah difikirin cha,,mereka iri sama kamu makanya merka begitu,, kamu harus tetep semangat biar mereka tahu siapa kamu, ok!!”
icha      : “makasih ya to, kamu baik banget,,jangan cerita ke bapak dan ibu ya,, aku gak mau mereka sedih kalau tahu masalah ini”
ditto    : “kita kan teman cha, harus saling membantu,,,siap! Aku gak akan cerita sama orang tuamu, asal kamu juga bisa jaga diri ya”
icha      : “iya ditto , tenang saja “ (dengan senyum manisnya)
(di rumah icha nampak tekun belajar)
Ibu tampak sedang sibuk menjahit
Icha     : (menaruh tas di meja dekat ibunya) “bu, besok dikelas ada lomba cerdas cermat, dan teman-temanku orang tuanya semua lihat, ibu mau kan kesana buat lihat perlombaanya?”
Ibu       : (tetap dengan pekerjaannya) “oalah nduk..nduk, kamu kan tahu ibu ini sibuk menjahit dan bantu bapak disawah, gak ada masalahkan kalau besok ibu gak kesana, toh itu gak wajib juga,,”
Icha     : “tapi bu..” (terputus)
Ibu       : “sudahlah, ibu gak bisa kesana,,,kamu berangkat sendiri, biasanya juga kan seperti itu,,”
Icha     : “iya bu” (Nampak lesu dan masuk kamar)
(malam hari di kamar)
Icha     : (membuka jendela dan melihat bintang-bintang) “ya Allah, sebenarnya besok aku ingin sekali ibu datang kesekolah, kayak orang tua teman-temanku yang mendampingi anaknya,,tapi gimana lagi “ (Nampak tertunduk lesu) “lagian besok memakai baju bebas, aku gak punya baju bagus buat ke sekolah besok” (melamun) “ya sudah pakek seadanya saja” (terdiam sebentar) “ya Allah, kapan bintang kebahagiaan itu kau turunkan untukku..” (keluhnya dalam malam)
(pagi hari di kamar)
Nampak icha sedang memilih-milih baju
Icha     : (mengangkat 3 baju dan membandingkanya) “kok robek semua ya,, gak ada yang masih layak dipakai” (lesu) dia mulai mengingat baju yang ibu jaitkan untuknya 1 tahun yang lalu, segera dia mencari baju itu “wah ketemu” (penuh kegirangan) “tapii,, kok sobek juga ya” (yang melihat baju itu sobek sebesar jempol kaki bapaknya) “gak apa-apalah, ini mending dari yang lain”
(di depan rumah)
Icha     : “bu aku berangkat dulu ya” (mencium tangan ibunya)
Ibu       : “iya nduk, hati-hati”
Icha     : “assalamu’alaikum”
Ibu       : “wa’alaikumssalam”
Icha begitu bersemangat berangkat sekolah pagi ini, nyanyian-nyanyian kecil mengiringi langkahnya, dia ingin menjadi juara walaupun itu mustahil dilakukanya, karena dia ingin membuat bangga kedua orang tuanya.
(di kelas)
Sari      : (melihat baju icha penuh penghinaan) “ih, bajunya jelek banget deh, bolong lagi”
Icha     : “memangnya kenapa kalau bajuku gak sebagus bajumu? Kan kamu gak yang beli”
Dita     : “malu-maluin, ohya ibumu gak ada lagi ya?”
Sari      : “mungkin malu punya anak kayak kamu” (tertawa penuh kemenangan)
Icha     : “mungkin orang tua kalian yang malu, makanya mereka datang biar mereka bisa ngawasin kalian biar gak malu-maluin”
Dita     : (merasa tersinggung langsung mendorong icha sampai dahi icha kena bangku sampai berdarah, bu arinipun tak sengaja melihatnya) “rasakan!”
Guru    : (kaget, dan melerai) “apa-apaan ini kalian, nakal ya kalian!” (menolong icha)
Icha     : (marah) “sekarang bu guru lihat kan, siapa yang sebenernya salah, dan siapa yang sebenarnya nakal,” (langsung berlari pergi)
(di belakang sekolah icha terus menangis)
Icha     : “ibu, anday ibu mau kesini..aku pasti seperti teman-teman yang lainnya bu, bahagia karena ada ibu mereka yang selalu mendampingi, aku ingin seperti itu bu, aku iri melihat mereka” (keluhnya dalam tangis)
(di tempat lomba)
Para siswa tampak bersemangat mengikuti seleksi dari setiap guru yang menjadi panitia pada siswa kelas satu, kerana memang lomba cerdas cermat ini hanya untuk kelas satu, dari 36 siwa diseleksi terpilih 20 besar siswa, dan setelah itu akan dipilih 10 besar siswa berbakat yang nantinya akan diseleksi dengan lebih ketat untuk menentukan 3 besar yang akan mengikuti lomba cerdas cermat dan memperebutkan juara 1.
Dita     : (melihat icha yang masih selamat dalam kualifikasi) “untung banget kamu bisa masuk 10 besar, aku sampai gak percaya”
Sari      : “kalau pinter gak mungkin, kan otaknya gak pernah dikasih makanan 4 sehat 5 sempurna,,pasti ada apa-apanya”
Icha     : (cuek) “terserah kalian mau bilang apa” (berlalu meninggalkan keduanya)
Tak lama datang doni menyapa icha
Doni    : “cha, tadi bagus banget, pasti sari dan dita kesel kamu cuekin dan gak kepancing sama mereka”
Icha     : “iya don, dan mereka juga marah karena gak bisa nyakitin aku” (penuh kegirangan)
Doni    : “setidaknya kamu bisa menghindari mereka aja sudah bagus cha, tetap semangat buat jadi juara di cerdas cermat ini, aku yakin kamu pasti bisa”
Icha     : “tapi kamu kan juga ikut 10 besar, apa kamu gak mau menang?”
Doni    : “soal aku menang atau tidak gak masalah buatku, yang terpenting kamu bisa menang, kan kamu pernah bilang, kalau kamu mau ikut lomba ini buat orang tuamu bangga, dan sekarang mereka gak bisa kesini, setidaknya kamu bisa bawa pulang hadiah biar orang tuamu tahu kalau kamu juara” (senyum memberi semangat)
Icha     : “kamu bener don, walaupun ibu dan bapak gak mau kesini dan gak pernah mau tau tentang aku, setidaknya aku bisa buktikan sama mereka kalau aku juara, dan bisa buat bangga mereka”
Akhirnya setelah mengikuti seleksi yang sangat ketat, terpilihlah 3 siswa yang akan mengikuti lomba cerdas cermat
Guru    : (membacakan pengumuman) “dari hasil seleksi yang panjang, maka kami pilih 3 yang terbaik dari 10 besar yaitu doni araka putra, sari angelica, dan icha”
Begitu namanya tidak dipanggil ditapun mengamuk
Dita     : (berdiri dari posisi duduknya) “bu gimana sih, kok aku gak kepilih malah icha yang kepilih, dia itu lebih pinter dari aku!!”
Guru    : “dita, pemilihan ini kan sesuai kemampuan kalian, dan kalau icha terpilih berarti icha lebih baik dari kamu, kamu harus supportif ya”
Mama dita       : (ikut berdiri) “saya gak terima kalau anak saya harus kalah bersaing sama anak kampungan kayak icha, apa jangan-jangan ibu ini pilih kasih ya?”
Merasa tersinggung, bu rahma akhirnya angkat bicara
Bu rahma         :  “mari bu ikut saya ke kantor, dan mamanya sari juga, saya mau memberitahu kalian sesuatu tentang anak-anak anda”
Merekapun menuju kantor
Bu rahma         : “silahkan duduk”
mama sari        : (bingung) “memangnya ada apa bu sampai saya juga dipanggil, bukankah yang proses itu mamanya dita?”
mama dita       : (tersinggung) “eh jeng, mentang-mentang anak kamu sudah terpilih jadi 3 terbaik jadi kayak gini ya”
mama sari        : “lo bukanya benar kan jeng, kamu yang protes”
bu rahma         : (tersenyum) “sebenarnya tujuan saya ajak anda-anda ini kesini, bukan untuk membicarakan masalah perlombaan tadi”
mama sari        : (makin tidak mengerti) “kalau bukan masalah itu terus masalah apa bu?”
bu rahma         : (menata duduknya) “jadi begini bu, melihat tingkah laku anak-anak selama belajar disini saya sangat miris, entah itu sifat buruk yang jadi PR besar buat kami para guru, atau memang sudah didikan dari kecil” (melirik mama dita) “dita dan sari sangat arogan sekali, mereka selalu membedakan teman-temannya berdasarkan status sosialnya, bahkan salah satu siswa disini ada yang jadi bulan-bulanan mereka gara-gara mereka fikir siswa tersebut status sosialnya lebih rendah dari mereka, apakah ada yang mau menjelaskan kepada saya mengapa anak-anak itu sampai bersikap se agresif itu?” (melirik mama sari dan dita)
Nampak mama sari dan mama dita tercengang kaget
Mama sari        : “jujur ya bu, saya selaku mama dari sari kaget mendengar berita ini, karena saya tidak pernah sekalipun membeda-bedakan atau mendidik anak saya untuk menjauhi temanya yang status sosialnya dibawahnya, apa lagi sampai se agresif itu”
Mama dita       : (terlihat lebih cuek) “lagian sampai diapain sih bu siswa itu kok sampai segini hebohnya”
Bu rahma         : (terdiam dan mulai bisa menebak karakter dari kedua mama siswanya tersebut, diapun menghela nafas) “ibu tahu apa yang anak-anak ibu lakukan dengan teman sekelasnya? Mereka bukan hanya menghina atau mengejek lo bu, tapi mereka sudah main kekerasan dan tak jarang mereka mendorong, bahkan sampai mengunci temannya didalam kamar mandi, saya bisa saja melaporkan hal ini ke pihak yang berwajib atau perlindungan anak lo bu”
Mama sari        : (Nampak sangat syok dengan kelakuan anaknya) “memangnya teman sari disekolah siapa bu kok sampai ugal-ugalan seperti itu, setahu saya sari kalau dirumah manis sekali sifatnya, ini gak mungkin sekali bu”
Mama dita       : “iya benar apa yang dikatakan mama sari, bu jangan fitnah anak kami ya, saya bisa tuntut balik anda!” (dengan gaya sok kuasa)
Bu rahma         : (tersenyum menanggapi perkataan kedua orang tua murid itu) “kalau memang mamanya dita tidak percaya, saya punya bukti-buktinya. Apa perlu saya tunjukkan sekarang?”
Mendengar perkataan bu rahma, mama dita seakan ketakutan.
Mama sari        : (menengahi) “sekarang begini saja, kalau memang anak kami salah, lakukan dan didik sengan sebaik-baiknya bu, kami tidak masalah asal kelakuan anak kami bisa menjadi lebih baik”
Mama dita       : “gak bisa begitu dong, memangnya anakku bersalah,,,saya gak merasa anak saya punya salah ya bu”
Bu rahma         : “kelihatanya saya tahu orang tua mana yang mendidik anaknya seperti itu, jika anda keberatan, anda bisa mencarikan sekolah yang lain buat anak ibu, kami selaku guru tidak masalah, lebih baik keluar satu siswa yang bikin kerusuhan dari pada siswa-siswa kami semakin ditindas”
Mendengar perkataan tegas dari bu rahma, mama dita hanya bisa terdiam, karena sekolah ini adalah sekolah bergengsi dan terfavorit yang ada di wilayahnya, jadi menurutnya lebih baik dia mengelah.
Mama sari        : “saya menikuti ibu guru saja selaku wakil kepala sekolah disini”
Bu rahma         : “terimakasih atas kepercayaan yang anda berikan bu, lagian murid yang ditindas itu dapat beasiswa yang diberikan sekolah ini karena waktu dia TK kemampuanya melebihi anak-anak, jadi tolong hargai keputusan guru-guru disini ya bu”
Mama sari        : “iya bu, kalau begitu kami pamit keluar dulu”
(di tempat perlombaan)
Perlombaan berjalan sangat ketat, setelah lama beradu otak sampai sekor ketiganya sama,
Guru    : “baik lah berhubung nilai dari ketiganya sama, kami selaku tim panitia sudah mempunyai sebuah tantangan tambahan, sebelumnya kami mau mengucapkan kebanggaan kami terhadap murid didik kami yang begitu pandai, dan tantangan terakhir adalah menghafal surat Al-ikhlas dengan baik”
Sontak ke tiga peserta itu langsung tercengang, doni menekan tombol merah pertanda dia tidak bisa, tak berapa lama saripun mengikuti langkah doni, semua tertuju pada icha yang nampaknya belum memencet tombol merah itu, Nampak icha terdiam sesaat lalu dia mulai melantunkan surat Al-ikhlas, betapa kagetnya semua yang ada disana, dia mampu menghafalkan dengan benar dan dengan suara yang begitu indah, semua semakin tercengang dan dihipnotisnya untuk beberapa saat.tepuk tanganpun mulai berhamburan dan sudah dipastikan siapa pemenangnya,
Guru    : setelah melihat hasil seleksi maka pemenang lomba cerdas cermat tahun ini adalah ‘icha’ baik icha, silahkan maju ke depan”
Icha ragu untuk maju kepedan karena bajunya yang bolong-bolong dia takut jadi bahan tertawaan nantinya.
Doni    : “ayo maju cha,,,semangat!!”
Icha     : “tapi don, bajuku bolong” (menunduk sedih)
Doni    : “icha yang dinilai bukan bolongnya bajumu tapi kepandaianmu, kamu harus bangga dong, aku yankin kamu bisa”
Icha     : (tersnyum) “makasih ya don kamu sudah nguatin mentalku, yaudah aku maju dulu kalau begitu”
Dengan segera icha maju kedepan untuk menerima hadiah, dia Nampak melihat sisi samping bajunya yang bolong, tapi doni selalu meyakinkan dia dengan senyuman lebar di bibirnya.
(pulang sekolah dirumah)
Icha     : (berlari dengan senyuman lebar) “ibuu aku menang bu, aku jadi juara lomba cerdas cermat tingkat siswa kelas 1”
Ibu       : (mengutak-atik baju jahitanya tanpa ekspresi sedikitpun) “oh begitu, yaudah makan sana”
Icha     : “tapi….” (kecewa dengan ibunya) “ya sudah aku mau ke rumah ditto saja bu”
Setelah berganti baju ichapun langsung menuju sawah tempat ditto berada.
Ditto    : (kaget melihat icha berlari dengan penuh semangat) “kenapa tuh anak, seneng banget kayaknya”
Icha     : (berteriak menghapiri ditto ) “ditto, aku lagi bahagia”
Ditto    : “kamu belum bilang saja sudah ketebak dari raut wajahmu yang bersinar ngalahin sinar matahari” (ledek ditto sambil mencubit pipi icha)
Icha     : (tertawa kecil) “iya nih, aku jadi juara lomba cerdas cermatnya to,, makasih ya, berkat bantuanmu mencari uang kemaren aku jadi bisa ikut lomba”
Ditto    : (terkejut) “benarkah” (senyuman yang merekah) “Alhamdulillah ya Allah,,harus dirayakan  nih,,,”
Icha     : “dirayakan gimana maksdunya to?”
Ditto    : (menarik tangan icha) “ayo ikut aku”
Mereka berduapun berlari menuju pasar dekat desa mereka
Icha     : (penasaran) “kamu mau ngapain to bawa aku ke pasar?”
Ditto    : “sudah diam saja, kamu tunggu disini dulu ya, aku mau cariin sesuatu buatmu” (berlari meninggalkan icha, sementara itu icha setia menunggu kedatangan ditto )
Icha     : “sudah mencari-carinya?”
Ditto    : (tersenyum lebar dengan menyembunyikan sesuatu di tanganya) “sudah dong, kamu pejamkan mata sebentar ya. Ada hadiah buat kamu”
Icha     : “apa to?”
Ditto    : “sudah, pejamkan mata saja”
Ichapun menurutinya, ditto memasang jepitan rambut warna pink ke rambut panjang icha, icha begitu Nampak cantik dengan jepitan rambut itu.
Icha     : (membuka mata) “waaah canti banget jepitan rambutnya to, baru kali ini aku punya jepitan rambut sebagus ini”
Ditto    : “sebenarnya yang cantik bukan jepitan rambutnya, tapi orangnya” (menggoda)
Icha     : (menangis haru) “makasih banyak ya ditto, kamu baik banget, ibu saja gak peduli tentang perlombaan ini, aku fikir ibu akan bangga kalau aku bisa menang lomba ini, ternyata tidak sama sekali”
Ditto    : (menepuk bahu icha) “cha, gak usah sedih ya, mungkin ibumu lagi sibuk saja, dan jangan pernah melalukan sesuatu dengan pamrih, ok!!”
Icha     : (tersenyum) “iya to, makasih banyak ya “
(malam hari dikamar)
Seperti biasa icha membuka jendelanya lebar-lebar sambil menatap langit yang bertaburan bintang, tak lupa buku using itu selalu dipegangnya dengan erat.
Icha     : (melihat bintang-bintang) “ya Allah, aku jadi juara lomba cerdas cermat, aku seneng banget,,makasih ya ya Allah, engkau sudah memberi kebahagiaan hari ini, tapi sebenarnya aku sedih ya Allah” (terhenti sambil meneteskan airmata) “kenapa ibu kelihatanya gak seneng ya ya Allah aku menang, aku ingin diperhatikan ibu seperti anak- anak lain ya Allah, aku juga ingin bercerita sama ibu tentang apa yang aku alami disekolah selama tiga bulan ini, tentang semua kesedihanku, tapi ibu kayaknya gak mau mengerti aku” (menggeleng-geleng kepala) “ya Allah maafkan aku ya, aku sudah gak bersyukur sama engkau ya Allah”
(pagi hari di dalam kelas)
Doni    : “hay cha, lagi ngapain nih?”
Icha     : (tersnyum) “lagi baca buku nih,”
Doni    : “ini buat kamu” (mengulurkan sebuah bungkusan)
Icha     : “apa ini don?”
Doni    : “hadiah kecil buat temenku yang kemaren dengan hebat bisa jadi juara lomba cerdas cermat” (tersenyum lebar)
Icha     : “makasih ya don” (menerima kado itu)
Doni    : “kok gak dibuka sih, buka dong”
Icha     : “beneran boleh dibuka?”
Doni    : “boleh dong cha, itukan sudah jadi milik kamu”
Icha     : “ok aku buka ya” (membuka bungkusan kado tersebut, icha Nampak bahagia setelah tahu isi kado itu apa,) “baju!!,,bagus banget don, makasih ya” (terharu)
Doni    : “kamu kan kemaren kayak gelisah karena bajumu, jadi aku belikan yang baru ya, biar kamu nyaman dengan baju yang kamu pakek, gak bolong lagi”
Icha     : “siap bos,”
Doni    : “dijaga tuh, jangan dirusak-rusakin ya” (tersenyum)
Icha     : “iya-iya gampang deh”
(ditaman sekolah)
Nampak sari dan dita sedang duduk santai di jam istirahat
Sari      : “aku kemaren dimarahin mama dit, karena kita jailin icha”
Dita     : “bukan hanya kamu, aku juga sar, kayaknya icha sudah mulai ngelunjak deh, dasar anak kampong”
Sari      : ‘sudah ya jangan jailin dia lagi,,aku gak mau dapat masalah Cuma gara-gara icha”
Dita     : “jadi apa kamu mau dijajah sama anak kampong?”
Sari      : ‘tapi,,” (terhenti)
Dita     : “sudah deh sar, jangan jadi pecundang seperti ini,,”
Sari      : ‘iya-iya aku ikut kamu saja”
Dita     : “gitu dong, kita harus singkirkan anak miskin itu”
(sepulang sekolah ditaman)
Bu rahma         : (setengah berlari menghampiri icha) “cha tunggu”
Icha     : (terhenti dan menoleh) “iya bu, ada apa?”
Bu rahma         : “ayo ikut ibu, jangan pulang dulu ya”
Icha     : “iya bu” mengikuti langkah bu rahma
Bu rahma         : “ibu bangga sama kamu, kamu ternyata punya didikan agama yang kuat juga ya cha”
Icha     : “kalau didesa, itu sudah biasa bu, karena guru ngajiku didesa selalu mengajari hafalan setiap malamnya”
Bu rahma         : “wah hebat banget ya gurumu cha, bisa punya murid secantik dan sepandai kamu” (mengelus pipi icha, ichapun tersenyum malu)
Bu rahma         : “ohya ibu punya hadiah buat kamu”
Icha     : “seharian ini aku kayak ulang tahun deh, dikasih hadiah terus”
Bu rahma         : “kan kamu hebat sayang” (mengambil bungkusan yang telah dia siapkan dimeja) “ini buat kamu” (mengulurkan ke icha.)
Icha     : (menerima) “terimakasih banyak ya bu, ibu peri baik banget sama aku”
Bu rahma         : (memeluk icha) “sama-sama sayang, kamu harus kuat dan semangat buat jalanin hari-harimu, tunjukan pada teman-teman yang gak suka sama kamu kalau kamu itu bisa”
Icha     : “iya bu peri, makasih banyak ya, akan aku buktikan sama mereka kalau aku bisa dan lebih baik dari mereka”
Bu rahma         : “anak pinter, gitu dong”
Icha     : “kalau begitu saya pamit pulang dulu ya bu peri, assalamu’alaikum”
Bu rahma         : “wa’alaikumssalam, hati-hati ya nak”
Icha     : “iya bu”
Ditengah perjalanan icha terhenti, dia tergelitik untuk meihat isi kado yang diberikan bu rahma padanya.
(dipematang sawah)
Icha     : “kira-kira apa ya isinya” (sambil membuka bungkusan itu)
Betapa terkejutnya icha ketika melihat kalau kado dari bu rahma adalah sepasang sepatu cantik, dia mengingat kembali saat dia mengambil sepatu dari ibunya yang sari dan dita buang di selokan,
Icha     : “bu rahma pasti pengen sepatu ini bisa aku pakek gentian ama sepatu dari ibu, biar gak dijailin sama sari dan dita” (dengan senyuman bahagianya) “makasih ya ibu peri, ibu baik banget, makasih doni dan ditto kalian temen-temenku yang baik, aku sayang sama kalian”
(di kamar)
Icha Nampak sedang asyik membongkar hadiah dari teman-temanya dan gurunya itu, dia tengah asyik mencoba sambil bernyanyi-nyanyi kecil, dari luar ibunya tergelitik untuk melihat anaknya karena merasa heran.
Ibu       : (membuka pintu) “sedang apa kamu cha?”  (ibu sangat terkejut melihat barang-barang mahal yang tengah dipakai anaknya itu, icha hanya menoleh sambil tersenyum) “apa-apaan ini? Dari mana kamu bisa mendapataan semua ini cha!”
Icha     : “temen dan guruku bu yang memberiku ini, kata mereka sebagai hadiah karena aku kemaren sudah menang lomba cerdas cermat”
Ibu       : “kamu mau mempermainkan ibu? Iya ibu gak bisa belikan kamu baju mahal dan sepatu mahal, iya kan? Itu yang ingin kamu tunjukan sama mereka” (menangis dan berlalu pergi)
Icha     : (menangis) “bukan gitu bu, ibuuu”
(malam hari diruang tamu)
Sudah dari siang icha gak berani keluar kamar, dia hanya bisa menangis dan merasa bersalah dikamarnya
Bapak  : (meminum kopi) “kamu ini kenapa sih bu, kok uring-uringan terus, apa masalah dengan icha tadi?”
Ibu       : “ya kesel saja pak, dia kayak tidak menghargai aku sebagai ibunya”
Bapak  : “ibu ini salah lo,”
Ibu       : “kok bapak jadi nyalahin ibu, apa salah ibu pak!”
Bapak  : “ya jelas toh, lihat saja..icha itu menang lomba lo bu, tapi ibu gak ada bangga-bangganya dan ngasih hadiah malah biasa saja, tapi giliran ada yang ngasih hadiah, ibu malah marah-marah..coba ibu fikir bagaimana perasaan icha, dia itu masih anak-anak lo bu, dia berjuang untuk menang itu biar kita bangga bu, tapi sifat ibu kayak gitu, icha itu masih kecil bu, jangan kamu perlakukan seperti itu”
Ibu       : “oh jadi itu semua salah ibu? Yang jadi orang tuanya bukan ibu saja pak, tapi bapak juga, iya karena icha masih kecil makanya aku didik dia agar dia mandiri, biar dia gak manja pak, bapak gak pernah ngerti perasaan ibu” (berlalu pergi)
Bapak  : (menghela nafas) “oalah buk,,buk,,sulit ngomong sama kamu itu”
Icha yang dari tadi menguping pembicaraan bapak dan ibunya menangis menjadi, dia merasa bersalah karena gara-gara dia orang tuaya bertengkar,.
( pagi hari di dalam kelas)
Nampak icha dan doni sedang asyik berbincang-bincang mereka tertawa kecil, dita dan saripun datang.
Dita     : (melipat tangan ke dada) “oh jadi ini anak yang suka ngadu ama wakil kepala sekolah”
Sari      : “iya nih, gak tahu malu banget…dasar anak tukang ngadu”
Doni    : (mulai emosi, berdiri) “maksud kamu itu apa? Siapa yang tukang ngadu? Kalau emang guru ada yang negor kalian atau orang tua kalian itu karena kalian itu memang sudah keterlaluan!”
Icha     : (menepuk bahu doni) “sudah lah don, gak usah kamu ladenin mereka, kalau kamu ngeladenin mereka berarti kamu sama kayak mereka”
Doni    : “bener banget cha, ayok kita pergi dari sini”
Ditinggal doni dan icha sari dan ditapun langsung merasa kesel.
(di taman sekolah)
Doni    : (senyum) “kamu bahagia kan?”
Icha     : “bahagia kenapa don?”
Doni    : “ya bahagia karena sari dan dita gak bisa jailin kamu”
Icha     : “maksudnya gara-gara kamu bela gitu?” (meledek doni)
Doni    : “iya dong, mereka itu takut sama aku cha”
Icha     : “oh ya??” (seolah gak percaya)
Doni    : (tertawa kecil sambil menggaruk kepala) “iya gitu pokoknya”
Mereka berduapun tertawa dengan riangnya.
Kelas satu mengadakan ulangan tengah semester, setiap pekerjaan yang sudah selesai dikumpulkan dari belakang ke depan, dengan cara tersebut anak-anak tidak akan ricuh menurut bu arini, tapi dita dan sari memakai kesempatan itu untuk mencurangi icha, dia menukar kertas ulangan icha dan menaruh kertas ulangan itu dilaci dan menggantinya dengan kertas ulangan yang jawabanya semuanya ngawur, hal itu terulang sampai berkali-kali.
( di taman sekolah)
Dita     : (tertawa penub kemenangan) “biar tahu rasa tuh icha, emang enak ulanganya dapat nilai merah terus, biar gak naik kelas dia”
Sari      : “bener banget dit, emang gampang apa musuhan sama kita,”
Dita     : “ya gak bisa lah, dia kan anak miskin, kitakan kaya” (dengan tertawa kemenanganya.
(di dalam kelas)
Guru    : (membawa lembaran ulangan tengah semester) “ini ibu bagikan hasil dari kerjaan kalian,semua nilainya bikin ibu bangga tapi ada satu anak yang bikin ibu sangat kecewa, ntah ibu bisa naikkan dia ke kelas dua pada ulangan akhir semester nanti apa tidak kalau ulangan tengah semesternya saja hancur seperti ini”
Sari dan icha nampaknya sudah tahu siapa yang dimaksud dari gurunya itu, merekapun tertawa kecil dengan penuh kemenangan.
Guru    : (setelah selesai membagi kertas ulangan) “icha, ayo ikut ibu ke kantor, kertas ulanganmu masih ibu pegang, ibu mau bicara sama kamu”
Icha     : “iya bu,” (mengikuti gurunya ke kantor)
Guru    : (melempar hasil ulangan icha diatas meja) “saya sama sekali gak mengerti tentang semua ini! Kemaren kamu lomba cerdas cermat menjadi juara dan semua orang bangga sama kamu, tapi kenapa nilai ulanganmu merah semua? Apa kamu mau mempermainkan ibu!”
Icha     : (gemetaran dan mengambil kertas-kertas ulanganya) “bu, tapi ini bukan kertas ulangan saya”
Guru    : “bukan kertas ulangan kamu? Nama yang terpajang disitu nama siapa cha? Atau kamu mau menuduh teman-temanmu lagi yang melakukan semua ini? Masih kecil sudah pintar nuduh orang”
Icha     : “tapi ini memang bukan tulisan saya bu,”
Guru    : “masih kecil gak usah jadi tukang bohong, gak baik,, lebih baik kamu belajar yang rajin biar saat ulangan akhir semester nanti ibu bisa naikin kamu” (berlalu langsung pergi meninggalkan icha)
Icha kembali ke kelas dengan tangisan dan wajah lusut, membuat sari dan dita begitu bahagia.
Doni    : “kamu kenapa cha?” (melihat icha menangis)
Icha     : (terdiam dan memberikan kertas-kertas ulanganya pada doni)
Doni    : (terkejut dengan nilai merah yang terpampang disemua kertas itu) “ini? Ini gak mungkin cha,,masak nilainya merah semua”
Icha     : “aku gak tahu don kenapa bisa seperti itu, yang jelas aku yakin itu bukan kertas ulanganku, karena itu bukan tulisanku”
Doni    : “terus bu arini percaya?”
Pertanyaan doni hanya dibalas dengan gelengan kepala icha
(di ruang guru)
Guru    : “sekarang lihat bu, anak yang anda bangga-banggakan akhirnya sangat mengecewakan”
Bu rahma         : (bingung) “apa maksud anda bu?”
Guru    : “siapa lagi kalau bukan icha, nilai ulangan tengah semesternya merah semua”
Bu rahma         : (terkejut) “itu gak mungkin bu, gak mungkin nilainya merah semua, pasti ada alas an dibalik itu semua”
Guru    : “saya tahu kalau anda pasti akan selalu membela anak nakal itu,tapi buktinya sudah ada bu”
Bu rahma         : “dimana bu hati seorang ibu, walaupun anda belum menjadi seorang ibu, masalah sederhana ibu buat boomerang untuk menyerang icha, sebenarnya apa salah icha sama anda? Oh jangan-jangan karena anda gak bisa bersifat adil untuk murid-murid ibu ya,,”
Mendengar kata-kata bu rahma, bu arini langsung pergi tanpa pamit.
(di taman sekolah) bu rahma melihat icha berjalan pulang.
Bu rahma         : “icha!!!”
Icha     ; (menoleh) “ada apa bu peri?”
Bu rahma         : “kesini sebentar ya, ibu mau ngomong sama kamu”
Icha     : “ada apa bu?”
Bu rahma         : (tersenyum) “kata bu arini, ulangan tengah semestermu dapat merah semua ya?”
Icha     : (merunduk) “iya bu”
Bu rahma         : “kenapa bisa begitu sayang?”
Icha     : “saya juga gak tahu bu, aku yakin itu bukan tulisanku, tapi kata bu guru saya gak boleh menuduh teman-teman”
Bu rahma         : “mana sini ibu lihat, sekalian lihat buku catatanmu, biar ibu samakan”
Icha     : “ini bu” (memberi tasnya ke bu rahma)
Bu rahma mulai meniliti tulisan yang ada didalam kertas jawaban dengan tulisan-tulisan yang ada di buku tulisnya icha
Bu rahma         : “benar kamu cha, tulisan ini sama tulisan-tulisanmu gak sama, jelas berbeda jauh”
Icha     : “tapi bu guru gak percaya sama aku ibu peri”
Bu rahma         : “yang jadi masalahnya adalah, dimana jawaban kamu yang asli, kalau jawaban kamu yang asli ketemu, pasti masalah ini akan cepat selesai”
Icha     : “saya juga gak tahu bu,”
Bu rahma         : “ya sudah kamu gak usah sedih ya, ini kamu simpan dulu jangan sampai hilang, dan kamu pulang dulu, jangan nangis lagi ya sayang”
Icha     : “iya bu, saya pulang dulu,,assalamu’alaikum”
Bu rahma         : “wa’alaikumssalam”
(di rumah)
Ibu       : “hasil ulangan kamu mana cha? Katanya mau dibagikan hari ini..”
Icha     : “itu,,ituu”
Ibu       : “itu apa? Mana tasmu, ditanya ita itu saja”
Icha     : (terdiam dan menyerahkan tasnya)
Ibunya namapak sedang membuka tas dan mencari kertas-kertas ulangan, setelah didapati dan dibuka kertas-kertas ulangan itu, betapa kagetnya sang ibu
Ibu       : “ya Allah cha!!! Kenapa nilaimu merah semua! Apa saja yang kamu kerjakan disekolah sampai nilai-nilaimu hancur seperti ini!”
Icha     : “itu bukan kerjaanku bu”
Ibu       : (mulai naik darah diambilnya kemonceng di atas meja, dipukul icha sampai kemonceng itu habis) “kamu itu hanya bisa bikin ibu malu, jadi suka bohong sama ibu, dasar anak bodoh, kenapa nilai-nilaimu sampai seperti ini, susah-susah ibu biayain kamu sekolah tapi hasilnya bikin ibu kecewa!!”
Icha     : “maafin aku bu”
Ibu       : “tidak ada kata maaf untuk anak senakal kamu!!”
Setelah puas memukul tubuh mungil icha, ibupun meninggalkan icha sendiri
(di kamar)
Icha     : “ya Allah, aku gak nyangka kalau ibu semarah dan sekecewa itu sama aku,  aku bukan anak yang baik ya Allah,,”
(malam hari di kamar)
Dari tadi siang icha tidak mau membuka pintu kamarnya, dia takut dipukuli lagi oleh ibunya, rasa sakit dari memar-memar ditubuhnya itu membuatnya kesakitan.
Icha     :  “ya Allah, kapan engkau memberiku bintang kebahagiaan itu untukku?, kalau Allah gak mengijinkan bintang itu untuk turun, biarkanlah aku saja ya Allah yang kesana buat bisa bersama dengan bintang kebahagiaanku”
(pagi di ruang tamu)
Kakak  : (sarapan sambil melihat-lihat) “bu, icha dari semalam kok gak kelihatan, dia dimana bu?”
Ibu       : “dikamar”
Bapak  : (mengetahui apa yang terjadi) “kamu apakan lagi dia bu?”
Ibu       : ‘ibu pukul, memang kenapa pak?”
Mendengar kata ibu, kakak icha langsung menghentikan makanya dan melihat keadaan adiknya.
Kakak  : “ichaaaa!!!!!”
Teriakan itu membuat kaget seisi rumah, ibu dan bapakpun langsung menuju kamar icha.
Bapak  : “ada apa dengan icha?”
Kakak  : ‘icha pingsan pak, hidungnya mimisan”
Bapak  : “ya Allah icha, ayo kita bawa ke puskesmas sekarang,,bu, kalau terjadi sesuatu sama icha, ibu gak akan bapak maafkan!”
Ibu       : “tapi pak,” (terduduk sambil menangisi perbuatanya)
(di puskesmas)
Icha terus mengeluarkan darah dari mulut dan dari hidungnya, suhu badanya yang tinggi membuat bidan dipuskesmas itu Nampak panic.
Bidan  : “pak lebih baik icha dibawa ke rumah sakit saja ya, kondisi icha sangat mengkhawatirkan, saya takut kalau tidak cepat pertolonganya akn sangat fatal,”
Bapak  : “terserah ibu saja, yang penting semua itu terbaik buat anak saya”
Perjalanan ke rumah sakit terasa lama, bapak icha hanya membawa uang dua ratus ribu yang dia ambil dari celengan untuk membelikan sepeda buat icha
Bapak  : “ya Allah, semoga uang ini cukup untuk biaya icha masuk rumah sakit, untuk uang buat besok aku bisa ngutang atau menggadaikan sawah ya Allah, yang penting anak saya selamat” (kata bapak dalam hati)
Bapak : “jadi gimana dok anak saya, tolong selamatkan anak saya dok”
Dokter : “sabar ya pak, kami sudah melakukan pertolongan pertama, soal biaya bapak silahkan cari dulu, icha akan kami tangani walaupun bapak belum punya biayanya”
Bapak  : ‘terimakasih dokter, saya sangat berhutang nyawa sama dokter, kalau begitu saya pulang dulu untuk mencari biaya rumah sakit ini dok, kak, kamu tolong temenin adikmua ya”
Kakak  : “iya pak, pasti”
( di rumah)
Ibu       : “bagaimana keadaan icha pak?”
Bapak  : (terhenti dari kesibukkannya mencarai sertifikat tanah) “ibu masih berani bertanya seperti itu setelah ibu mukul icha sampai icha masuk UGD bu!,, ibu itu bukan seperti ibu kandung, tapi seperti ibu tiri bagi icha, icha salah apa sama ibu sampai ibu tega ringan tangan sama dia bu!!”
Ibu       : (menangis) “maafin ibu paaak, maksud ibu hanya memberi pelajaran buat dia, biar dia jera”
Bapak  : “ibu bilang biar dia jera? Bapak sudah bilang berkali-kali kalau icha masih anak-anak, dan liaht sendiri, akibat dari perbuatan ibu yang ingin icha jera jadi icha koma”
Ibu       : “bapak mau apa?”
Bapak  : “mau jual rumah!!”
Bapak langsung pergi meninggalkan istrinya.
Ibu ichapun hanya bisa menangisi kesalahanya
( di rumah rentenir)
Rentenir          : (duduk dengan mengepulkan asap rokoknya) “ada apa bapak datang kesini, tumben sekali”
Bapak  : “saya,,,mau menggadaikan sertifika sawah saya pak”
Rentenir          : (tersenyum) “itu sih bisa diatur pak, asal setuju dengan bunganya saja”
Bapak  : “berapa saja bunganya saya siap pak, asal saya dapat uang untuk biaya rumah sakit anak saya”
Rentemir         : “memangnya bapak butuh berapa?”
Bapak  : “kurang lebih 10 juta pak”
Rentenir          : “iya, saya kasih uangnya tapi bunganya 50% ya”
Bapak  : “iya pak saya setuju”
“ya Allah, jika memang ini jalan yang harus hamba tempuh demi kesembuhan putri hamba, hamba rela, hamba bisa cari kerja lebih keras buat meunasi hutang ini” (kata ayah dalam hati)
(di rumah sakit, dibagian administrasi)
Bapak  : “suster, saya mau membayar biaya rumah sakit icha, ini uang yang saya punya, tolong rawat anak saya sampai anak saya benar-benar sembuh sus”
Suster  : “iya pak, nanti saya akan menghitung biaya rumah sakit dan perawatan anak bapak sampai beberapa hari kedepan se cukupnya uang ini ya pak”
Bapak  : “iya sus, terimakasih banyak ya sus,,”
Suster  :”sama-sama pak”
(di ruang ICU)
Nampak dari luar ibu dan kakak melihat icha yang terbaring lemah didalam, dengan menggunakan alat bantu pernafasan, kakakpun tak tega melihat adik kecilnya menderita seperti itu, akhirnya berlari pergi,
Bapak  : (melihat ibu tengah memandangi icha dari luar) “kenapa kamu kesini!”
Ibu       : (terkejut) “bapak”
Bapak  : “ngapain kamu kesini? Mau nyakitin icha lagi!”
Ibu       : “tidak pak, maafin ibu, ibu hanya ingin melihat keadaan icha,, biar bagaimanapun icha anakku pak, ibu yang ngandung dia pak, ibu yang menyusui dia, ibu juga sayang sama dia bukan bapak saja!”
Bapak  : (terdiam dan terduduk dikursi tunggu)
Sudah 3 hari icha terbaring koma dan selama itu pula bapak, ibu dan kakak icha gak pernah pulang kerumah, bahkan mereka sama sekali tidak makan, hanya minum air putih sebagai pengganjal perut mereka, mereka terus berdo’a dan berharap semoga icha selamat dan bisa sembuh kembali.
Ditatapnya wajah mungil anaknya yang begitu lemah, berlahan bapak mulai memperhatikan gerakan jadi kecil anaknya itu,
Bapak  : (berteriak) “dok, dokteeer!!! Icha siuman dook!!”
Sontak dokter dan suster langsung menuju ke ruang ICU untuk memeriksa icha, setelah mereka keluar
Bapak  : (panic) “bagaimana keadaan icha dok?”
Dokter : (tersenyum) “syukurlah, ini keajaiban, icha sadar dan dia baik-baik saja, tinggal memulihkan tenaga dan luka luarnya saja”
Bapak  : “lalu soal icha keluar darah itu kenapa dok?”
Dokter             : “anak kecil mimisan itu biasa pak, mungkin karena demam yang dialaminya makanya sampai dia mimisan seperti itu, semuanya baik-baik saja pak, dan saran saya, icha masih kecil jangan pernah pukulin dia lagi, kekerasan gak akan bisa mendidik malah akan mengancam nyawa icha”
Bapak  : (melirik ibu) “bisa denger bu, dan ini sudah peringatan kedua kalinya” (ibu menunduk) “terimakasih dok, kami boleh masuk buat melihat icha?”
Dokter             : “silahkan pak,”
Mereka bertigapun akhirnya masuk ruangan dimana icha telah dipindah dari ruang ICU
Kakak              : “icha…”
Icha                 : “kakak…” (lirih)
Kakak              : (menangis) “kamu gak kenapa-napa kan? Mana yang sakit biar kakak pijitin”
Icha                 : (menggelengkan kepala)
Bapak              : (menangis haru) “syukurlah nduk kamu baik-baik saja, bapak sangat khawatir sama kamu”
Icha                 : “aku baik-baik saja pak”
Icha melihat ibunya yang tengah berdiri membelakangi ruanganya, ibunya Nampak tidak berani untuk masuk dan menyapa dirinya
Icha                 “ ibu…”
Ibu                   : (menoleh)
Icha                 : “kesini bu, ngapain ibu disana sendirian”
Ibu                   : (berteriak dengan tangis yang begitu pecah) “ichaaaa…maafin ibu nduuuuk” (memeluk icha)
Icha                 : (menangis) “iya bu, icha juga minta maaf kalau icha salah, icha janji 3 bulan ini icha akan belajar dengan giat biar icha bisa naik kelas dan beasiswa icha biar gak dicabut bu, icha janji”
Ibu                   : (mengelus rambut icha) “gak perlu nduk, yang penting kamu bahagia, lakukanlah apa saja yang membuatmu bahagia, kamu gak perlu jadi yang terpandai, yang terbaik, karena kamu sudah jadi anak perempuan ibu yang paling sempurna”
Bapak              : “begitu dong, kan enak kalau dilihat” (memeluk ibu dan kakak)
Kakak              : “aku seneng akhirnya ibu bisa menyesali perbuatanya, dan menyadari kalau perbuatan ibu itu salah”
Ibu                   : “iya kaka, ibu memang salah”
Bapak              : “ya sudah, yang penting sekarang kita seneng-seneng, kan icha sudah sembuh, bu,,beli makan sana, kita kan belum sempat makan selama icha sakit, cha mau makan apa? Biar dibelikan sama ibu, bilang saja cha apa saja pasti ibu belikan”
Icha                 : (girang) “beneran pak?”
Bapak              : “iya nduk”
Icha                 : “icha mau makan apel pak, apel merah,,sudah dari dulu aku pengen makan buah itu”
Ibu                   : “ya sudah, kalian tunggu disini ya, pesanannya segera ibu antar” (tersenyum)
Kakak              : “cepet ya buk”
Ibu                   : “iya-iya”
Sudah dua hari icha di rawat dan luka-luka ditubuhnya sudah mulai memudar, dan besokpun icha sudah boleh pulang dan bisa menjalankan aktifitas seperti biasanya
(pagi, dikamar rumah sakit)
Ibu                   : (membereskan baju-baju icha) “nanti kamu pulang kerumah istirahat saja nduk, jangan main dulu, besok juga,, jangan sekolah dulu, habis besok kamu baru boleh masuk sekolah lagi”
Icha                 : “iya buk” (tersenyum)
Ibu                   : “kamu sudah makan? Dan obatmu sudah kamu minum?”
Ihca                 : “sudah buk tadi disuapin sama kakak, dan sudah minum obat”
Ibu                   : “ya sudah, kamu istirahat dulu ya, nunggu dokter dan kakak datang nanti kita baru bisa pulang”
Icha                 : “iya buk” (ichapun berbaring dan tertidur)
Setibanya dirumah icha hanya berbaring
(di luar)
Ditto                : “bu, katanya icha sudah pulang ya? Boleh aku jenguk dia?”
Ibu                   : “iya to sudah, iya boleh, tapi jangan lama-lama ya, icha mau istirahat soalnyam biar cepet sembuh”
Ditto                : “iya bu, saya mau jenguk icha sebentar, setelah itu saya akan pulang”
Ibu                   : “iya sudah, dia ada dikamar, kamu kesana saja ya”
Ditto                : “iya bu” (berjalan menuju kamar icha)
(Dikamar icha)
Ditto    : (membuka pintu) “icha…”
Icha     : (menoleh) “ditto “ (tersenyum)
Ditto    : “gimana kabar kamu cha? Sepi beberapa hari ini gak ada kamu cha,, nih aku bawain buah kesukaanmu, ya walaupun Cuma sedikit, sih”
Icha     : (tersenyum) “baik to, hehehehe aku juga kesepian gak ada kamu,,waaah buah, makasih banget ya to, tapi dari mana kamu dapat uang buat beli buah? Apa uang buat ibu kamu kamu belikan buah ini?”
Ditto    : “gak lah cha, itu uang dari aku nyisihin sedikit demi sedikit dari kemaren, memang aku sengajakan buat belikan kamu buah pas kamu pulang dari rumah sakit”
Icha     : “makasih banyak ya to, kamu baik banget sama aku, kamu teman terbaikku”
Ditto    : “itukan gunanya teman cha, selalu ada dalam keadaan susah maupu  senang, dan aku akan selalu bahagia kalau kamu bahagia”
Icha     : “terimakasih ya to”
Ditto    : “ya sudah, makan ya buahnya, nih aku kupasin” (mengupas jeruk yang dibawanya)
Ditto    : (menyuapi icha) “gimana cha? Manis?”
Icha     : (mengangguk) “iya to, manis banget.. makasih ya, aku pasti langsung sembuh deh setelah makan ini”
Ditto    : “wah jeruknya kayak obat dong kalau gitu” (ketawa kecil)
Icha     : “iya, mujarab jeruknya” (merekapun tertawa sampai akhirnya ditto pulang, karena ingat pesan ibu icha)
Ditto    : “ya sudah cha, aku harus pulang,, kamu kan perlu istirahat yang banyak biar cepet sembuh dan cepet sekolah lagi,sebentar lagi kamu kan harus ualangan akhir semester, aku harap kamu jadi juara umum cha”
Icha     : “iya ditto, selalu do’akan aku ya,, aku akan berusaha terus, kamu hati-hati ya”
Ditto    : “iya cha” (pergi dan menutup pintu kamar icha)
Seharian icha tidak sekalipun beranjak dari kamarnya, dia selalu mengotak atik buku usangnya itu, dia menulis beberapa bait kata dalam setiap keseharianya dibuku using itu.
Icha     : “buku ini sudah kayak sahabt sejatiku, dia selalu mendengarkan apapun keluh kesahku, terimakasih bukuku” (gumamnya)
(pagi hari di rumah)
Ibu       : “kamu yakin bisa berangkat sekolah?”
Icha     : “iya bu, aku kan sudah sembuh”
Ibu       : “ya sudah, ibu bawakan bekal buat kamu ya dan obatnya juga, nanti minum di sekolah biar kamu cepat sembuh dan gak telat minum obatnya”
Icha     : “iya bu” (segera ibu memasukkan nasi goreng yang dibungkus kertas minyak, minuman dan obat di dalam tas icha)
Ibu       : “nasi goreng dan telor setengah mateng nih kesukaanmu”
Icha     : “makasih ya bu, ibu baik banget sama aku”
Ibu       : “sama-sama nduk, ya sudah berangkat sekolah sana, nanti kamu telat lo”
Icha     : “aku berangkat dulu ya bu, assalamu’alaikum”
Ibu       : “wa’alaikumssalam”
(di dalam kelas)
Doni    : “kamu sakit apa cha kok sampai seminggu gak masuk sekolah?”
Icha     : “demam biasa aja don..” (tersenyum)
Doni    : “untunglah, aku sangat khawatir sama kamu”
Icha     : “hehehehee, gak usah khawatir, aku gak papa kok, kan udah sembuh”
Doni    : (tersenyum) “kamu memang cewek yang kuat, aku salut sama kamu”
Icha     : “terimakasih”
(siang hari di taman sekolah)
Icha menyendiri duduk untuk memakan bekal makan siangnya dan meminum obatnya, tapi dita dan sari datang menghampiri.
Dita     : “baru sekolah juga nih anak, kirain sudah gak masu sekolah lagi”
Icha berusaha diam dan tak meladeni ucapan dita, dia mulai memakan nasi goreng buatan ibunya itu
Sari      : (menyenggol tangan icha sampai nasi gorengnya tumpah) “ups gak sengaja” (tertawa lepas)
Dita     : (menginjak-injak nasi goreng icha dan obatnya) “nih sekalian biar anak miskin ini gak bisa makan”
Tanpa mereka sadari bu airini tengah memperhatikan mereka, segera bu arini menghampiri murid didiknya itu.
Guru    : “cukup, ada apa ini? Kenapa kalian memperlakukan icha seperti ini!!” (tanpa berbicara apapun icha menangis dan langsung berlari menuju kelas)
Dita dan sari    : (kaget) “bu guru!!”
Guru    : “jadi selama ini begini sikap kalian? Kalian sudah ibu bela terus ya, tapi semakin hari semakin ngelunjak saja”
Dita     : “tapi bu,”
Guru    : “kayaknya ibu sudah gak bisa toleransi, ayo ikut ibu kekantor, ibu mau memberi surat untuk orang tua kalian”
(di ruang guru)
Guru    : “ibu masih gak percaya kalau kalian yang masih anak kecil bisa setega itu sama temen kalian sendiri, maksud kalian itu apa melakukan hal itu sama icha?”
Dita     : “karena saya benci bu, masak orang miskin bisa sekolah ditempat yang bagus seperti ini, seharusnya dia sekolah di SD yang biasa-biasa saja, gak pantas dia sekolah disini”
Guru    :”dita!! Ibu benar-benar kecewa kamu bisa punya fikiran seperti itu, ibu gak pernah mengajari kalian tentang hal-hal sepertin ibu, ibu mengajari kalian disekolah bukan untuk hal seperti ini, tapi untuk mengharagi semua teman kalian dari golongan apapun teman kaian itu”
Dita dan sari    : (menunduk)
Guru    : “ini surat buat orang tua kalian, sesampainya kalian dirumah nanti kasihkan surat ini sama orang tua kalian, sekarang kembali ke kelas” (memberikan Seurat kepada sari dan dita)
Dita dan sari pun keluar dari ruang guru dan berjalan menuju kelas, wajah mereka tampak pucat setelah dimarahin bu arini, karena ini baru kali pertama mereka melihat gurunya semarag itu pada mereka.
Sudah beberapa hari semenjak pemberian surat panggilan orang tua itu diberikan tapi oragn tua sari dan dita tk kunjung datang, bu arini begitu menunggu kedatangan mereka tapi setiap hari penantianya out sia-sia.
(saat pulang sekolah, di dalam kelas)
Guru    : (mulai curiga) “aku curiga kalau surat yang aku berikan kepaada sari dan dita tidak dikasihkan sama orang tua mereka,” (mulai mencari surat itu didalam kelas) “mungkin di laci mereka” (mulai melihat laci sari dan dita, dia menemukan tumpukan kertas, segera bu arini mengambilnya keluar) “kertas-kertas apa ini?” (ditelitinya kertas itu satu persatu, kaget) “ini kan, kertas jawaban ulangan tengah semesternya icha, jadi yang benar yang mana jawaban icha..” (teringat tentang tugas yang baru saja dikumpulkan tadi) “iya aku cocokkan dengan tulisanya icha, kalau ini benar berarti sari dan dita yang mencuranginya” (berlari ke kantor)
(di kantor)
Setelah mencocokkan tugas icha dengan kertas ulangan itu bu arini begitu terkejut
Guru    : “ya Allah, bener ini sama tulisanya, dan jawabanya hampir benar semua,,” (lemas terduduk di sofa) “apa yang telah aku lihat selama ini Tuhan, hanya memandang murid-muridku dengan status sosialnya saja, tanpa tahu siapa yang benar-benar jujur dan yang tidak, apakah aku ini guru yang benar-benar guru Tuhan” (meneteskan air mata)
(malam hari di kamar)
Icha Nampak merenung memandangi bintang-bintang bertaburan.
Icha     : “ya Allah, aku masih bingung..”
Tak sengaja ibu mendengarnya (masuk dalam kamar)
Ibu       : “bingung kenapa nduk? Masih kecil kok sudah bingung”
Icha     : “gak ada apa-apa bu, Cuma ingin bercerita sama Allah”
Ibu       : “bercerita apa nduk? Kalau ibu boleh tahu?”
Icha     : “ibu lihat bintang dilangit yang paling terang itu”(menunjuk bintang yang dimaksud)
Ibu       : “iya nduk”
Icha     : “itu bintang kebahagiaanku bu, dulu hampir setiap malam aku berdo’a sama Allah untuk menurunkan bintang kebahagiaan itu kepadaku, tapi gak pernah terkabul, tapi sekaramg aku baru sadar bu, bukan bintang yang harus kesini, tapi aku yang harus kesana untuk mendapatkan kebahagiaanku”
Ibu       : “maksudmu apa toh nduk, jangan ngomong yang aneh-aneh kamu ini…ini sudah malam, kamu buruan tidur,biar besok bisa bangun pagi buat sekolah”
Icha     : “iya bu”
( pagi hari, didalam kelas)
Icha     : “don lihat deh,” (menunjukkan pensil barunya ke doni)
Doni    : “wah bagus banget cha,” (tersenyum lebar)
Icha     : “pasti bagus punyamu don, ini pensil dibelikan sama ibu buat aku,,aku seneng deh, ibu sekarang baik sama aku don”
Doni    : “syukurlah cha, aku ikut seneng dengernya,,setiap orang itu pasti pernah punya salah kok, termasuk ibu kita”
Icha     : “bener don, aku setuju sama kamu” (tersenyum lebar)
Dita     : “punya pensil kayak gitu aja dipamerin, dasar miskin”
Doni    : “ta, jangan mulai bikin jengkel orang dong!”
Sari      : “don, kamu kan pinter, kaya..kenapa kamu mau berteman sama dia?”
Doni    : “dia jauh lebih baik dari pada kalian”
Dita     : (merebut dan mematahkan pensil icha) “don, aku gak suka kamu temenan sama dia!!”
Icha     : “kamu tau gak itu pensil berharga banget buat aku, dulu kalian membuang sepatu yang dibelikan ibu ke selokan, sekarang kalian mematahkan pensil pemberian ibu..kalian jahat” (mendorong kedua anak itu)
Doni    : “seharusnya kalian tahu diri jadi anak, kelakuan kalian lebih rendah dari anak miskin, dan kamu ta, gak bisa ngelarang aku temenan sama siapa saja!!” (menarik icha pergi)
Guru    : “ada apa ini?”
Siswa   : (terdiam)
Guru    : ‘dita, sari,,ikut ibu ke kantor”
(di kantor)
Dita dan sari dikejutkan dengan kedatangan orang tua mereka.
Dita dan sari    : “mama”
Tapi kedua mama mereka hanya terdiam membisu
Guru    : “sebenarnya sudah dari beberapa bulan yang lalu saya menitipkan surat itu ke anak-anak ibu, tapi sampai kemaren belum ada kedatangan anda-anda ini, saya bingung sebenarnya surat itu sampai apa tidak pada kalian?”
Mama sari        : “tidak ada surat yang dikasihkan sari untuk saya bu, jadi saya sama sekali tidak tahu kalau ada hal seperti ini”
Guru    : “sudah saya tebak itu, dita, sari,,,kalian kemanakan surat dari bu guru?”
Dita hanya terdiam dan menunduk
Sari      : “sebenarnya mau saya kasihkan mama bu, tapi kata dita disuruh buang saja, jadi surat itu kami buang”
Guru    : “bagaimana menurut anda kelakuan anak-anak anda ini? Saya rasa tanpa saya menjelaskan anda-anda tentunya sudah tahu apa yang saya maksud”
Mama sari        : “maafkan saya bu, saya kurang memprhatikan sari,,perubahan sifatnya sangat drastis, tidak seperti dulu yang pendiam dan penurut”
Guru    : (menghela nafas panjang) “begini saja bu, saya memberi anda- anda 2 pilihan untuk anak-anak ibu,,yang pertama, tolong didik agar kebiasaan buruknya ini berubah, karena mereka sudah menyembunyikan hasil ulangan tengah semester temanya dan menggantinya dengan jawaban yang salah semua,,dan yang kedua, pindahkan anak-anak ibu ke sekolah lain,,keputusan ini saya ambil berdasarkan rapat dari kepala sekolah dan wakil kepala sekolah, apapun keputusan ibu-ibu saya sangat berterima kasih untuk itu”
Mama sari        : (melirik mama dita yang dari tadi hanya terdiam tidak seperti biasanya) “kalau begitu kami akan membicarakanya kepada papa mereka, dan soal keputusanya kami akan memberi tahu ibu nanti”
Guru    : “kalau begitu terimakasih bu atas waktunya datang kesini”
Mama sari        : “iya bu, kalau begitu kami permisi dulu”
(di rumah icha)
Ibu       : (memberikan gorengan kepada bapak) “bagaimana pak dengan utang kita direntenir itu?”
Bapak  : “syukurlah bu, berkat kerja keras kita dan dari hasil panen yang kita berikan ke mereka, tinggal 5 juta hutang kita,,tapi bapak sedang menyisihkan uang bu”
Ibu       :  “iya lah pak, selain kerja dikebun, bapak dan kakak kan kerja keras sekali dari pagi sampai ketemu pagi, ibu jga selain jahit kan nyuci dan jual gorengan juga pak,,buat apa itu pak?”
Bapak  : “seperti janji bapak kan bu, bapak mau membelikan icha sepeda”
Ibu       : “kan belum tentu icha dapat juara umum pak”
Bapak  : “sebenarnya dapat juara umum itu buat semangat dia belajar saja bu, dapat juara atau tidak bapak tetap akan membelikan sepedah buat dia, kasihan kan bu dia berangkat pulang sekolah harus berjalan kaki sejauh itu”
Ibu       : “benar juga pak, ibu juga mau buatin dia baju pak, bajunya sudah bolong semua, dia gak punya baju bagus pak,,”
Bapak  : “wah bagus sekali itu bu, sekali-kali buat icha seneng gak apa-apa dong,,,walaupun kita miskin kan gak berarti kita gak bisa bahagiakan anak-anak kita”
Ibu       : “iya pak, benar sekali itu”
(ditaman sekolah)
Doni    : “seminggu lagi kita penerimaan rapor cha, gimana nih kamu pasti senang?”
Icha     : “aku takut don”
Doni    : “takut kenapa cha?”
Icha     : “aku takut gak bisa jadi juara umum dan ngecewain orang tuaku”
Doni    : “sudahlah cha, kamu harus optimis untuk jadi juara umum,,baru kali ini lo aku lihat kamu gak punya semangat, mana icha yang dulu aku kenal”
Icha     : “don, makasih ya sudah mau berteman sama aku selama ini,,kamu satu-satunya anak orang kaya yang mau berteman sama orang miskin kayak aku tanpa memandang kalau akau orang miskin” (merunduk)
Doni    : “kayak mau pergi jauh aja kamu cha,justru aku yang beruntung bisa kenal kamu, anak yang penuh semangat demi meraih mimpinya.,aku bangga punya teman kayak kamu” (tersenyum lebar dan ichapun menangis)
Doni    : “hey, kamu kenapa kok jadi cengeng sekarang”
Icha     : “aku gak tahu”
Doni    : “bagaimana kalau nanti aku kerumahmu cha? Kangen nih sama ditto, pengen main sama dia lagi”
Icha     : “benarkah don?”
Doni    : “iya dong, gimana?”
Icha     : “iya don, pasti ditto seneng banget kamu kesana,, dia juga sangat merindukanmu don”
Doni    : “ya sudah, setelah pulang sekolah nanti ya”
Icha     : (mengusap air matanya) “iya”
(pulang sekolah, di ladang)
Icha     : (melihat doni dan ditto tengah asyik makan gorengan dari ibunya) “wah kalian rakus sekali makan gorenganya”
Doni    : “tentu saja cha, gorengan buatan ibumu enak sekali”
Ditto    : “ditambah gratis lagi, jarang-jarang kan dapat yang gratis” (mendengar kata-kata ditto ketiga anak itupun tertawa lepas)
(di rumah doni)
Papa    : “dimana doni ma? Kenapa sampai sekarang belum pulanh?”
Mama  : “mungkin lagi main kerumah teman-temanya pa”
Papa    : “coba hubungi teman-temanya, dimana dia sekarang”
Mama  : “iya pa” (menghubungi semua teman doni)
Tak berapa lama mamapun memeberi tahu papa doni karena dia mendapat informasi dari supir kalau doni berada di rumah icha, dengan segera mereka berangkat ke rumah icha.
( sore, dirumah icha)
Ibu       : (menyuguhi minuman dan gorengan) “wah baru kamu lo don teman sekolah icha yang main kerumahnya”
Doni    : (menggaruk kepala) “hehehe iya buk, saya betah dan senang sekali disini”
Ibu       : “bukanya malah enak dirumah lo don? Kan disana lebih mewah dari gubuk icha”
Doni    : “karena disini, aku merasa beneran jadi umur 6 tahun bu, bisa main sesuka hati tanpa ada tekanan dari siapapun”
Ibu       : “ya sudah kalau begitu makan dan minum ini, seadanya ya,, soalnya ibu punyanya hanya ini”
Doni    : “iya bu” (tersenyum lebar)
Ditto    : “langsung dihabiskan bu sama doni!!”
Icha     : “hahaha, kamu juga kan kayak gitu to, kalau ada gorengan buatan ibu pasti langsung cepet abisnya”
Ibu       : “sudah-sudah jangan pada ledek-ledekan, kalau habis nanti ibu buatkan lagi ya”
Doni dan ditto                        : “horeeee!!!”
Melihat tingkah teman-teman icha ibu icha hanya bisa menggeleng kepala.
Terdengar suara gaduh dan gedoran dari luar rumah
Ibu       : “siapa itu, gak sopan sekali” (desisnya) “iya tunggu sebentar!!”
Kaget ketika melihat sepasang suami istri yang Nampak begitu marah
Ibu       : “kalian ini siapa ya? Dan mau mencari siapa?”
Papa doni        : “saya mau mencari doni, dimana dia!!” (membentak)
Ibu       : “kamu disini tamu, jangan membentak-bentak tuan rumah seperti itu!! Gak punya sopan”
Papa doni        : “saya datang kesini karena terpaksa ya, lagian siapa yang mau datang ditempat kumuh seperti ini”
Doni, ditto dan ichapun keluar
Doni    : (kaget) “papa !! mama!!”
Papa doni        : “ternyata kamu disini ya, ngapain kamu kerumah tempat yang kumuh seperti ini!!”
Mama doni      : “papa,gak boleh kayak gitu ah,,maaf atas sikap suami saya ya buk”
Mendengar kata-kata papa doni, ibu icha langsung tersungkur dengan mengelus dadanya, air mata itupun tak bisa ditahan lagi
Doni dan keluarganya langsung pulang dengan berjuta kesedihan yang tergurat dihati mereka.
Icha     : “bu,,,,ibu gak apa-apa kan?” (menangis dan memeluk ibunya)
Ibu       : “sekarang kamu tahu kan nduk, perbedaan kita dengan orang-orang kaya itu, apa kamu mau orang tuamu dilecehkan seperti ini oleh mereka?”
Icha     : (menggeleng kepala) “tidak buuuuu aku tidak mauuuu”
Ibu       : “kalau kamu tidak mau, tolong jauhin doni ya nduk,,karena orang tuanya gak bisa menerima kalau kamu temenan sama doni”
Icha     : (terdiam sesaat) “iya buuu,, aku akan jauhin doni,,biar ibu dan bapak gak dihina lagi sama mereka”
(malam hari dikamar)
Icha     : (memandangi langit) “ya Allah, apa hina orang miskin? Aku gak pernah berharap dilahirkan dari keluarga miskin ya Allah, tapi aku lahir disini karena takdirmu, dan aku bahagia mempunyai orang tua dan kakak yang begitu sayang sama aku, jika aku hanya buat orang tuaku sedih,,maka ambilah aku ya Allah,,biarkan aku terbang bersama bintang kebahagiaanku”
(pagi hari di dalam kelas)
Icha mencari-cari dimana doni tetapai disudut manapun doni tak knjung ditemukan.
(dirumah doni)
Papa doni        : “Besok penerimaan rapor dan kamu akan pindah sekolah diluar negri, soal rapormu mamamu yang akan mengurusnya, jadi kamu gak perlu pergi kesekolah”
Doni    : “apa sih maksud papa? Papa mau jauhkan aku sam icha gitu? Biar aku gak bisa berteman sama icha? Pa!! papa sadar, aku ini anak papa dan mama, bukan boneka kalian, dan aku ini masih kecil, hanya icha dan ditto yang bisa membuat aku bahagia seperti anak umur 6 tahun pada umumnya, bermain apa yang seharusnya jadi permainanku, dan aku bahagia dengan itu, baru kali ini pa, aku nemuin teman sejatiku, dan jangan harap papa dan mama bisa misahin kami!!” (berlari keluar dan masuk dalam mobil)
Papa doni        : “don!! Apa maksudmu itu!!”
Mama doni      : “apa yang dikatakan doni ada benarnya pa, tolong berikan kebebasan kepada dia, jangan papa tekan lagi untuk ini dan itu, untuk menjadi anak yang sempurna menurut papa, dia masih anak-anak pa, dia masih haus akan masa anak-anaknya dan bermain bebas tanpa ada beban”
Papa doni        : “mama belain doni?”
Mama doni      : “mama gak belain pa, tapi coba apa renungin dan fikirkan, jangan hanya harta yang hanya titipan Allah ini membuat papa sombong dan merendahkan orang-orang yang tak seberuntung kita” (pergegas pergi menjauhi suaminya)
(di dalam mobil)
Supir    : “den memangnya ini kita mau kemana?”
Doni    : “kita kesekolah ya pak, tiba-tiba perasaanku gak enak, aku takut icha dijailin lagi sama dita dan sari”
Supir    : “iya den”
Pulang sekolah memang lebih awal hari ini karena besok penerimaan rapor jadi murid-murid dipulangkan awal, icha berjalan menyusuri jalanan raya, ntah mengapa dia ingin ke toko tempat dia beli penghapus dulu. Tidak sengaja dia melihat bapak dan ibunya naik mobil dan membawa sepeda kecil, begitu bahagia icha,
Icha     : “ibuuuuu…bapaaaaak” (menjerit dan berlari menghampiri mobil itu, tapi mobil yang ditumpangi ibu dan bapaknya melaju sangat cepat,)
Dia terus berlari sampai dia tidak memeperhatikan jalanan, tiba-tiba ada mobil kecang berada tepat dibelakangnya, ichapun menoleh, dia ingin menghindar tapi tidak bisa “ibuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu” teriak icha bersamaan dengan rem mobil yang dipaksa berhenti, suasana seketika itu begitu hening, semua orang yang berlalu lalang di jalan itu ternganga
esa       : “tolooooooooooooong!!!!” 
Warga 1           : “ya ampuuun, kasihan sekali anak kecil ini,,” (tak tega melihat darah yang mengalir begitu banyak di tubuh icha,”
Warga 2           : “kelihatanya anak ini sudah meninggal”
esa       : “tolong angkat anak ini ke mobil, saya harus bawa dia ke rumah sakit, semoga masih ada keajaiban”
warga 3           : “gimana mau ngangkat bu, kulitnya menyatu dengan aspal”
warga 1           : “sebaiknya kita coba dulu, kasihan anak ini”
para wargapun mengangkat dan berusaha memisahkan tubuh icha yang menempel di aspal, semua warga terenyuh melihat kejadian itu, bahkan banyak yang tak tega melihat kondisi icha. Hampir wajahnya tidak dikenali karena sudah tak berbentuk dan berumuran darah.
Doni    : (melihat reramaian) “pak, ini siapa yang kecelakaan?” (mencoba melihay mendekat)
Begitu kaget doni ketika tas yang tergeletak dijalan itu tas icha.
Doni    : “ichaaa!!!” (bergegas doni membongkar ta situ, untuk memastikan itu milik icha apa tidak, setelah didapati penghapus kesayangan icha ada ditas itu, gemetar tubuh doni mulai timbul)
Esa      : “kamu kenal anak ini nak?”
Doni    : “iya tante, dia temanku”
Esa      : “saya mau membawanya kerumah sakit, tolong beritahu keluarganya ya, mana tasnya saya bawa juga”
Doni : “iya tan” (bergegas doni berlari tanpa memperdulikan supirnya)
Doni berlari sekuat tenaga dengan linangan air mata, berharap icha baik-baik saja
(dirumah)
Ibu       : “ichaa!!” (kaget dan melepas piring yang dipeganginya)
Bapak  : “ada apa bu?”
Ibu       : “pak, icha manggil ibu pak,,,”
Bapak  : “mana bu? Gak ada suara apa-apa bu”
Ibu       : “ya Allah paaaak, kenapa ibu gelisah seperti ini”
Bapak  : “bu, sudahlah,,,hari ini hari bahagia anak kita, kita sudah belikan dia sepeda dan ibu udah jaitin dia baju, kalau dia pulang dia pasti akan senang bu, langsung dicobain ini sepedahnya”
Ibu       : (tetap terdiam)
Terdengar suara ketokan pintu dari luar, dengan cepat ibu membuka pintu itu, didapatinya doni dengan nafas terengah-engah dan deraian air mata.
Doni    : “bu,,,bu,,, ichaa,,,”
Ibu       : “ada apa sama icha doon?” (mulai khawatir)
Doni    : “icha kecelakaan buu, icha ditabrak mobil!!”
Ibu       : “apa!!! Kamu jangan bohong doon” (mendengar ibu menangis, bapak icha langsung keluar)
Doni    :  “iya buk, ayok bu pak ikut aku, aku antar kerumah sakit sekarang”
Segera mereka bertiga meuju rumah sakit
Ibu       : “gimana kalau terjadi sesuatu sama icha pak?” (sambil berjalan menelusuri lorong rumah sakit)
Bapak : “tenang bu, tenang”
Dilihatnya tas icha yang terduduk manis disebuah deretan kursi, terlihat seorang wanita canti sedang menangis membaca sebuah buku using disamping tas icha itu.
Ibu       : (histeris) “ini tas icha pak, ini tas icha,, dimana icha paaak dimana”
Esa      : (menoleh dengan deraian air mata) “ibu dan bapak orang tua icha?”
Ibu       : “iya, kami orang tua icha,, dimana icha? Bagaimana kondisi anak saya?”
Esa      : (terdiam berlahan dia berlutut di hadapan orang tua icha) “bu, pak,,,saya esa,,saya minta maaf sebesar-besarnya bu, pak karena saya yang menabrak anak kalian, dan saya juga yang menghilangkan nyawa anak kalian”
Mendengar kata-kata esa ibu langsung terbelalak
Ibu       : (membangunkan esa) “dimana anakku, sekarang dimana!!!!”
Esa      : “disitu bu..” (menunjuk ruang mayat)
Ibu dan bapak icha berlari masuk ruang tersebut, dan doni hanya bisa menangis disudut ruang itu.
Ibu       : (melihat mayat kecil yang tertutup kain putih) “ichaaaaaa” (mendekat dan membuka tutup itu, betapa syok ibu melihat kondisi icha yang tidak bisa dikenali lagi, seluruh tubuh ibu langsung gemetaran dan pingsan)
Bapak  : “bu banguun buuuu,,,ya Allaaah ichaa anakku,,,kenapa kamu pergi ninggalin bapak dan ibuu nduuuuuk, bahkan bapak sudah belikan kamu sepeda, dan ibu sudah jahitin baju baru buat kamu nduuuuuuk” (tangis itupun memecah)
Esa      : (masuk) “paaaak maafin saya pak, saya gak sengaja melakukanya paaak, tolong maafin sayaaaa”
Bapak  : “sudahlah, ini semua takdir yang diatas, lahir, rezeky, jodoh dan maut sudah menjadi takdir yang diatas”
Esa      : “makasih paaak,,,,bu,,,bangun buu,,,,,” (mengelus kepala ibu icha)
Ibu       : (mulai terbangun) “icha,,ichaa,, anakku,, kenapa kamu tinggalin ibu nduuk, bangun nduuk”
Esa      : “maafin saya bu, saya yang buat icha jadi begini”
Ibu       : “mungkin semua ini takdir Allah, meski aku memarahimu tetap kamu gak bisa mengembalikan anakku kan?”
Esa      : “bu,,,,,,maaf bu,,”
Bapak  : “ayo bawa icha pulang bu, icha harus dimakamkan”
Ibu       : (hanya bisa mengangguk)
(di rumah)
Kakak  : (membawa tas) “pasti icha seneng deh, pulang sekolah dikamarnya udah ada tas baru buat dia” (tersenyum sambil menaruh tas itu ke kamar icha) “rumah kok sepi, ibu dimana ya? Sepedah baru sudah ada, seharusnya ibu dan bapak dirumah, dan ibu udah masak buat syukuran nanti” (mencari orang rumah)
Terdengar mobil ambulance menuju rumah
Kakak  : “tumben ada mobil ambulance lewat sini, siapa yang sakit ya? Atau mau melahirkan? Perasaan gak ada yang hamil tua” (meminum teh manis yang ada di meja)
Kakak  : (kaget) “kenapa mobilnya berhenti disini” (melangkah kedepan untuk melihat)
Betapa kagetnya kakak saat melihat sesosok mayat kecil diangkat keluar dari ambulance itu, tiba-tiba dadanya begitu sesak, dan air mata tak berhenti menetes
Kakak : (melihat ibu dan bapak keluar dari mobil dengan deraian air mata) “bu, pak,, siapa yang dibungkus kain kafan itu? Kakak kenal? “
Ibu dan bapak hanya terdiam, ibu yang dipapah bapak berjalan masuk rumah
Kakak : “bu, pak!! Aku bertanya, siapa itu!!! Apa aku kenal!! Siapa dia bu paaak!!” (teriak dengan tangis yang semakin menjadi)
Ibu       : (menangis menjadi) “adiiikmuuuuu,, itu adiiikmuuu,, icha meninggaaaal..”
Kakak  : (berlari menghampiri mayat itu) “chaaaa,,, ini bukan ichaa kaaan, adikku gak mungkin meninggal, bahkan aku sudah belikan dia tas baru buat sekolah, aku sudah berjanji padanya buat bantu dia untuk membahagiakan ibu bapak, ini bukan icha kaaaaan”
Bapak  : “ikhlasin adikmu, biar dia tenang di sana..”
Kakak  : “bapak gak ngerti perasaanku, bapak mudah sekali bilang seperti itu, icha adikku satu-satunya paaak, aku belum sempat bahagiakan dia paaak!!”
Bapak  : “dia juga anak perempuan satu-satunya kamuuuu kak, tolong jangan begini”
Kakak  : “ichaaaaaa, banguuuun chaaaa,, lihat bapak belikan kamu sepedah, buat kamu sekolah cha,,,ibu sudah jahitkan kamu baju baru dan kakak sudah belikan kamu tas, banguuun chaaaa banguuuuuuuuuuun!!!” (memeluk erat mayat adiknya)
Seluruh tetangga yang mendekat tak kuasa menahan haru keluarga itu,
(disawah)
Doni berlari menghampiri ditto
Doni    : “ditoooo !!!!”
Ditto    : (menoleh dan tersenyum lebar) “ada apa don? Tumben kamu kesini”
Doni    : “icha dit, icha meninggal”
Ditto    : “kamu jangan bercanda deh don, bercandamu itu gak lucu!!”
Doni    : “demi Allah dit, aku bersumpah, tadi dia kecelakaan dan dia meninggal”
Ditto    : (tercengang, air matapun tak dapat dibendung) “ ichaa,, ichaa meninggal….” (bergegas dia berlari menuju rumah icha)
Di rumah icha Nampak sudah berkumpul bu rahma,esa, bu arini, kakak, bapak, ibu icha dan warga, semua menangis haru melihat kepergian icha, doni dan ditto bergegas mendekat dan mengikuti prosesi pemakaman.
(malam hari dirumah)
Suasana Nampak begitu hening, semua terdiam setelah pengajian icha, tangisan itu masih mengalir dipipi-pipi mereka
(dikamar)
Ibu       : (membawa baju jahitanya dan ditaruh dikamar icha) “nduk,apa kamu gak kedinginan disana? Apa kamu gak kesepian disana? Disana pasti dingin dan gelap sekali ya,, sini ibu peluk naak,,” (memeluk baju jahitanya) “andai saat kamu bilang kalau kamu mau pergi bersama bintang itu adalah isyarat kepergianmu, pasti ibu malam itu akan bersamamu sampai pagi, ibu gak akan membiarkanmu kemana-mana dan selalu mendekapmu, maafin ibu nduuk 6 tahun ini ibu gak bisa jadi orang tua yang baik,gak bisa membahagiakan kamu”
(didepan rumah)
Bapak  : (mengelus sepedah yang baru saja dibeli) “anday saja kamu masih hidup nduk, kamu pasti senang sekali melihat sepedah ini, pasti kamu sudah minta diajarin kakakmu buat bisa naik sepedah ini, anday bapak tahu kalau kamu akan pergi secepat ini, pasti sudah dari dulu bapak belikan kamu sepedah walaupun itu ngutang tetangga, kenapa kamu gak bilang bapak kalau mau pergi nduuk,, nduuuk,,bapak belum siaap kamu tinggal secepat ini”
(di ruang tamu)
Nampak kakak sedang melamun dan berderaian air mata, disitu juga ada esa yang menemani. Tak berapa lama ibu dan bapakpun ikut berkumpul.
Esa      : “maaf pak, bu…saya ingin menyampaikan sesuatu”
Ibu       : “katakanlah”
Esa      : “saya tidak sengaja membaca buku harian icha yang kebetulan tadi berada ditasnya, dan saya sangatterenyuh membaca buku hariannya, ini saya kembalikan ke bapak dan ibu” (menyerahkan sebuah buku) “bu, pak…saya ingin memberangkatkan haji kalian, saya harap kalian gak keberatan”
Ibu       : “apa maksudnya? Kamu mau nyogok kami dengan memberangkatkan haji kami setelah kamu menabrak anak kami iya?”
Esa      : “bukan seperti itu bu, saya juga sudah melaporkan kasus ini kepolisi, jika saya dihukum saya pasrah karena saya tahu kalau saya bersalah, tapi almh.icha sangat menginginkan orang tuanya pergi haji, dan saya ingin mewujudkan mimpinya, anggaplah ini permintaan terakhir icha kepada ibu dan bapak, dan anggap juga icha yang memberangkatkan haji ibu dan bapak, saya mohon ibu dan bapak mau menerimanya, karena kalau tidak saya sangat merasa bersalah bu, pak, karena membuat mimpi icha hanya menjadi harapan palsu saja”
Bapak  : “beri kami waktu, kami akan memikirkannya lagi”
Esa      : “terimakasih banyak pak, dan buat kakaknya icha,,saya juga ingin kamu bekerja dengan saya,,di buku harian icha juga tertulis kalau dia sangat sedih melihat kakaknya bekerja keras demi membantu perekonomian keluarga, dan dengan uang hasil kerjamu kamu juga bisa melanjutkan sekolah, biar kamu mendapat pendidikan yang lebih baik”
Kakak  : “aku gak mau!!! Itu sama saja aku menukar nyawa adikku dengan kebahagiaanku sendiri!!”
Esa      : (berlutut dihadapan kakak icha) “aku mohoon, terimalah,, bukan itu maksudku, bahkan kalau kalian menginginkan aku dipenjara seumur hiduppun aku mau, tapi toloong kalian mau ya, ini keinginan icha, apa kalian mau membuat dia kecewa dan gak tenang dialam sana,? Karena orang tua dan kakaknya tidak merasa bahagia setelah ditinggalnya,,icha ingin melihat kalian bahagia, bahkan dituliskan dibuku harian itu kalau dia harus pergi akan dilakukannya asal kalian bahagia”
Ibu       : “benarkah begitu?”
Esa      : “kalau memang ibu gak percaya ibu bisa baca sendiri buku harian icha., ini sudah malam, besok saya akan kesini lagi,, tolong pertimbangkan baik-baik tawaran saya, assalamu’alaikum”
Bapak  : “wa’alaikumssalam”
Ibu       : “kak coba kamu baca buku ini, ibu penasaran sama isi hati adikmu”
Kakak  : “iya bu” (membuka buku itu)
“hari pertama aku masuk sekolah, semua teman-temanku pergi ke sekolah hari ini diantar sama ibu mereka, tapi aku berangkat sendiri, saat itu aku duduk duluan di depan, tepat di bangku depan bu guru, tapi teman yang lain mengusirku sampai akhirnya aku duduk dipojok paling belakang, bu..anday ibu nemenin aku sekolah, pasti bangku yang aku duduki gak akan direbut oleh dia”
“temanku ada yang sangat membenci aku, namanya sari dan dita, mereka mendorongku sampai aku terjatuh dilantai, kedua tanganku berdarah, perih, sakit sekali, dan bu guru gak mau ngebelain aku, bu guru malah ngebelain mereka, gara-gara aku beli penghapus yang harganya mahal, padahal penghapus itu kan aku beli dari aku gak jajan selama sepuluh hari sekolah, tapi untung ada ibu peri, bu guru kelas dua yang baik hati, bu..aku ingin ibu tahu kalau aku sudah gak betah sekolah disana bu, mereka jahat sama aku”
“aku minta sama bapak dan ibu untuk berhenti sekolah, tapi bapak dan ibu marahin aku, aku ingin mereka tahu betapa kejamnya teman-temanku, aku ingin berhenti sekolah bukannya aku ingin berhenti belajar, tapi aku sudah gak kuat sama kejahatan teman-temanku”
“ada perlombaan lari dan hadiahnya banyak, pasti kalau aku menang aku bisa berangkatin haji bapak dan ibu, bisa beli sepedah buat aku, dan bisa aku kasihkan kakak untuk modal usaha, biar kakak gak kerja keras lagi”
“tadi habis lomba lari sama kakak, dan aku pingsan,,maafkan aku kak karena aku hanya buat susah kakak saja, aku kasihan sama kakak kakinya berdarah gara-gara berlari sejauh itu tanpa alas kaki, aku sayang sama kakak, semua ini demi ibu dan bapak, aku sayang kalian”
“aku dibelikan sepatu sama ibu, tapi sepatuku dibuang sama sari dan dita ke selokan, mereka bilang ini sepatu murahan, mereka gak tahu betapa berharganya sepatu ini buatku, tapi mereka selalu menjahiliku, aku dikasih ingus, disiram air bahkan dikunci didalam kamar mandi sekolah, untung ada ibu peri yang menolongku, pulang sekolah aku gak langsung pulang, aku main sama doni karena dia ingin main ke desaku, dan aku juga takut ibu tahu kalau bajuku basah semua, pulang dari rumah aku dimarahin dan dipukulin sama ibu sampai aku pingsan, bu…sebenarnya aku ingin cerita semua yang aku alami disekolah, agar ibu tahu dan gak mukulin aku lagi, anday ibu tahu perasaanku bu,, hatiku selalu menangis, apa ibu mendengar tangisanku ini?”
“kenapa ya  bu guru gak pernah sedikitpun percaya sama aku, jawaban ulangan tengah semester itu bukan punyaku, tulisanya beda ama tulisanku, tapi bu guru marah sekali sama aku, setibanya dirumah, aku dipukuli ibu ,,padahal aku ingin mengadu sama ibu tentang semua ini, berharap ibu mengerti dan membelaku, kalau seperti ini aku gak akan dapat sepedah dari bapak”
“aku selalu memandang bintang langit yang paling terang, aku yakin itu adalah bintang kebahagiaan tuhan yang Allah berikan untukku, aku selalu berharap bintang kebahagiaan itu turun dan membuatku bahagia, sampai akhirnya aku sadar kalau bukan bintang itu yang turun, tapi aku yang harus kesana untuk bersama bintang kebahagiaanku, ya Allah,,aku ingin melihat ibu, bapak naik haji dan melihat kakak bisa meneruskan sekolah lagi, semoga do’aku ini negka kabulkan ya Allah..amin”
Bapak  : (meraih buku daro tangan kakak) “tulisanya sangat jelek, tapi makna dari kata-katanya begitu dalam”
Ibu       : “aku bukan ibu yang baik buat anak-anakku” (tangisnya memecah)
Kakak  : “bukan gak baik buk, tapi gak peka denagn perasaan anak-anakmu” (pergi meninggalkan ibu dan bapak)
Bapak  : “sudah lah bu, jangan nangis lagi..semua sudah terjadi dan gak akan bisa kembali seperti dulu, icha sudah pergi sekarang anak kita tinggal 1, dan bapak harap ibu gak sia-siakan lagi”
Ibu       : “anday dulu aku lebih peka pak, pasti icha gak akan semenderita itu, pasti dia bisa menangis dan mengadu tentang beban-bebanya dipelukanya, aku bisa melindungi dan membelanya..tap apa pak? Aku malah memukuli dan memarahinya, sekarang dia sudah tiada pak, ibu,,ibu sangat menyesal pak”
Bapak  : “sudahlah bu, ikhlaskan dia, biar dia tenang disana, jangan ibu sesali dan tangisi lagi ya?..ibu harus bisa buat dia senang, kita harus bahagia demi dia bu, lagian juga besok ibu akan ke sekolah mengambil rapornya kan, jadi ibu tidur sekarang ya”
(pagi hari di sekolah)
Guru    : (melihat ibu icha yang Nampak begitu murung) “bu saya ikut berbela sungkawa atas kepergian icha ya, dan saya juga mau minta maaf atas seikap kurang adil saya terhadap almh. Waktu masih hidup,,bu,,icha mendapatkan juara umum dan ini rapornya, sebagai gurunya saya sangat bangga sama dia bu, sampai akhir hayatnya”
Ibu       : “iya biarlah yang lalu jadi kenangan, dan terimakasih ini merupakan hadiah terindah untuk icha, karena dia berhasil menjadi juara umum, berhasil membanggakan orang tuanya, kalau begitu saya pamit pulang dulu”
Guru    : “iya bu” (bersalaman)
( di ruang kepala sekolah)
Nampak tengah ada bu rahma dan kepala sekolah sedang berbincang-bincang serius
Guru    : (mengetok pintu dan masuk ruangan) “permisi,,boleh saya masuk?”
Bu rahma         : “silahkan bu,,”
Kepala sekolah            : “ada tujuan apa ibu kesini?”
Guru    : (tertunduk sebentar) “saya,,saya mau mengundurkan diri pak, bu”
Kepala sekolah dan bu rahma : (terkejut)
Bu rahma         : “kenapa ibu mau keluar? Apakah salah satu dari kami pernah melakukan salah sama ibu atau gimana?”
Guru    : “bu rahma, ternyata benar kata ibu,,saya belum pantas dikatakan sebagai GURU, dulu saat pertama kali saya menjadi seorang guru, saya begitu meremehkan pekerjaan guru, fikirku guru hanya mengajar, setelah itu pulang, tapi ternyata guru gak semudah yang  saya bayangkan, seorang guru adalah orang tua kedua dari murid-murid kita, harus bisa bersikap adil terhadap murid-murid kita, bisa mengajari sopan santun, menghargai sesame temanya dan menyayangi mereka, tapi semua itu gak pernah saya lakukan, saya terlalu mengabaikan semuanya, dan menganggap orang-orang kaya yang membuat saya segan dan hormat pada mereka, padahal itu pemikiran yang sangat keliru, saya gak pantas untuk menjadi seorang guru, guru adalah pekerjaan yang sangat mulia, dan saya gak ingin membuat citra para guru lain tercemar gara-gara saya,”
Bu rahma         : (tersenyum) “apa Cuma segitu saja mental anda? Seorang gurupun juga harus tahan mental, mau belajar dari kesalahan dan menerima masukan dari semua orang, jika anda mendapatkan ujian begini saja anda sudah menyerah, malah makin membuat nama guru semakin diremehkan, kita seorang guru, kita ini panutan murid-murid kita, kalau kita tidak bisa menjadi panutan, bagaimana mungkin kita berharap murid-murid kita akan melakukan hal yang kita harapkan”
Kepala sekolah            : “kata bu rahma itu benar sekali bu, kalau memang ibu mengaku salah, tunjukkan kalau ibu bisa berubah dan belajar dari kesalahan itu, jangan malah seperti ini, surat pengunduran diri ibu tidak bisa saya terima, karena saya harap ibu bisa belajar dari kesalahan ibu, bukankah guru terbaik adalah pengalaman”
Guru    : (meneteskan air mata) “terimakasih pak, bu,, sudah memberi saya kesempatan  kedua, saya janji kalau saya akan berusaha menjadi seorang guru yang baik, guru yang bisa jadi panutan murid-murid saya”
Bu rahma         : “selamat berjuang ya bu” (tersenyum)
( di rumah doni)
Melihat doni selalu melamun beberapa hari ini membuat papa dan mama doni sadar, nampaknya icha yang bisa membuat anak semata wayangnya tersenyum, tapi Tuhan berkehendak lain, icha telah pergi meninggalkan doni.
Papa    : “apa yang bisa papa perbuat agar kamu tersenyum seperti dulu lagi nak?”
Doni    : “sekarang papa puas kan, melihat doni kehilangan sahabat doni untuk selama-lamanya, bukankah papa menginginkan ini?”
Papa    : “papa gak pernah menginginkan kamu semenderita ini nak, anday saja papa tahu dari dulu kalau icha sumber semangat dan yang bisa membuatmu bahagia, papa pasti gak akan melarang kalian berteman”
Doni    : “semuanya sudah terlambat pa”
Mama  : “gak ada yg terlambat untuk melakukan kebaikan nak, ohya bukankah kamu punya 1 teman lagi namanya ditto?,,apakah dia teman kamu sekolah juga?”
Doni                : “ dia gak seberuntung doni ma, yang bisa sekolah “
Mama  : “jadi dia gak sekolah nak?”
Doni    : “iya”
Mama  : “bagaimana kalau dia sekarang sekolah bareng sama kamu? Pasti kamu akan senangkan?”
Doni    : “dia gak punya biasa buat sekolah ma!”
Mama  : (memeluk anaknya) “mama dan papa yang akan membiayai pendidikan ditto sayang, jadi ditto gak udah khawatir soal biaya sekolah, sekarang kamu mau bilang sama ditto tentang kabar bahagia ini?”
Doni    : “beneran ma?” (terbelalak)
Mama  : “iya sayang, asal kamu bisa tersenyum lagi, mama dan papa akan melakukan apapun utnuk itu, mama dan papa juga sangat bersalah sama icha, yang dulu pernah mama dan mama marahin, kasihan dia, harus pergi diusia semuda itu”
Doni    : “mungkin Tuhan mengambil icha karena Tuhan tahu icha gak bahagia di dunia, dan mungkin dengan icha diambil, dia akan lebih bahagia disana, aku sangat menyayangi icha, dia temanku yang sangat baik, gadis kecil yang begitu kuat dan tabah dalam setiap ujian hidupnya” (mengusap air mata) “aku mau ke rumah ditto dulu ma pa, mau ngasih tau dia, dan mau menjenguk icha dimakam”
Mama  : “berangkatlah nak, hati-hati ya”
Doni    : “pasti ma”
(di sawah)
Doni    : (berlarian) “ditoooo!!!”
Ditto    : (menoleh) “ada apa don?”
Doni    : “aku ingin memberi tahumu, kalau kamu bisa sekolah “
Ditto    : “maksudnya?”
Doni    : “iya, jadi gini, mama dan papa mau membiayaimu buat sekolah, jadi kamu bisa sekolah tanpa memikir biayanya”
Ditto    : (kaget) “benarkah itu don?”
Doni    : “beneran to” (tersnyum lebar)
Ditto    : (berlarian mengelilingi sawah) “horeeeee,,,horeeeee,,,aku bisa sekolah”
Doni    : “ayok kita beritahu icha, icha pasti senang mendengar ini”
Ditto    : “iya don, aku cari bunga dulu ya buat dia”
Doni    : “aku ikut”
(di makam)
Doni    : (mengelus nisan icha) “cha, aku kangen sama kamu, kamu sekarang sedang apa disana?ohya cha, aku punya kabar bagus, pasti kamu seneng deh dengernya”
Ditto    : “iya cha, kamu pasti akan bahagia mendengar berita ini”
Doni    : “ditto akan disekolahkan sama mama dan papa cha, jadi sekarang dia bisa ngelanjutin sekolah lagi,,”
Ditto    : “cha, kalau kamu beneran ada disini kamu pasti akan tersenyum lebar dan bahagia sekali, aku kangen sama kamu cha, anday aku bisa meminta, aku ingin kamu hidup lagi cha, sulit hidup kalau gak ada kamu”
Doni    : (menepuk bahu ditto) “kami janji cha, setiap minggu kami akan datang kesini, dan kami akan cerita banyak tentang sekolah dan tentang lainya, biar kamu gak kesepian, kami sayang sama kamu cha”
Ditto    : “ya sudah dulu ya cha, besok kami kesini lagi, soalnya sudah sore, takutnya doni nanti dicari sama orang tuanya”
Doni    : “sampai jumpa cha”
Merekapun pergi menjauh, meninggalkan makam itu sunyi
(di rumah icha)
Di teras rumah namapak ibu sedang memandangi langit yang penuh dengan bintang.
Bapak  : “kamu lagi ngapain buk? Kok menatap langit begitu?”
Ibu       : “bapak tahu bintang yang paling terang itu?” (menunjuk sebuah bintang) “itu icha pak, ibu kangen sama dia, dan ibu melihat dia dari sini”
Bapak  : “maksudnya apa buk?”
Ibu       : “dulu icha pernah bilang sama ibu, kalau bintang yang pling terang itu adalah bintang kebahagiaannya, dan dia bilang kalau dia akan kesana agar dia bersama dengan bintang kebahagiaannya, aku yakin pak disana ada icha yang sedang tersenyum melihat kita”
Bapak  : (melihat langit) “nduk, kami bangga sama kamu, kamu bisa jadi juara umum dan anak perempuan yang begitu mulia hatinya”
Ibu       : “ibu sayang sama kamu nduuuk, kamu bahagiakan disana”
Bapak  : “buk, apa gak sebaiknya kita terima tawaran dari esa? “
Ibu       : (menunduk)
Bapak  : “jika keinginan icha seperti itu, apa salahnya bu untuk mengabulkan permintaan terakhir anak kita, biar dia bisa tenang dan bahagia disana”
Ibu       : “mungkin bapak benar, baiklah kita terima tawaran esa untuk pergi haji dan kakak biar bisa melanjutkan kerja lagi pak”
Bapak  : “nduk, semua keinginanmu akan bapak dan ibu turuti nduk, do’akan kami disini nduk”
Ibu       : (menantap langit) “kami sayang kamu nduk”
TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar